post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 28 November 2017

Baiduri (11)



MENCARI TAHU
“Biarkan aku melihatmu, walaupun hanya dari jauh”


Bagaimana caranya membuktikan kalau dia adalah Kirana. Pertanyaan itu berdenyut-denyut di kepalanya. Dis sangat yakin, keteduhan di mata gadis itu masih sama seperti dulu. Memberikan kehangatan.

            “Apakah aku harus melakukannya?”
Benaknya memikirkan perbuatan sama yang dulu menyebabkan Kirana pergi. Buru-buru mengucapkan istigfhar.
“Tidak mungkin. Aku harus jalan lain.”
Ferdi mondar-mandir di atas serambi kamarnya. Berhenti ketika melihat gemerlap bintang yang sedang bertabur cantik di langit. Setiap malam ketika ia dikekang rasa bersalah, hanya dengan melihat bintang yang diciptakan oleh Allah hatinya merasa tenang. Dan, ketika melihat bintang itu kembali meskipun masih jauh, ia yakin bisa menebus rasa bersalahnya cepat atau lambat selama berusahan dengan sebaik-baiknya.
***
“Kamu lagi cari buku apa?”
Suci menengok ke arah sumber suara pemuda tepat di sampingnya. Matanya melongo seolah tak percaya, perlahan dikemas dengan sungingan tipis.
“Aku lagi cari buku sejarah, buat makalah tadi kan dikasih bapak Arman.”
“Oh, ia ya. Bagaimana kalau aku bantu?” tawar Ferdi.
Suci berpikir. Tidak serta merta menerima ataupun menolak. Tanpa berpikir terlebih dahulu, apalagi dari jauh, seorang gadis menatap tajam seolah tak ingin dirinya dekat dengan Ferdi.
“Sebenarnya tawaranmu sangat menarik. Tapi lebih baik kamu dengan Rini saja,” kata Suci beranjak ke tempatnya meletakkan buku tulis dan laptopnya.
Ferdi menengok kesana-kemari. Hah. ternyata benar. Pun langsung ditinggalkan gadis bercadar itu dan menghampiri Rini.
“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” menyeringai.
“Apa tidak salah makan kamu beb. Hari ini datang menyapaku,” Rini berdiri mendekat.
“Kamu jangan salah paham ya. Aku....”
Rini buru-buru memotong, “Jangan harap kamu bisa bahagia mendekati gadis itu selama ada aku.”
Senyap. Kalimat itu menyelubung tajam telinganya. Ferdi harus mempersiapkan kata-kata yang lebih sadis supaya gadis itu berpikir panjang sebelum melakukan kejahatan lagi padanya.
“Aku tidak takut sama ancaman kamu. Kali ini aku melawanmu.”
Terciduk. Muncul kaca-kaca di wajah Rini. Meleleh ketika Ferdi meninggalkannya dan menghanpiri gadis lain.
Dan, di mana Suci? Ke mana ia menghilang? Padahal sebelumnya ingin mengerjakan tugas. Ah.... pikiran Ferdi berkecamuk.
***
Sejuk. Berada di bawah pohon rindang dengan angin membalai lembut. Suci duduk di kursi panjang sambil membaca seksana buku sejarah yang dipinjamnya di perpustakaan. Kali ini ia tidak sendiri, ada Ayu dan Ida, adik kelas yang selalu menempel padanya sekaligus dijadikan sahabatnya.
“Kak. Ada kak Ferdi tuh datang ke sini,” ucap Ida melihat kagum kepada sosok jangkung yang sedang berjalan ke arah sahabatnya.
Suci dan Ayu mengangkat kepala.
Astagfirullah. Apa yang sebenarnya ingin dilakukan Ferdi? Kenapa dia selalu ingin mendekat? Tidakkah ia tahu masalah pergaulan laki-laki dan perempuan? Pekik Suci dalam batin.
“Ayo kita pergi,” ajak Suci mengambil kedua tangan sahabatnya.
“Hei, kalian mau ke mana?” Ferdi berlari, buru-buru menghadang.
Ayu dan Ida terkagum. Selama ini kakak kelasnya itu sudah menjadi idola mereka. Tidak mengira saat bersahabat dengan gadis sholeh seperti Suci malah akan mendapatkan keberuntungan yang selalu diimpikan.
“Hei. Kalian jaga mata!” Suci mencubit kedua perut sahabatnya.
Ferdi tersenyum tipis.
“Apa maumu?” tatapan Suci menyidik.
“Aku ingin berteman dengan kalian, teruatam denganmu,” terang Ferdi.
Membuat ketiga gadis di depannya tak berucap apa-apa. Senyap dalam kesejukkan.

Pict source: imgrug.org  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar