post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 11 Desember 2017

Still Hoping (8)



MELATI
“Aku ingin selalu ada untukmu”

Meski masih terpaut dengan bunga-bunga yang jika saja Digta memiliki indra keenam pasti akan melihat mereka, terbang dan memberikan keharuman bak melati yang sedang dipegangnya.
“Makasih ya,” tersenyum manis.

“Ia, sama-sama,” Digta memegang kepalanya, kemudian mengelus pelan.
Allah. Perasaan apa ini? Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup cepat. Jangan bilang kalau aku benar-benar akan ja......
“Ciye, yang romantisnya gak tertolong,” Indah, salah satu teman kelasnya datang menghampiri.
Sebisa mungkin Cantik menyembunyikan rasa malu yang jelas-jelas tergambar dari raut wajahnya yang kemerahan.
“Ini nih undangan nanti malam, hadir ya,” sambil memberikan amplop kuning yang tertera nama Cantik.
“Itu undangan ramah tamah untuk kita yang sekarang sudah lulus,” memberikan penjelasan, “Kamu bakalan hadir kan sama suami kamu?” mata Indah menyiasati.
“Oh tentu.”
Bukannya Cantik yang menjawab malah Digta. Membuatnya tambah kemerahan.
“Okay. Kami tunggu ya. Bye.....” kemudian, Indah pergi meninggalkan mereka berdua.
“Kamu....” ucap mereka bersamaan.
Muncul rasa kikuk. Suasananya aneh. Baru pertama kali dalam hidup mereka merasakan hal semacam ini, lidah keluh seperti tidak bisa berucap apa-apa. Hanya menunduk dan berpikir tentang alirah darah yang mengalir deras.
“Kamu aja duluan,” dan mereka bersamaan lagi.
Ah,... Kenapa sangat susah berbicara sekarang?
Butuh beberapa menit, sampai Digta yang memulai pembicaraan.
“Kita pulang sekarang ya.”
Kita? Kenapa beberapa hari ini ketika mendegar itu, serasa terbang ke langit tujuh. Ah, benar-benar bahagia rasanya.
“Wei, kamu tidak kesambet setan kan?” Digta menghancurkan lamunan gadis di depannya.
“Apaan sih? Tidaklah,” menyembulkan mulut.
“Kalau begitu kita pulang sekarang,” ajaknya kemudian menarik tangan Cantik.
“Ih... Apaan sih tarik-tarik. Bukan muhrim lagi,” menghentikan langkahnya.
“Apa? Apa aku tidak salah dengar? Bukannya kamu tadi yang dekat-dekat aku, lagian kita kan suami istri.”
Suami istri? Ah..... Gila. Dan tanpa bicara lagi, ia menerima seenaknya gandengan suaminya ke parkiran, lagi-lagi membuat yang lain merasa iri. Memang, ketika melihat mereka ada keinginan sama untuk merajut cinta bahagia yang halal di masa muda. Apalagi di jaman sekarang, sangat susah ditemukan pasangan dalam pacaran yang benar-benar serius untuk melanjutkan ke pernikahan.
Dan, meskipun kejadian sebelumnya adalah terpaksa. Hati kedunya cukup merasa syukur.
***
Tak hentinya ia memandang bunga melati yang diberikan suaminya tadi di sekolah. Senyam-senyum sendiri seperti orang gila. Kalau Digta melihat pasti gede rasa selangit dan mengatakan kalau dia sudah jatuh cinta kepadanya, meskipun selalu menyangkal pun hatinya ada gerakan. Benarkah? Entahlah, Cantik hanya mencoba mengairi kehidupan dengan takdir yang sudah disiapkan Allah untuknya. Pasti yang terbaik untuk mereka yang melakukan kebaikan.
“Wei, ketahuan nih ye. Mikirin aku.”
Benar saja, ia datang di waktu yang tidak tepat.
“Apaan sih? Biasa aja keles,” mencoba menyangkal.
“Ya udah kalau malu. Aku mah santai aja, kalau kamu belum mau mengaku perasaanmu,” mulutnya dimonyongkan.
“Terserah kamu dah. Aku mau juga sholat,” ia bangkit kemudian bergegas ke kamar mandi.
Rupanya tidak seperti biasa, sholat-sholat sendiri. Digta menawarkan untuk sholat berjamaah dan langsung diterima Cantik tanpa berpikir panjang. Bersama-sama lebih baik daripada sendiri.
Hah. Sungguh melegakan. Bagaikan pasangan yang benar-benar saling mencintai, padahal menikah karena situasi yang mengharuskan. Hanya saja tetap akan mengikuti jalan yang dipilihkan Tuhan untuk mereka. 

pict source: www.anakcemerlang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar