PELUH
“Sekarang
aku benar-benar tahu arti sakit”
Bukan
ini yang diinginkan. Saling berjauhan dan tidak pernah bertegur sapa. Apalagi
perasaan itu sudah berarti. Apalagi ada wajah baru yang sepertinya akan menjadi
river. Allah, apa yang harus dilakukan?
Ferli mendengus nafas berat. Mata yang mendung
mengisi retina dua sosok yang terlihat sangat serasi. Timbul penyesalan, andai
tetap berusaha menjelaskan semuanya bahwa yang terjadi adalah kesalahpahaman.
Tak ada niat sama sekali untuk menembak Luna. Ia hanya
membantu untuk latihan menyatakan cinta, meskipun aneh karena sama sekali tidak
ada keinginannya bersama meminta maaf. Hal itu sebenarnya membuat bingung,
namun yang membuat lebih bingung lagi tetap Irma. Gadis yang benar-benar sudah
mencuri hatinya.
Selama ada kemauan pasti ada jalan. Jangan patah
semangat. Cinta harus diperjuangkan terhadap dia yang memang harus
diperjuangkan. Dengan kemantapan hati ia menggandeng gitarnya menuju radio
kampus.
“Fer....”
Namun, tertahan karena ada seorang perempuan yang
memanggil. Suara yang sangat dikenalnya. Ia berbalik.
“Apa yang ingin kamu lakukan?” Luna penasaran.
“Aku mau masuk. Aku mau......”
“Fer..... Aku mau,” dan tubuh Luna nyaris saja
tumbang ke lantai, membuat Ferli khawatir.
“Kamu tidak apa-apa kan?”
“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin minta tolong untu
mengantar saya ke ruang kesehatan kampus sekarang,” penuh harap.
“Tentu,” ucap Ferli dan melupakan niatnya meminta
maaf kepada Irma melalui radio kampus.
Peluh berceceran di relung hati Irma yang memang
nampak baik-baik saja, ketika menangkap mata Ferli dan Luna berjalan berisian
ke ruang kesehatan kampus. Begitupun sebaliknya dengan Ferli, ia harus
mengurungkan niatnya untuk berbaikan dan lagi-lagi hatinya harus merasakan luka
perih menikmati sentuhan mata Irma dengan pemuda lain.
“Cocok banget ya Irma dengan Hasbi, pemuda sholeh
dan wanita sholehah bertemu. Ah, sweet banget,” suara sumbang yang entah
bersumber dari mana mengisi telinga Ferli saat berada di ruangan Luna sedang
terbaring yang sepertinya berasal dari kamar sebelah yang hanya dihijab dengan
kain.
Apa
benar dia lebih baik daripada aku? Apakah ini petunjuk kalau orang baik memang
diharuskan bersama orang baik, dan sangat salah kalau mengganggu mereka. Ah,
Ferli menciut. Hati yang menimbang-nimbang. Pun hati tidak ikhlas kalau sampai
pemuda itu benar-benar mencuri hati Irma. Ia mengangkat bahu, namun lagi-lagi
tertahan.
“Kamu mau ke mana Fer?”
Pemuda itu berbalik.
“Oh kamu bangung? Kirain tidur. Lebih baik kamu
tidur aja, saya akan suruh teman kamu menemani kamu, aku harus melakukan
sesuatu yang sangat berarti untuk hidupku sekarang.”
“Sesuatu yang sangat berarti untuk hidupmu? Apakah
aku boleh tahu tentang itu?” Luna penasaran dan tetap dalam keadaan berbaring.
“Kamu akan tahu sendiri nanti. Aku pergi dulu ya.”
Hampir satu langkah, Luna menghentikannya kembali
dan mengatakan untuk tidak pergi.
“Please, temani aku di sini. Jangan pergi
meninggalkan aku sendiri,” penuh harap.
“Maafkan aku. Kali ini ada banyak alasan yang
membuatku tidak bisa menemanimu seperti biasanya, karena aku sudah punya cinta
yang harus aku perjuangkan.”
“Apakah itu Irma?” mata Luna berkaca-kaca.
“Ia. Dia adalah orangnya, gadis yang sudah berhasil
mengalihkan duniaku,” katanya dengan mantap.
“Tidak bisakah aku orangnya?”
Mendadak ruangan menjadi sunyi senyap. Tak ada suara
yang mengisi sudut manapun. Hanya nafas berat uang kemudian menjadi saksi bisu.
Pict source: gambarzoom.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar