post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Kamis, 14 Desember 2017

Special Love (16)



PELUH
“Sekarang aku benar-benar tahu arti sakit”

Bukan ini yang diinginkan. Saling berjauhan dan tidak pernah bertegur sapa. Apalagi perasaan itu sudah berarti. Apalagi ada wajah baru yang sepertinya akan menjadi river. Allah, apa yang harus dilakukan?

Ferli mendengus nafas berat. Mata yang mendung mengisi retina dua sosok yang terlihat sangat serasi. Timbul penyesalan, andai tetap berusaha menjelaskan semuanya bahwa yang terjadi adalah kesalahpahaman.
Tak ada niat sama sekali untuk menembak Luna. Ia hanya membantu untuk latihan menyatakan cinta, meskipun aneh karena sama sekali tidak ada keinginannya bersama meminta maaf. Hal itu sebenarnya membuat bingung, namun yang membuat lebih bingung lagi tetap Irma. Gadis yang benar-benar sudah mencuri hatinya.
Selama ada kemauan pasti ada jalan. Jangan patah semangat. Cinta harus diperjuangkan terhadap dia yang memang harus diperjuangkan. Dengan kemantapan hati ia menggandeng gitarnya menuju radio kampus.
“Fer....”
Namun, tertahan karena ada seorang perempuan yang memanggil. Suara yang sangat dikenalnya. Ia berbalik.
“Apa yang ingin kamu lakukan?” Luna penasaran.
“Aku mau masuk. Aku mau......”
“Fer..... Aku mau,” dan tubuh Luna nyaris saja tumbang ke lantai, membuat Ferli khawatir.
“Kamu tidak apa-apa kan?”
“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin minta tolong untu mengantar saya ke ruang kesehatan kampus sekarang,” penuh harap.
“Tentu,” ucap Ferli dan melupakan niatnya meminta maaf kepada Irma melalui radio kampus.
Peluh berceceran di relung hati Irma yang memang nampak baik-baik saja, ketika menangkap mata Ferli dan Luna berjalan berisian ke ruang kesehatan kampus. Begitupun sebaliknya dengan Ferli, ia harus mengurungkan niatnya untuk berbaikan dan lagi-lagi hatinya harus merasakan luka perih menikmati sentuhan mata Irma dengan pemuda lain.
“Cocok banget ya Irma dengan Hasbi, pemuda sholeh dan wanita sholehah bertemu. Ah, sweet banget,” suara sumbang yang entah bersumber dari mana mengisi telinga Ferli saat berada di ruangan Luna sedang terbaring yang sepertinya berasal dari kamar sebelah yang hanya dihijab dengan kain.
Apa benar dia lebih baik daripada aku? Apakah ini petunjuk kalau orang baik memang diharuskan bersama orang baik, dan sangat salah kalau mengganggu mereka. Ah, Ferli menciut. Hati yang menimbang-nimbang. Pun hati tidak ikhlas kalau sampai pemuda itu benar-benar mencuri hati Irma. Ia mengangkat bahu, namun lagi-lagi tertahan.
“Kamu mau ke mana Fer?”
Pemuda itu berbalik.
“Oh kamu bangung? Kirain tidur. Lebih baik kamu tidur aja, saya akan suruh teman kamu menemani kamu, aku harus melakukan sesuatu yang sangat berarti untuk hidupku sekarang.”
“Sesuatu yang sangat berarti untuk hidupmu? Apakah aku boleh tahu tentang itu?” Luna penasaran dan tetap dalam keadaan berbaring.
“Kamu akan tahu sendiri nanti. Aku pergi dulu ya.”
Hampir satu langkah, Luna menghentikannya kembali dan mengatakan untuk tidak pergi.
“Please, temani aku di sini. Jangan pergi meninggalkan aku sendiri,” penuh harap.
“Maafkan aku. Kali ini ada banyak alasan yang membuatku tidak bisa menemanimu seperti biasanya, karena aku sudah punya cinta yang harus aku perjuangkan.”
“Apakah itu Irma?” mata Luna berkaca-kaca.
“Ia. Dia adalah orangnya, gadis yang sudah berhasil mengalihkan duniaku,” katanya dengan mantap.
“Tidak bisakah aku orangnya?”
Mendadak ruangan menjadi sunyi senyap. Tak ada suara yang mengisi sudut manapun. Hanya nafas berat uang kemudian menjadi saksi bisu.

Pict source: gambarzoom.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar