IBN MISKAWAIH

DI SUSUN OLEH
MUHDAR
12.2.11.0617
MATA KULIAH
FILSAFAT
ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah Swt. Karena atas
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “MISKAWAIH” tepat pada waktunya.
Makalah
ini dibuat untuk menyelesaikan salah satu tugas dari mata kuliah FILSAFAT ISLAM.
Pembahasan makalah ini khusus membahas bagaimana masa hidup, kepribadian, karya
dan filsafat Miskawaih.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharap saran,
kritik petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi lebih
baik dikemudian hari.
Semogah makalah yang kami buat ini dapat menjadi bahan
informasi pada masa yang akan datang.
Terimakasih, walahul musta’an wassalam alaikum War. Wab.
Palu, 26 Maret 2014
Penulis
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah………………………………………………………………1
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Masa
Hidup Miskawaih………………………………………………………..2
B.
Masa Hidup Miskawaih…………….................................................................2
C.
Karya-karya Miskawaih.....................................................................................3
D.
Filsafat Miskawaih.............................................................................................4
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………8
A.
Kesimpulan…………………………………………………………………….8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................9.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat
Muslim, yang sebagaimana sejarah Muslim umumnya, telah melewati lima tahap yang
berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad ke I hingga jatuhnya Baghdad.
Tahap kedua adalah keguncangan-keguncangan selama setengah abad. Tahap ketiga
merentang dari awal abad ke-4/14 hingga awal abad ke-12/18. Tahap keempat
merupakan tahap paling menyedihkan, berlangsung setengah abad. Inilah zaman
kegelapan Islam. Tahap kelima bermula pada abad ke-13/19, yang merupakan periode
renaisans modern. Makalah ini akan menguraikan salah satu filosof Muslim yang
terkemuka di dalam Islam, yakni Ibn Miskawaih, secara eksplisit akan membahas
tentang masa hidup, kepribadian, karya dan paling penting filsafatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
masa hidup Miskawaih ?
2. Bagaimana
kepribadian Miskawaih ?
3. Apa
saja karya-karya Miskawaih ?
4. Bagaimana
filsafat yang dikemukakan Miskawaih ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Masa
Hidup Miskawaih
Ahmad
ibn Muhammad ibn Ya’qub, yang nama keluarganya
Miskawaih, disebut pula Abu Ali al-Khazin. Yaqut berkata bahwa ia
mula-mula beragama Majusi, kemudian memeluk Islam. Tetapi, hal ini barangkali
benar bagi ayahnya, karena Miskawaih sendiri, sebagaimana tercermin pada
namanya, adalah putra seorang Muslim, yang bernama Muhammad.
Ia
belajar sejarah kepada Abu Bakr Ahmad ibn
Kamil al-Qadhi. Ibn al-Khammar, mufassir kenamaaan karya-karya
Aristoteles, adalah gurunya dalam ilmu-ilmu filsafat. Miskawaih mengkaji
alkimia bersama abu al-Thayyib al-Razi, seorang ahli kimia.
Miskawaih
tinggal selama tujuh tahun bersama abu-Fadhl ibn al-A’mid (360 H-970 M) sebagai
pustakawannya. Setelah wafatnya abu
Fadhl, ia mengabdi kepada putranya abu aql-Fath Ali ibn Muhammad ibn
al-A’mid. Ia juga mengabdi kepada Adud al-Daulah, salah seorang Buwaihiah.
Miskawaih
meninggal 9 Safar 421/16 Februari 1030. Tanggal kelahirannya tidak jelas.
Menurut Margilouth tahun 330 H/940 M, tetapi ada yang mengira tahun 320 H/932
M, bila bukan pada tahun-tahun sebelumnya, karena ia biasa bersama
al-Mahallabi, yang menjabat sebagai wazir pada 352 H/950 M, dan meninggal pada
352 H/963 M, yang pada masa itu paling tidak ia telah Sembilan belas tahun.
B.
Kepribadian
Miskawaih
Miskawaih
pada dasarnya adalah ahli sejarah dan moralis. Ia juga seorang penyair, Yuhidi
mencela Miskawaih karena kekikiran dan kemunafikannya. Ia tertarik pada alkimia
bukan demi ilmu, tapi demi emas dan harta., dan ia sangat mengabdi kepada
guru-gurunya. Tetapi Yaqut menyebutkan bahwa pada tahun-tahun kemudian dia berupaya
mengikuti lima belas pokok petunjuk moral.[1]
Kesederhanaannya dalam melayani nafsu, ketegaran dalam menundukkan diri yang
serakah dan kebijakan dalam mengatur dorongan-dorongan yang tak rasional
merupakan pokok-pokok petunjuk ini. Dia sendiri berbicara tentang perubahan
moral dalam bukunya Tahdzib al-Akhlaq,[2]
yang menunjukkan bahwa ia melaksanakan dengan baik apa yang telah ditulisnya
tentang etika.
C.
Karya-karya
Miskawaih
Yaqut memberikan daftar
13 buah karya Miskawaih :
1. Al-Faus
al-akbar
2. Al-Faus
al-Asghar
3. Tajarib
al-Umam (sebuah sejarah tentang Banjir yang ditulis pada tahun 369 H/979 M).
4. Uns
al-Farid (kumpulan anekdot, syair, peribahasa,
dan kata-kata mutiara).
5. Tartib
al-Sa’adah (tentang akhlak dan politik).
6. Al-Musthafa
(syair-syair pilihan).
7. Jawidan
Khirad (kumpulan ungkapan bijak).
8. Al-Jami’.
9. Al-siyar
(tentang aturan hidup).
10. Tentang
pengobatan sederhana (mengenai kedokteran).
11. Tentang
komposisi Bajat (mengenai seni memasak).
12. Kitab
al-Syribah (mengenai minuman).
13. Tahdzib
al-Akhlaq (mengenai akhlak).
14. Risalah
fi al-Ladzdzat wal-Alam fi Jauhar al-Nafs.
15. Ajwibah
wa As’ilah fi al-Nafs wa al-Aql.
16. Al-Jawab
fi al-Masa’il al-Tsalats.
17. Risalah
fi Jawab fi Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan al- Shufi fi haqiqat al-Aql
18. Thaharat
al-Nafs.
Muhammad
Baqir ibn Zain al-Abidin al-Hawanshari mengatakan bahwa ia juga menulis
beberapa risalah pendek dalam bahasa Parsi (Raudhat al-Jannah, Teheran, 1287
H/1870 M, hal. 70).
D.
Filsafat
Miskawaih
· Filsafat pertama
Bagian
terpenting kegiatan filosofis. Miskawaih ditujukan kepada etika. Tiga bukunya
yang penting tentang etika telah sampai kepada kita, yaitu : 1) Tartib
al-Sa’adah, 2) Tahdzib al-Akhlaq dan 3) Jawidan Khirad.
Buku Miskawaih al-Fauz al-Asghar merupakan sebuah risalah umum yang
mempunyai konsepsi yang sama dengan bagian pertama buku al-Farabi; Ara’ Ahl
al-Madinah al-Fadhilah. Buku ini menjadi tiga bagian. Bagian pertama berkenaan
dengan pembuktian akan adanya Tuhan; bagian kedua tentang ruh dan ragamnya, dan bagian tentang kenabian.
Mengenai filsafatnya ia banyak berutang kepada al-Farabi, terutama dalam
mempertemukan ajaran-ajaran Plato, Aristoteles dan Plotinus. Peralihannya
kepada pemikiran-pemikiran sejarah telah memberinya manfaat yang besar karena
pada umumnya ia dapat mengutip sumber-sumbernya secara tepat. Misal, pada akhir
Bab V bagian pertama dari al-Fauz al-Asghar[3] ia
terus terang mengakui berutang kepada Prophyry. Ia juga mengutip
komentar-komentar Plato[4]
dan Aristoteles.
Sebagai
pemikir religious sejati, Miskawaih mencoba membuktikan bahwa ciptaan bermula
dari ketidakadaan. Alasan Miskawaih sebagai berikut: Pertama, bentuk-bentuk
saling menggantikan, tetapi dasarnya tetap konstan. Dalam perubahan ini, dari
satu bentuk kebentuk lain, ke manakah perginya bentuk yang pertama itu? Dua
bentuk tidak dapat bersatu, sebab mereka itu berbeda. Kedua, bentuk tidak dapat
ke tempat lain, karena gerak di tempat berlaku bagi tubuh dan kemajuan tak
dapat berpindah dari satu ke tempat lain. Hanya ada satu kemungkinan, yaitu
bahwa bentuk pertama menjadi tiada. Bila terbukti bahwa bentuk pertama menjadi
Tiada, maka bentuk kedua mewujud. Demikian pula bentuk ketiga, keempat dan
seterusnya, dari ketiadaan. Karena itu, segala kemaujudan berasal dari
ketiadaan.
Teori
Miskawaih tentang teori evolusi secara mendasar sama dengan teori Ikhwan
al-Shafa. Teori itu terdiri atas empat tahapan evolusi; evolusi mineral,
tetumbuhan, binatang dan manusia. Karang (marjan,
kurma dan kera (qird) menunjukkan
secara berurutan peralihan dari mineral ke tumbuhan., dari tumbuhan ke
binatang, dan dari binatang ke manusia.
· Filsafat Moral
Filsafat
moral sangat berkaitan dengan psikologi, sehingga Miskawaih memulai risalah
besarnya itu dengan akhlak, Tahdzib al-Akhlaq, dengan menyatakan doktrinnya
tentang ruh.
Masalah
peralihan dari psikologi ke akhlak disajikan pada halaman 18 hingga 21, dengan
mengikuti Plato, ia mempersamakan pembawaan-pembawaan ruh dengan
kebajikan-kebajikan.[5]
Roh mempunyai tiga pembawaan : rasional, keberanian, hasrat dan tiga kebajikan
yang saling berkaitan: bijaksana, berani dan sederhana. Dengan keterkaitan tiga
hal itu, kita dapat memperoleh yang empat, yaitu : keadilan. Dengan memakai
aturan-pribadi moral, Miskawaih membagi kebijaksanaan menjadi tujuh ketajaman
intelegensi, kesigapan akal, kejelasan pemahaman, fasilitas perolehan,
ketetapan dalam membedakan, penyimpanan dan pengungkapan kembali; sebelas
bagian dalam keberanian, yaitu: kemurah-hatian, kebersamaan, ketinggian
pengharapan, keteguhan, kesejukan, keterarahan, keberanian, kesabaran,
kerendahdirian, semangat dan kepengampunan; dua belas dalam kesederhanaan,
yaitu; malu, ramah, benar, damai, menahan diri, sabar, berarti, tenang, salleh,
keteraturan, menyeluruh dan kebebasan yang dibagi lagi menjadi enam ); dan
Sembilan belas bagian dalam dalam keadilan, yaitu; persahabatan, persatuan,
kepercayaan, kasih-sayang, persaudaraan, pengajaran, keserasian, hubungan yang terbuka,
ramah-tamah, taat, penyerahdirian, pengabdian kepada Tuhan, meninggalakan
permusuhan, tidak membicarakan sesuatu yang menyakiti orang lain, membahas
sifat keadilan, tak mengenal ketidakadilan dan tak lepas dari mempercayai yang
hina, pedagang yang jahat dan penipu.[6]
Pada
bab kedua, Miskawaih mulai membahas masalah fitrah manusia dan asal-usulnya,
baik yang lahir dalam keadaan baik maupun jahat. Dan masalah kebahagiaan,
tetapi menambahnya secara lebih terperinci, yang mungkin diambil dari komentar
Phrphyry. Pengelompokkan terdiri atas 1). Kesehatan, 2) kekayaan, 3)
kemahsyuran dan kehormatan, 4) keberhasilan dan 5) pemikiran yang baik.
Setelah
memaparkan ajaran Aristoteles tentang kebahagiaan, Miskawaih menyodorkan
pendapat-pendapat Hypocrates, Phytagoras, Plato, kaum stoa dan beberapa dokter
yang percaya bahwa tubuh adalah bagian dari manusia dan bukan alat bagi manusia;
karena itu kebahagiaan ruh tidak akan lengkap bila tidak disertai kebahagiaan
tubuh.
· Pengobatan
Ruhani
Dua
bab terakhir dari Tahdzib al-akhlaq
memuat apa yang disebut pengobatan
Rohani, sebuah kalimat yang kita temukan pertama kali dalam buku terkenal
Muhammad ibn Zakaria al-Razi: Al-Tibb
al-Ruhani. Miskawaih menggunakan ungkapan Tibb al-Nufus.(hal. 205), tetapi kesamaan dalam perlakuan secara
umum terhadap masalah itu mencolok. Hal ini menunjukkan bahwa tak diragukan
lagi bahwa Miskawaih mengenal tulisan-tulisan al-Razi meskipun ia tidak
menyebut namanya. Keduanya dibuka dengan mengatakan bahwa penguasaan nafsu merupakan
dasar hakikat kesehatan Ruhani.keduanya mengutip karya Galen Tentang cacat
diri.
Akhirnya,
Miskawaih membahas penyembuhan penyakit jiwa. Ia menyebutkan penyakit-penyakit
yang paling penting marah, bangga diri, suka bertengkar,khianat, penakut,
sombong, takut dan susah dan dikaitkan dengan cara-cara penyembuhannya.
Beberapa yang ditulisnya sesuai dengan beberapa bab yang ditulis oleh al-Razi
dalam Tibb, terutama yang berkaitan
dengan bangga diri, susah dan takut mati. Ia juga menulis kembali beberapa
halaman dari uraian al-Kindi, Tentang
menolak kesedihan (hal. 256).
· Filsafat
Sejarah
Mengenai
sejarah, pandangan-pandangannya bersifat filosofis, ilmiah dan kritis. Ia
menggariskan fungsi sejarah dan tugas-tugas ahli sejarah sebagai berikut:
Sejarah
bukanlah cerita hiburan tentang diri raja, tetapi suatu pencerminan struktur
politik ekonomi masyarakat pada masa-masa tertentu. Ia merupakan rekaman naik
turunnya peradaban, bangsa-bangsa dan Negara-negara.[7]
Untuk
itu, ahli sejarah harus menjaga diri terhadap kecenderungan umum
mencampuradukan kenyataan dan rekaan atau kejadian-kajadian palsu. Ia bukan
saja harus factual, tetapi juga harus kritis dalam mengumpulkan data.[8]
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
· Miskawaih dalam masa hidpunya, ia banyak
belajar sejarah. Dan ia berguru kepada para ilmuan yang dijadikannya
pustakawannya seperti Abu Bakr Ahmad ibn
Kamil al-Qadhi.
· Miskawaih pada dasarnya adalah ahli sejarah
dan moralis. Ia juga seorang penyair.
· Miskawaih punya banyak karya dintaranya :
1. Al-Faus
al-akbar
2. Al-Faus
al-Asghar
3. Tajarib
al-Umam (sebuah sejarah tentang Banjir yang ditulis pada tahun 369 H/979 M),
dan sebagainya.
· Diantara
filsafat Miskawaih yakni tentang flsafat pertamanya, filsafat moral, pengobatan
rohani dan filsafat sejarahnya. Miskawaih banyak berutang kepada al-Farabi,
Aristoteles, Plato dan Plotinus. Ia banyak mengutip karya-karya mereka namun
terus terang mengakui.
DAFTAR PUSTAKA
M.M. Syarif, M.A., 1996. Filosof Muslim, Mizan, Bandung.
[1]
D.M. Donaldson, Studies in Muslim Ethics, London, 1953, h. 123.
[2]
Tahdzib al-Akhlaq, Mesir, 1329/1911, h. 42.
[3]
Al-Faus al-Asghar, h. 120.
[4]
Yaitu Proclus dan Galen ; ibid., h. 54.
[5]
Republic, Buku IV.
[6]
Tahdzib al-Akhlaq, h. 15-19.
[7]
A.S. Nadawi. Hukama-I Islam, Azamgarh, 1953, Vol. I, h. 271.
[8]
Ibid., h. 272.
ii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar