post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 25 April 2016

TERUNTUK RULI




Temaramnya kau tahu
Begitu meliuk-liuk di setiap retina menjamah wajah
Wajah memesonamu
Dan, aku pun meleleh


Ragu betapa sempat melelahkan
Tapi, tak sampai menggunung bahkan menelantarkan
Aduan sendu yang tak kunjung padam
Tetap kembali untukmu

            Pukul 11:00 WITA, pada tanggal 23 Februari 2015 masih terekam jelas, ketika berada di ruangan kelas V, SDN 22 Sirenja yang untuk pertama kalinya aku merasakan kehangatan dan kenikmatan akan memanfaatkan ilmu yang ada, memang terbatas hanya saja aku tak surut niat untuk mengajar. Terutama memandang wajah anak-anak yang memesona.
Ruliansah, salah seorang anak yang berumur 10 tahun dengan kelopak mata sayu meneduhkan, sangat memesona kala itu. Anak yang cuek, tapi membuat rindu. Terkadang menurut dan terkadang pula tidak. Hanya saja tak ada satupun kelasku dia tinggalkan. Bahkan mengikuti pelatihan adzan yang aku programkan bersama teman-teman KKN IAIN Palu di Lende Tovea. Tampak nakal tapi rajin dan belakangan kutahu, salah satu jebolan siswa berperstasi dengan kepiawaiannya bermain bulu tangkis.
Ruli, begitulah teman-temannya memanggil. Seorang anak yang saat malam perpisahan KKN di Desa Lende Tovea datang dari arah berlawanan, langsung mendekapku diantara banyak mata-mata memandang. Ruli terseduh-sedu, tak mampu berkata apa-apa. Air mata yang seolah berbiacara kepadaku untuk jangan pergi secepat itu.
“Ya Allah, kenapa anak ini? Menambahkan keinginanku untuk tidak secepat itu pergi.”
Kuusap kepalanya dengan lembut. Sambil berucap “Jangan nangis dek. Kakak akan sering menjenguk. Belajar yang giat. Jaga sholatnya. Kakak akan merindukanmu.” Dengan derasnya bulir air mata, terus memelukku.
Perpisahan di sekolah, kupandang lagi anak bermata sayu itu. Datang menyalami dengan sebuah kado kecil di tangannya, memelukku dan sekali lagi menangis. “Allah..... begitu sedih meninggalkan anak ini.”
Moment kebersamaanku dengan Ruli, tak ada habis akan indahnya beberapa kali sebelum pulang, berjalan bersama ke Sivalenta. Menikmati panaroma laut biru dengan pasir putih di bibirnya. Di sana, moment yang takkan pernah kulupakan saat menyuapinya makan. “Kuingin seperti ini terulang.....”
Sedih, satu kata yang tak bisa kupungkiri. Meninggalkan Ruli seperti kehidupan sebelumnya tanpaku. Hanya terus berdoa, semoga Ruli selalu dilindungi Allah dan menjadi anak sholeh. Karena, ada satu insan yang selalu merindunya dari jauh yang sudah menganggapnya seperti adik sendiri.
Kenangan, kenangan bersama anak ganteng itu tak akan pernah hilang dari benak dan selamanya bersemayam di sana.

Panggilan..... panggilan kak Muhdar darimu
Malam yang membuncahkan kesamaan batin
Terhangatkan dari dua tangan kecil
Didekap dengan berderai

Jual mahal yang kurindukan
Acuh dan kedinginanmu
Melululantahkan keinginanku menjauh
Aku sayang padamu adikku

1 komentar: