BERUSAHA
“Takkan
kubiarkan rindu menikam hatiku lagiku”
Sebenarnya
bukan hanya balas budi atas pertolongan di masa lalu, melainkan perasaan yang
sudah tumbuh di hatinya sejak hari itu juga. Perasaan yang semakin lama
dikenalnya dengan sebutan cinta, melelehkan kebekuan yang selama ini jadi
penghalang untuk memikirkan orang lain. Dia bahagia cahaya di lorong kegelapan,
memberikan lintasan arah yang harus diambil sehingga tidak mungkin tersesat.
“Makasih ya,” ucap Ferdi setelah membuka pintu mobil
majikannya.
Suci terheran-heran. Sama sekali ia tidak mengerti
apa yang dimaksud.
“Kamu mungkin bertanya-tanya tentang hal ini. Tapi
cukup kamu tahu, aku berterima kasih untuk segalanya,” tersenyum menawan.
Dan, sebelum senyuman maut itu akan menghanyutkannya
ia lebih memilih ingin cepat masuk ke panti asuhan untuk bertemu beberapa anak
yatim yang sudah ia janji sebelumnya.
“Kakak cantik udah datang,” kata seorang anak yang
berteriak memberitahukan kepada teman-temannya yang lain.
Segerombolan anak mungkin hampir semua yang tinggal
di Panti Asuhan Cahaya Melati menyambut Suci dengan riang gembira, memeluknya
bahkan sebelum ia sampai di pintu masuk. Suci pun sangat bahagia. Sementara
pemuda yang sudah menjadi supirnya juga merasa damai.
“Ini senyum yang paling aku rindukan di wajahmu,”
pekiknya dalam batin.
“Nak Suci mari masuk! Anak-anak, persilahkan dulu
Suci masuk,” kata Ibu panti yang juga datang menyambut kedatangan Suci.
Anak-anak yang baik. Mereka langsung menurut dan
membantu Ferdi yang membawa barang ke dalam panti. Suci yang juga berniat
membawa langsung dihalau.
“Kamu tidak usah membawa, biar aku aja sama
anak-anak,” mata Ferdi teduh dan tulus.
Siapa saja yang menyaksikan bisa membaca tentang
rasa yang dimiliki seorang supir kepada majikannya. Serentak anak-anak
meledeknya. “Ciye....”
Kembali ia mengambil langkah seribu menuju aula
panti tanpa bicara apapun. Jangan sampai wajah yang kemerahan terlihat.
Sebelum pembagian hadiah kepada anak-anak panti,
sebelumnya Suci mengajak mereka mengaji bersama dan betapa terkejutnya ketika
Ferdi menawarkan diri meminta untuk menjadi pemimpin dalam mengaji.
Suaranya syahdu, seakan membuat siapa saja yang
mendegar terkesima dan mengantarkan kepada keMaha Besaran Allah Swt. Dia telah
menciptakan seorang pemuda yang tidak hanya rupawan karena parasnya yang
memikat, melainkan suaranya yang merdu ketika melantunkan ayat-ayat-Nya. Allah
memang Maha Besar.
Waktu mengalun. Selesai juga mengaji, berdoa bersama
pun juga dengan pembagian hadiah. Suci
dan Ferdi pamit pulang. Walaupun Suci sempat lagi-lagi Suci harus sebisa
mungkin menyembunyikan kemerahan wajahnya, saat salah satu anak panti yang
bernama Alif mendoakannya agar berjodoh dengan Ferdi. Pun Ferdi sendiri
secepatnya mengaminkan.
“Anak-anak tidak boleh ngomong seperti itu. Aku sama
kakak Ferdi cuma teman aja koq,” katanya mencoba membelokkan suasana.
Ferdi hanya membiarkannya.
“Aku pesan ya sama kalian. Terus rajin belajar,
belajar ilmu agama dan di sekolah. Supaya kalian jadi orang-orang hebat nanti.
Okay?” Suci mengangkat jempolnya.
“Siap kak,” serentak lagi mereka mengiyakan.
“Kalau begitu kakak Ferdi dulu ya. Ibu, aku pergi
ya. Assalamualaikum wr.wb,” katanya pamit pulang.
“Assalamualaikum wr.wb.,” Ferdi juga mengucapkan
salam.
Ibu panti dan anak-anak asuhan menjawab salam
bersamaan. Mereka melambaikan tangan saat keduanya sudah melaju dengan mobil.
Selama di perjalanan, diam-diam Ferdi tersenyum
melihat Suci yang seperti salah tingkah. Dia juga tidak berani berbicara, takut
kalau-kalau asal ia akan kemerahan lagi.
Pict source: imgrug.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar