TERUNGKAP
“Maafkan,
kalau aku sempat meragukan”
“Assalamualaikum....”
Semua terperangah. Entah suara siapa yang memecah
perhatian semua siswa dan sekarang ingin mendengar pengumuman melalui radio
sekolah.
“Sebelumnya saya adalah Nabila. Saya ingin membuat
pengakuan menyangkut kejadian kemarin yang sempat membuat sekolah menjadi tidak
tenang. Ini tentang foto-foto Suci yang terpajang tidak memakai hijab.
Sebenarnya itu bukan ulah Ferdi, melainkan rencanaku dan.....”
Sesaat terhenti. Semua berdiri penasaran, ada yang
berlari menuju ke penyiaran.
“Dan Rini.”
Astagfirullah.
Benar-benar selalu saja dia.
Hah.
Dasar gadis gila, selalu membuat onar.
Hmmm.
Suatu saat dia akan dapat balasan dari apa yang diperbuatnya.
Semua melihat-lihat Rini dalam bisikan.
“Maafkan saya. Saya benar-benar menyesal telah
melakukannya. Terutama untuk Suci dan Ferdi. Saya janji tidak akan
mengulanginya lagi. Saya akan terima apapun konsekuensinya. Wassalamualaiakum,”
Nabila mengakhiri pembicaraannya.
Sementara Rini mengepal tangannya, “Dasar gadis
licik. Beraninya menusukku dari belakang.”
Dan, menghadapi cacian hampir sebagian dari siswa
se-sekolahan. Bukan saja cacian, ada yang melemparnya telur, air soda yang
dingin dan bukannya sadar akan kesalahannya malah semakin marah kepada takdir,
Suci, Ferdi dan Nabila. Ah........
Sialan. Pekiknya dalam batin.
“Aku harus menolongnya,” kata Suci hendak
meninggalkan Ida dan Ayu.
“Jangan! Biarkan saja kak,” kata Ayu menahan dengan
menarik lengannya.
Suci melepas dengan lembut dan menolong orang yang
sudah berbuat jahat padanya.
“Sudah! Hentikan! Aku mohon,” teriaknya kepada
mereka yang seenaknya bermain hakim sendiri. “Kamu tidak apa-apa kan?” tanyanya
dengan mimik khawatir.
Rini yang sudah berbau amis dan soda bukannya
terharu dan merasa berdosa karena ditolong orang yang sudah didzolimi malah
menatap tajam menusuk. “Jangan kamu pikir, aku akan tersentuh dengan
pembelaanmu. Itu hanyalah mimpi indahmu saja,” katanya ketus.
“Astagfirullah. Aku tidak pernah bermaksud seperti
itu. Aku hanya...” dan terhenti.
“Ah... Sudahlah, aku tidak butuh penjelasanmu.
Tinggalkan aku saja sendiri, biarkan mereka melakukan apa yang ingin mereka
lakukan. Toh aku akan membalas mereka satu per satu,” ucapnya tajam.
Dendam dan dengki hanya akan merusak hati. Bukannya
menyelesaikan masalah malah akan memperkeruh keadaan. Tuhan menyukai
orang-orang yang bisa menjaga hatinya dari penyakit-penyakit hati.
Dan, meskipun ucapan lembut yang dituturkan bersama
nasehat penyejuk jiwa oleh Suci tetap saja hanya bualan omelan yang kasar
diterimanya.
“Tidak usah kamu menolongnya lagi Suci. Biarkan saja
dia. Kita hanya bisa mendokannya, semoga Tuhan membuka mata hatinya,” kata
Ferdi yang datang entah dari mana.
“Ayo kita pergi,” katanya mengajak Suci.
Rini memandang dengan kaca-kaca di matanya, pemuda
yang dikasihi berjalan berdampingan dengan gadis yang sangat dibenci, menjauh
dan menghilang. Ah......
***
Suasana sunyi sekarang. Di serambi kelasnya, ia
duduk bersama pemuda yang dihindarinya kemarin karena ketidakpercayaan.
Memandang langit yang terhampar luas sambil mendengus nafas berat. Butuh
beberapa waktu untuk memulai pembicaraan bersama keberanian yang
ditimbang-timbang.
“Maafkan aku.”
Ferdi menatapnya teduh dan tersenyum.
“Maafkan aku sempat meragukanmu,” kata Suci kemudian
melanjutkan, “Andai aku lebih mengenalmu pasti aku akan percaya padamu lebih
kuat sampai berita apapun yang hinggap di telingaku tidak akan aku percayai.”
“Sudahlah Suci! Yang penting kamu sudah percaya
padaku sekarang,” kata Ferdi masih tetap dengan senyumannya.
Suci tetap saja merasa bersalah dan coba
disembunyikan dengan sunggingan menawan. Menatap penuh arti.
Pict source: imgrug.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar