JANJI
“Aku
kembali terpukau untuk kesekian kalinya dan semakin ingin memiliki”
Ingin
menghindar. Pikiran Suci persis tahu ada gadis yang iri hati semenjak dekat
dengan Ferdi. Teman-teman kelasnya, pun juga Ida dan Ayu memgatakan dia adalah
mantan yang belum bisa move on.
“Aku lebih baik menghindar kan teman-teman?” meminta
saran.
Ayu mendekat. Kemudian meraih tangan sahabatnya.
“Koq kamu gitu? Bukannya kamu juga sayang sama dia.”
Gadis bercadar itu menyipitkan mata. Dari mana Ayu
tahu bahwa ada perasaan yang tertimbun semenjak beberapa hari terakhir selalu
bersama.
“Ia, kami tahu kalau sebenarnya juga suka sama dia
kan?”
Pun Ida, juga mengatakan hal yang sama. Detik
berikutnya hanya kediaman yang bernuansa. Tidak berani mengeluarkan sepatah
kata pun. Tidak ingin berbohong.
“Kalau memang kamu belum mau cerita sama kami. Kami
tidak apa-apa koq, kami itu sahabat yang pengertian,” Ida tersenyum.
“Nanti kalau kamu sudah siap, tentunya juga kami
lebih siap mendengarnya,” Ayu juga tersungging menawan.
Hah. Lega. Kedua sahabatnya sangat pengertian.
Bersyukur? Tentu melekat di pikirannya, mendapatkan
kedua sahabat yang selama ini diimpikan, tahu membuat hati sahabatnya tenang
bukan malah menambah masalah. Suci memeluk keduanya.
“Makasih ya. Aku sayang banget sama kalian.”
“Ia, tapi jangan nangis gitu dong. Nanti kami nangis
juga loh?” Ida menyeka tetesan air bening di pipinya.
“Tapi kamu harus tahu satu hal,” Ayu membuat
penasaran.
“Apa itu?”
“Bahwa peraaan itu tidak bisa dibohongi. Jangan
menjauhi orang yang kamu sayang hanya karena orang lain. Kamu juga berhak
bahagia Suci. Berhak mendapatkan apa yang kamu mau?”
Terciduk. Benar selama ini hanya memikirkan orang
lain, melupakan apa yang menjadi keinginannya sendiri.
“Bukankah itu namanya egois, kalau hanya berpikir
diri sendiri?” matanya menantang.
“Egois? Tentu bukan, toh selama kamu tidak mengambil
kebahagiaan orang lain, melainkan kamu meraih sendiri kebahagiaanmu dengan cara
Tuhan memberi kejutan termasuk tentang cinta,” ada nada tegas yang menguap di
bibir Ayu.
“Kamu pasti mengerti maksud kami. Karena kami hanya
ingin kamu bahagia Suci,” kata Ida masih menggenggam tangan Suci.
Gadis bercadar itu hanya mengangguk. Ada pelita
menggiring ke permadani, sejenak merehatkan pikiran untuk kebahagiaan orang
lain dan membuat diri sendiri menerbangkan lampion impian.
“Ayo, kalian sedang membicarakan aku ya? Koq serius
banget.”
Kehadiran Ferdi membuat tercekam.
Hah.
Bagaimana kalau ia sampai mendengar pembicaraannya, apalagi tentang Rini
sebelumnya. Pasti sangat malu. Batin Suci, bangkit dan
ingin pergi. Sayangnya, ujung jilbabnya tersangkut.
“Kamu ingin menghindari aku lagi?” roman Ferdi
murung menunduk, “Apa kamu tidak mau berteman lagi denganku, padahal hatiku
senang kali kalau dekat denganmu.”
Senang?
Kata-kata
seketika membuat Ida dan Ayu menahan girang. Tahu apa maksud hati cowok tampan
yang dinaksir hampir semua cewek se-sekolahan kepada gadis sholehah, sahabat
mereka.
Ingin pergi dan berlari bersembunyi, tetapi masih
tertahan.
“Kalau memang kamu tidak mau berteman lagi denganku.
Aku lebih baik pindah sekolah saja.”
Ferdi membalikkan badan dan ingin melangkah pergi. Beberapa
meter berjalan, gadis yang sudah merelakan hijab penutup kepalanya sedikit
menahan cowok yang ingin pindah sekolah karenanya.
“Maaf. Aku janji aku tidak akan menghindarimu lagi.”
“Janji?” Ferdi merasa perlu.
“Janji,” kata yang mantap terlontar.
Gemuruh tepukan dari kedua sahabatnya memenuhi
rongga telinga.
Pict source: imgrug.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar