WAJAH
BARU
“Aku
butuh hati terlatih, ketika memasuki dunia cinta”
Dalam
isakan berlari dan nyaris jatuh dari anak tangga paling atas sampai ke dasar
lantai, untungnya ada pemuda yang memiki tai lalat besar di bagian pipinya
secepat kilat menolong, kedua matanya bulat, kepanikan yang muncul wajahnya
memperjelas bahwa dia pemuda yang suka menolong.
“Hati-hati. Kamu bisa celaka,” katanya lembut.
“Makasih,” kata Irma kemudian melepaskan pegangan
tangan pemuda itu.
“Aku Hasbi, mahasiswa transfer dari Surabaya,”
sambil mendekapkan tangannya.
“Aku Irma. Sekali lagi terima kasih ya udah nolong
aku.. Aku mau,” dan sebelum menyatakan keinginannya untuk pergi, Hasbi meminta
tolong padanya.
“Sorry-sorry sebelumnya, aku boleh minta tolong
tidak.”
Irma membalik badan dan sejenak melupakan apa yang
baru dialaminya – tentang hati yang sakit dan kecelakaan yang nyaris
menghampiri.
“Katakan saja! Kalau memang aku bisa, aku pasti
bantuin kamu koq,” tersenyum ringan.
Tiba-tiba pemuda itu tergagap. Menundukkan kepala,
seperti ada kekuatan sentrum merasuk dalam tubuhnya. Butuh-butuh beberapa detik
sampai ia kembali berbicara.
“Aku kan mahasiswa baru, boleh tidak kamu temani aku
lihat-lihat area kampus?”
“Oh. Itu. Okay.....” Irma mengangguk setuju.
“Satu lagi?”
Irma penasaran namun tidak bertanya lewat ucapan
melainkan mata yang melotot.
“Panggil teman kamu satu ya, supaya kita lihat-lihat
kampusnya bertiga bukan berdua. Takut muncul gosip.”
Allah.
Seketika
gadis berhijab kuning itu terkesima. Baru kali ini bertemu pemuda yang begitu
menjaga adab berhubungan dengan lawan jenis ataupun dengan teman sebaya.
“Baik. Tapi nanti istirahat ya.”
Hasbi mengangguk.
Dan seperti takdir, Hasbi ternyata satu kelas
dengannya lagi.
Mahasisa baru yang rupawan, senyuman tipisnya yang
indah hampir membuat semua gadis-gadis di kelas Irma terbius apalagi Karin
matanya seolah tak berkedip melihat kegagahan pemuda alim seperti Hasbi.
“Serius dia mau ngajak aku juga?”
Dia bertanya kegirangan saat dibisik Irma tentang
Hasbi yang ingin ditemani keliling kampus.
“Ia, duarius malah.”
“Ah.... Irma thank u.” Kemudian memeluk erat
sahabatnya dan semua mata di kelasnya menerkamnya. Meskipun terpukau dan senang
luar biasa, tetap saja tidak boleh ribut di dalam kelas.
“Maaf pak, maaf teman-teman,” kata Karin kemudian
pura-pura fokus pada pembelajaran mata kuliah anatomi.
***
“Makasih ya udah mau temanin aku dan sebagai rasa
terimakasihku aku mau traktir kalian di kantin,” tawar Hasbi.
“Maaf bi. Tidak usah.”
Bi.
Kata itu tiba-tiba membuat Hasbi menunduk lagi. Kekikukannya muncul. Ada
keringat dingin menjalar di tubuhnya. Karin dan Irma mencoba membaca keadaan.
Butuh beberapa menit lagi untuk berani berbicara.
“Kalian mau kan? Kalau tidak mau, aku pasti kecewa
berat sama kalian,” bibirnya dimanyungkan.
“Kalau aku tentu mau. Hanya si....” buru-buru Irma
mencubit pinggir perut sahabatnya.
“Aku juga mau koq,” kata Irma diiringi senyuman
ringan.
Sebenarnya di benak Irma tidak ingin menerima ajakan
teman barunya, toh ia menemani bukan meminta imbalan tetapi tulus apalagi
sebagai balas budi berkatnya ia tidak mengelami kecelakaan.
Hah. Skenario yang dialami Irma kini sedang merasuk
Ferli. Ada kesakitan merasuk di dalam hatinya yang belum tertatih tentang sakit
dan patah hati. Begitu banyak pertanyaan timbur, siapa pemuda yang berani melukiskan senyuman indah di wajah Irma selain
dirinya? Apakah ia bisa mencuri hati Irma? Apakah ia bisa membuatnya bahagia?
Dan semua itu melemahkannya.
Pict source: gambarzoom.com
Pict source: gambarzoom.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar