post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 19 Desember 2017

Baiduri (17)

TERUNGKAP
“Maafkan, kalau aku sempat meragukan”

“Assalamualaikum....”
Semua terperangah. Entah suara siapa yang memecah perhatian semua siswa dan sekarang ingin mendengar pengumuman melalui radio sekolah.
“Sebelumnya saya adalah Nabila. Saya ingin membuat pengakuan menyangkut kejadian kemarin yang sempat membuat sekolah menjadi tidak tenang. Ini tentang foto-foto Suci yang terpajang tidak memakai hijab. Sebenarnya itu bukan ulah Ferdi, melainkan rencanaku dan.....”

Sesaat terhenti. Semua berdiri penasaran, ada yang berlari menuju ke penyiaran.
“Dan Rini.”
Astagfirullah. Benar-benar selalu saja dia.
Hah. Dasar gadis gila, selalu membuat onar.
Hmmm. Suatu saat dia akan dapat balasan dari apa yang diperbuatnya.
Semua melihat-lihat Rini dalam bisikan.
“Maafkan saya. Saya benar-benar menyesal telah melakukannya. Terutama untuk Suci dan Ferdi. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi. Saya akan terima apapun konsekuensinya. Wassalamualaiakum,” Nabila mengakhiri pembicaraannya.
Sementara Rini mengepal tangannya, “Dasar gadis licik. Beraninya menusukku dari belakang.”
Dan, menghadapi cacian hampir sebagian dari siswa se-sekolahan. Bukan saja cacian, ada yang melemparnya telur, air soda yang dingin dan bukannya sadar akan kesalahannya malah semakin marah kepada takdir, Suci, Ferdi dan Nabila. Ah........ Sialan. Pekiknya dalam batin.
“Aku harus menolongnya,” kata Suci hendak meninggalkan Ida dan Ayu.
“Jangan! Biarkan saja kak,” kata Ayu menahan dengan menarik lengannya.
Suci melepas dengan lembut dan menolong orang yang sudah berbuat jahat padanya.
“Sudah! Hentikan! Aku mohon,” teriaknya kepada mereka yang seenaknya bermain hakim sendiri. “Kamu tidak apa-apa kan?” tanyanya dengan mimik khawatir.
Rini yang sudah berbau amis dan soda bukannya terharu dan merasa berdosa karena ditolong orang yang sudah didzolimi malah menatap tajam menusuk. “Jangan kamu pikir, aku akan tersentuh dengan pembelaanmu. Itu hanyalah mimpi indahmu saja,” katanya ketus.
“Astagfirullah. Aku tidak pernah bermaksud seperti itu. Aku hanya...” dan terhenti.
“Ah... Sudahlah, aku tidak butuh penjelasanmu. Tinggalkan aku saja sendiri, biarkan mereka melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Toh aku akan membalas mereka satu per satu,” ucapnya tajam.
Dendam dan dengki hanya akan merusak hati. Bukannya menyelesaikan masalah malah akan memperkeruh keadaan. Tuhan menyukai orang-orang yang bisa menjaga hatinya dari penyakit-penyakit hati.
Dan, meskipun ucapan lembut yang dituturkan bersama nasehat penyejuk jiwa oleh Suci tetap saja hanya bualan omelan yang kasar diterimanya.
“Tidak usah kamu menolongnya lagi Suci. Biarkan saja dia. Kita hanya bisa mendokannya, semoga Tuhan membuka mata hatinya,” kata Ferdi yang datang entah dari mana.
“Ayo kita pergi,” katanya mengajak Suci.
Rini memandang dengan kaca-kaca di matanya, pemuda yang dikasihi berjalan berdampingan dengan gadis yang sangat dibenci, menjauh dan menghilang. Ah......
***
Suasana sunyi sekarang. Di serambi kelasnya, ia duduk bersama pemuda yang dihindarinya kemarin karena ketidakpercayaan. Memandang langit yang terhampar luas sambil mendengus nafas berat. Butuh beberapa waktu untuk memulai pembicaraan bersama keberanian yang ditimbang-timbang.
“Maafkan aku.”
Ferdi menatapnya teduh dan tersenyum.
“Maafkan aku sempat meragukanmu,” kata Suci kemudian melanjutkan, “Andai aku lebih mengenalmu pasti aku akan percaya padamu lebih kuat sampai berita apapun yang hinggap di telingaku tidak akan aku percayai.”
“Sudahlah Suci! Yang penting kamu sudah percaya padaku sekarang,” kata Ferdi masih tetap dengan senyumannya.
Suci tetap saja merasa bersalah dan coba disembunyikan dengan sunggingan menawan. Menatap penuh arti.

Pict source: imgrug.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar