MELATI
“Aku
ingin selalu ada untukmu”

“Makasih ya,” tersenyum manis.
“Ia, sama-sama,” Digta memegang kepalanya, kemudian
mengelus pelan.
Allah.
Perasaan apa ini? Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup cepat. Jangan bilang
kalau aku benar-benar akan ja......
“Ciye, yang romantisnya gak tertolong,” Indah, salah
satu teman kelasnya datang menghampiri.
Sebisa mungkin Cantik menyembunyikan rasa malu yang
jelas-jelas tergambar dari raut wajahnya yang kemerahan.
“Ini nih undangan nanti malam, hadir ya,” sambil
memberikan amplop kuning yang tertera nama Cantik.
“Itu undangan ramah tamah untuk kita yang sekarang
sudah lulus,” memberikan penjelasan, “Kamu bakalan hadir kan sama suami kamu?”
mata Indah menyiasati.
“Oh tentu.”
Bukannya Cantik yang menjawab malah Digta.
Membuatnya tambah kemerahan.
“Okay. Kami tunggu ya. Bye.....” kemudian, Indah
pergi meninggalkan mereka berdua.
“Kamu....” ucap mereka bersamaan.
Muncul rasa kikuk. Suasananya aneh. Baru pertama
kali dalam hidup mereka merasakan hal semacam ini, lidah keluh seperti tidak
bisa berucap apa-apa. Hanya menunduk dan berpikir tentang alirah darah yang
mengalir deras.
“Kamu aja duluan,” dan mereka bersamaan lagi.
Ah,...
Kenapa
sangat susah berbicara sekarang?
Butuh beberapa menit, sampai Digta yang memulai
pembicaraan.
“Kita pulang sekarang ya.”
Kita?
Kenapa beberapa hari ini ketika mendegar itu, serasa terbang ke langit tujuh.
Ah, benar-benar bahagia rasanya.
“Wei, kamu tidak kesambet setan kan?” Digta
menghancurkan lamunan gadis di depannya.
“Apaan sih? Tidaklah,” menyembulkan mulut.
“Kalau begitu kita pulang sekarang,” ajaknya
kemudian menarik tangan Cantik.
“Ih... Apaan sih tarik-tarik. Bukan muhrim lagi,”
menghentikan langkahnya.
“Apa? Apa aku tidak salah dengar? Bukannya kamu tadi
yang dekat-dekat aku, lagian kita kan suami istri.”
Suami
istri? Ah..... Gila. Dan tanpa bicara lagi, ia menerima
seenaknya gandengan suaminya ke parkiran, lagi-lagi membuat yang lain merasa
iri. Memang, ketika melihat mereka ada keinginan sama untuk merajut cinta
bahagia yang halal di masa muda. Apalagi di jaman sekarang, sangat susah
ditemukan pasangan dalam pacaran yang benar-benar serius untuk melanjutkan ke
pernikahan.
Dan, meskipun kejadian sebelumnya adalah terpaksa.
Hati kedunya cukup merasa syukur.
***
Tak hentinya ia memandang bunga melati yang
diberikan suaminya tadi di sekolah. Senyam-senyum sendiri seperti orang gila.
Kalau Digta melihat pasti gede rasa selangit dan mengatakan kalau dia sudah
jatuh cinta kepadanya, meskipun selalu menyangkal pun hatinya ada gerakan.
Benarkah? Entahlah, Cantik hanya mencoba mengairi kehidupan dengan takdir yang
sudah disiapkan Allah untuknya. Pasti yang terbaik untuk mereka yang melakukan
kebaikan.
“Wei, ketahuan nih ye. Mikirin aku.”
Benar saja, ia datang di waktu yang tidak tepat.
“Apaan sih? Biasa aja keles,” mencoba menyangkal.
“Ya udah kalau malu. Aku mah santai aja, kalau kamu
belum mau mengaku perasaanmu,” mulutnya dimonyongkan.
“Terserah kamu dah. Aku mau juga sholat,” ia bangkit
kemudian bergegas ke kamar mandi.
Rupanya tidak seperti biasa, sholat-sholat sendiri.
Digta menawarkan untuk sholat berjamaah dan langsung diterima Cantik tanpa
berpikir panjang. Bersama-sama lebih baik daripada sendiri.
Hah. Sungguh melegakan. Bagaikan pasangan yang
benar-benar saling mencintai, padahal menikah karena situasi yang mengharuskan.
Hanya saja tetap akan mengikuti jalan yang dipilihkan Tuhan untuk mereka.
pict source: www.anakcemerlang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar