HUJAN
“Sebenarnya,
aku tak ingin menyakitimu.”
“Kak,” mata Cantik berkedi-kedip dan wajah imutnya
dinampakkan. Sangat tidak cocok dengan penampilannya membuat Digta sedikit
risih.
“Kak....” panggilnya sekali lagi, mencoba
mendinginkan suasana dengan pertengkaran yang panas sebelumnya.
Hah. Sementara Digta mendenguskan rasa penasaran.
Apa sebenarnya yang ingin dilakukan gadis aneh itu sekarang? Sebelumnya
ribut-ribut di jalan dan ketika datang
bertanya entah lewat dari mana? Dan, setelah tahu bahwa dirinya adalam pemilik
kos baru sikapnya berubah.
“Gadis aneh, apa yang kau inginkan? Tolong jangan
bertingkah konyol di hadapanku.”
Seandainya kalau bukan karena mempertahan kos
cantiknya pasti sudah ditonjoknya pemuda yang ingin dirayunya. Pelan-pelan mengembuskan
nafas panjang, sebelum mengutarakan kemauannya.
“Kakak yang ganteng, yang sungguh membuatkua
terkagum karena bentuk rupamu yang rupawan. Aku ingin meminta sesuatu,”
senyumnya yang menyembunyikan ketidaktulusan menguap.
“Apa itu? Katakan!” Digta mendesak.
“Kakak. Dari penampilan kakak, aku tahu kakak pasti
orang kaya, punya banyak uang, cari tempat tinggal manapun pasti bisa dan....”
Pembicaraan Cantik terpotong.
“Cepat katakan intinya, tidak usah panjang lebar deh
mukaddimahnya. Kayak orang mau pidato aja,” Digta kesal.
“Okay. Aku mau kakak yang ganteng ini mengembalikan
kamar kosku. Aku ingin.....”
Dan, kembali terpotong.
“Apa kamu bilang? Kamar kosmu?” wajah pemuda itu
terheran-heran.
“Ia, kak,” Cantik sumringah menawan.
“Tidak,” tegas Digta.
“Kenapa tidak? Sebenarnya ini adalah kosku dan aku
belum mau pindah dari sini. Aku tertipu oleh kedua temanku, yang pastinya orang
membawa kakak ke sini. Ia kan?”
Benarkah
apa yang dikatakan gadis aneh ini? Tapi kan, aku sudah membayarnya. Hah. Enak
saja, tetap tidak bisa. Aku sudah merasa enak di kos ini.
Pemuda jangkung itu meruncingkan pikiran.
“Bagaimana kakak yang baik? Mau kan?” Cantik penuh harap.
“Tidak. Saya sudah menyewa tempat ini. Saya tidak
mau tahu urusanmu,” tegas Digta.
Kesabaran Cantik sudah hilang.
“Huu... Kamu ini ya. Apa kamu tidak punya perasaan?
Aku ini sudah ditipu sama teman aku. Kamu mengerti tidak sih? Aku.....” Cantik
memegang kerak baju Digta, matanya menyala.
“Lepaskan! Itu bukan urusanku,” Digta dengan keras
melepaskan diri, membuat gadis yang menyerangnya mundur terpaksa.
Untung kos yang mereka jadikan pertengkaran kedap
suara, sehingga penghuni kos yang lain tidak mendengar pertengkaran yang sedang
terjadi.
“Sekarang kamu pergi dari sini!” suruh Digta.
“Tidak. Pokoknya saya tidak akan pergi sebelum kamu
mengembalikan kamar kosku,” Cantik mempertahankan hal yang menurutnya masih
miliknya.
“Okay. Terserah kamu saja,” kata Digta kemudian
meninggalkan Cantik sendirian.
Petir menengadah. Membuat Cantik sedikit ketakutan.
Hujan datang setelahnya yang membuatnya basah kuyub. Dari lubang kecil di pintu
kamar kos, Digta melihat dengan embusan rasa bersalah. Tetapi, tidak mungkin
juga ia harus meninggalkan kamar kos yang baru disewanya. Palingan nanti, kalau sudah capek pasti gadis itu akan pergi juga. Pekiknya
menenangkan diri.
Waktu bergerak. Subuh menjelang. Nyatanya Cantik
tertidur dalam keadaan dingin di kursi panjang depan kosnya.
Astagfirullah.
Terpaksa
membawanya ke kamarnya, yang selanjutnya skenario tak pernah terpikirkan
terjadi dihidupnya bersama Cantik. Setelah kesalahpahaman penghuni kos lain
mengalir yang menemukan keduanya berada dalam satu kamar. Bukan saudara atau
tidak ada hubungan keluarga apapun. Meskipun sebisa mungkin menjelaskan,
penghuni kos lain tidak bisa menerima malah mendesak agar mereka harus segera
di bawa ke KUA.
pict source: www.anakcemerlang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar