post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 02 Januari 2018

Baiduri (21)



BERUSAHA
“Takkan kubiarkan rindu menikam hatiku lagiku”


Sebenarnya bukan hanya balas budi atas pertolongan di masa lalu, melainkan perasaan yang sudah tumbuh di hatinya sejak hari itu juga. Perasaan yang semakin lama dikenalnya dengan sebutan cinta, melelehkan kebekuan yang selama ini jadi penghalang untuk memikirkan orang lain. Dia bahagia cahaya di lorong kegelapan, memberikan lintasan arah yang harus diambil sehingga tidak mungkin tersesat.
“Makasih ya,” ucap Ferdi setelah membuka pintu mobil majikannya.

Suci terheran-heran. Sama sekali ia tidak mengerti apa yang dimaksud.
“Kamu mungkin bertanya-tanya tentang hal ini. Tapi cukup kamu tahu, aku berterima kasih untuk segalanya,” tersenyum menawan.
Dan, sebelum senyuman maut itu akan menghanyutkannya ia lebih memilih ingin cepat masuk ke panti asuhan untuk bertemu beberapa anak yatim yang sudah ia janji sebelumnya.
“Kakak cantik udah datang,” kata seorang anak yang berteriak memberitahukan kepada teman-temannya yang lain.
Segerombolan anak mungkin hampir semua yang tinggal di Panti Asuhan Cahaya Melati menyambut Suci dengan riang gembira, memeluknya bahkan sebelum ia sampai di pintu masuk. Suci pun sangat bahagia. Sementara pemuda yang sudah menjadi supirnya juga merasa damai.
“Ini senyum yang paling aku rindukan di wajahmu,” pekiknya dalam batin.
“Nak Suci mari masuk! Anak-anak, persilahkan dulu Suci masuk,” kata Ibu panti yang juga datang menyambut kedatangan Suci.
Anak-anak yang baik. Mereka langsung menurut dan membantu Ferdi yang membawa barang ke dalam panti. Suci yang juga berniat membawa langsung dihalau.
“Kamu tidak usah membawa, biar aku aja sama anak-anak,” mata Ferdi teduh dan tulus.
Siapa saja yang menyaksikan bisa membaca tentang rasa yang dimiliki seorang supir kepada majikannya. Serentak anak-anak meledeknya. “Ciye....”
Kembali ia mengambil langkah seribu menuju aula panti tanpa bicara apapun. Jangan sampai wajah yang kemerahan terlihat.
Sebelum pembagian hadiah kepada anak-anak panti, sebelumnya Suci mengajak mereka mengaji bersama dan betapa terkejutnya ketika Ferdi menawarkan diri meminta untuk menjadi pemimpin dalam mengaji.
Suaranya syahdu, seakan membuat siapa saja yang mendegar terkesima dan mengantarkan kepada keMaha Besaran Allah Swt. Dia telah menciptakan seorang pemuda yang tidak hanya rupawan karena parasnya yang memikat, melainkan suaranya yang merdu ketika melantunkan ayat-ayat-Nya. Allah memang Maha Besar.
Waktu mengalun. Selesai juga mengaji, berdoa bersama pun juga dengan pembagian hadiah.  Suci dan Ferdi pamit pulang. Walaupun Suci sempat lagi-lagi Suci harus sebisa mungkin menyembunyikan kemerahan wajahnya, saat salah satu anak panti yang bernama Alif mendoakannya agar berjodoh dengan Ferdi. Pun Ferdi sendiri secepatnya mengaminkan.
“Anak-anak tidak boleh ngomong seperti itu. Aku sama kakak Ferdi cuma teman aja koq,” katanya mencoba membelokkan suasana.
Ferdi hanya membiarkannya.
“Aku pesan ya sama kalian. Terus rajin belajar, belajar ilmu agama dan di sekolah. Supaya kalian jadi orang-orang hebat nanti. Okay?” Suci mengangkat jempolnya.
“Siap kak,” serentak lagi mereka mengiyakan.
“Kalau begitu kakak Ferdi dulu ya. Ibu, aku pergi ya. Assalamualaikum wr.wb,” katanya pamit pulang.
“Assalamualaikum wr.wb.,” Ferdi juga mengucapkan salam.
Ibu panti dan anak-anak asuhan menjawab salam bersamaan. Mereka melambaikan tangan saat keduanya sudah melaju dengan mobil.
Selama di perjalanan, diam-diam Ferdi tersenyum melihat Suci yang seperti salah tingkah. Dia juga tidak berani berbicara, takut kalau-kalau asal ia akan kemerahan lagi. 

Pict source: imgrug.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar