BERSAMA
“Jangan
tanyakan tentang bahagia, yang seribu kali lipat terlukis di langit ketika
bersamamu.”
Rasanya, sebagai gadis yang selama mencintai
diam-diam ketika mendapatkan perhatian dari pangeran impian pasti seperti
terbang ke langit ke tujuh, menatap bumi dari kejauhan, menatap indanya ciptaan
Tuhan, laut biru, hutan hijau, gunung megah yang menambah keindahannya persis
perasaannya. Hanya saja Irma sebisa mungkin mengontrol perasaan. Jangan sampai
seperti dulu, bertingkah konyol.
“Kamu masuk gih, istirahat dulu!” perintah Ferli.
“Tapi kan ada pertemuan untuk pembagian kamar kak,”
Irma tidak mengerti.
Dirinya adalah panitia, mengurus segala sesuatnya
untuk keberhasilan acara Terima kasih
Senior.
“Tidak apa-apa. Aku sudah izinkan kamu.”
Irma menengadah tertahan. Pemuda di depannya
benar-benar perhatian padanya bahkan mengantarnya ke kamar, tentunya Karin ikut
di antara mereka dan merasa dirinya adalah obat nyamuk.
“Awas ya, kalian jangan romantisan di depanku,”
diikuti senyum ledekan.
“Apaan sih,” Irma dan Ferli berucap bersamaan.
Kikuk. Membuat Karin lebih leluasa mengendalikan
keadaan.
“Menurutku kalian itu jodoh loh.”
“Ada-ada saja kamu. Tidak usah kamu bicara,” Irma
membisik, kemudian mencubit perutnya.
Dan, kenapa dengan Ferli? Kenapa tidak mengeluarkan
suara protes lagi? Apakah setuju dengan pendapat sahabat cerewet tentang
masalah jodoh? Ah, pertanyaan itu berdentum membuatnya tak sadar hampir
menabrak pintu lift.
“Awaa....,” seulur tangan menariknya dengan cekatan,
namun buru-buru pula di lepas.
“Maaf ya!” ucap Ferli, was-was sudah berani
memegangnya.
“Tidak apa-apa kak. Kan dalam keadaan mendesak.”
Irma tersenyum manis.
“Hmmmm. Tadi udah dibilang jangan romantisan,
sekarang romantisan,” Karin kembali meledek aksinya.
Irma mencubit perutnya. Raungan tipis pun menguap
dari mulutnya bersama maaf. Ketiganya langsung memasuki pintu lift yang mengantarkan
ke lantai kamar mereka.
“Kalau ada apa-apa, kamu telepon aku ya!” mata Ferli
menyala.
“Ia-ia....”
“Koq kamu kayak tidak ikhlas gitu?”
“Kakak sih merintah banget.”
“Aku hanya tidak mau kalau kamu sakit.”
Dan, suasan canggung sekarang. Karin tidak mau
meledek lagi, atau perutnya akan memerah.
“Maksudnya, aku tidak mau pesuruhku sakit,”
pandangan Ferli kemudian berpaling ke arah lain.
“Ok... Ok... Aku mengerti,” Irma memanyungkan mulut.
Karin tertawa tipis. Sahabat dan seniornya saling
menyimpan perasaan diam-diam, menurutnya.
***
Perhatian. Beberapa jam berikutnya Irma merasa
sangat diperhatikan oleh sosok pangerannya, mulai membelikan obat di apotik
agar pengaruh maboknya hilang, mengantarkan makan siang, makan malam dan
sarapan, selalu bersama-sama selama kegiatan, termasuk saat bermain games di
pantai. Keduanya dihukum bersama, disemburkan air dan Ferli siap menghalanginya
terkena cipratan.
Oh
my to the God, siapa saja pasti merasa kalau keduanya
memiliki hubungan special.
Dan, malam pun menjelma. Setelah menikmati panorama sun set, segera semuanya melaksanakan
sholat maghrib berjamaah.
Betapa berterima kasihnya Irma. Setelah menjadi
mahasiswa, impiannya tentang cinta seolah mendekat padahal dulu sempat memudar
kepercayaan akan kebahagiaan cinta. Semua memang butuh waktu. Meskipun semuanya
belum tentu, toh jodoh tidak akan ke mana.
***
Pemberian kado kepada senior-senior mulai dari
cokelat, kaos, sepatu, atau sesuatu romantis lain. Irma pun malu-malu
memberikan kado berupa jam tangan yang di dalamnya terselip surat terima
kasihnya kepada Ferli, sosok senior yang special, dulu dan sekarang. Untungya
Ferli yang merasa kado terakhir yang ada di tangan pesuruhnya pasti untuknya,
pun langsung diambil dan mengucapkan terima kasih.
Pict source: gambarzoom.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar