post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 01 Januari 2018

Still Hoping (14)



BELAJAR
“Walaupun aku tahu hati ini untukmu, tapi kurelakan menderita asalkan kau bahagia”

Asalkan kau bahagia yang dipopulerkan oleh Armada. Lagu itu sanga disukainya beberapa waktu. Sama sekali tidak akan bosan meskipun play beberapa kali di ponselnya, namun kali ini setiap liriknya memangku di setiap sudut hati. Ah. Kenapa cinta terasa berat? Benarkah apa yang dikatakan orang-orang bahwa cinta pertama tak selalu mulus meskipun sampai mati tidak akan bisa dilupakan? Batin Cantik mengais.

Memang tidak bisa dibohongi bahwa cinta sudah merasuk ke dalam jantungnya, tetapi tidak berarti ia harus selalu merasa terbebani. Semua akan indah seiring waktu selama hati ikhlas menerima segala ketentuan-Nya. Lebih baik sekarang mempersiapkan diri untuk kuliah perdana.
Ya, dalam waktu seminggu ia akan mengikuti kuliah perdana di Kampus Darma. Di sana ia tidak hanya akan satu kampus dengan suami kontraknya, melainkan juga Luna. Dan, adegan menyesakkan kembali terulang saat menyentuh mata Digta dan Luna begitu bahagia ketika bertemu.
“Kamu ada kelas pagi ini? Koq pagi amat datangnya?” diiringi senyum manis di wajah Luna
Hah. Pemuda mana yang tidak akan jatuh hati padanya? Senyumannya yang menawan membuat siapa saja merasa damai kala melihatnya. Pekik Cantik yang coba disamarkan dengan membalas senyuman ringan.
“Aku sebenarnya tidak ada kelas, aku hanya ngantarin Cantik,” kata Digta, matanya begitu bersinar melihat gadis yang disukainya.
“Oh. Jadi, kamu mau nungguin Cantik?” tiba-tiba berubah menjadi masam.
Digta bingung. Entah apa maksud Luna bersikap demikian? Untungnya Cantik buru-buru menjawab.
“Tidak koq, dia langsung mau pulang. Ia kan?” memberi kode pada Digta.
“Oh. Bagus deh. Kalau begitu bisa ke kantin dulu. Temani aku sarapan?” Luna memberi tawaran.
“Tentu,” kata Digta tanpa pikir panjang dan kemudian melihat ke arah Cantik.
“Kalian pergi aja. Aku mau ke auditorium. Soalnya saya mau duduk paling depan,” walau sebenarnya ingin sekali ikut.
“Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang!”
Luna menarik Digta seenaknya dan mengabaikan gadis yang jelas-jelas sudah menjadi istri sahabatnya. Ada perasaan tidak enak mencuat di bilik hati Digta, untungnya dari jauh Cantik mencoba memberi kode dengan senyuman ringan. Kemudian ia berjalan sendiri, dari parkiran menuju auditorium. Sepanjang langkahya ia terus memikirkan kedekatan suaminya dan Luna dan begitu menyesakkan jiwanya. Meskipun ingin sekali menghentikan dan berada di antara mereka agar tidak ada cinta yang bersemi, pun sama sekali tidak bisa. Sudah terlambat. Digta sudah mencintai Luna sejak lama. Kehadirannya yang sama sekali tidak diharapkan sebenarnya adalah penghalang. Jadi, tidak ada alasan untuk menganggu mereka. Asalkan Digta bahagia, bukankah itu sudah cukup?
Belajar. Ya, memang pertama kalinya ia belajar mengikhlaskan hatinya tersakiti. Selama ini apapun yang hatinya mau harus selalu terwujud, keegoisan akan timbul dan menyebabkan banyak masalah. Hanya saja semua sudah berbeda. Ia sudah menjadi seorang mahasiswi, pikirannya yang sejak SMA masih kekanak-kanakkan, egois dan tidak perduli kebahagiaan orang lain harus dibuang jauh-jauh.
Belajar mengikhlaskan hati untuk sakit memang tidaklah gampang, apalagi ketika ingin melangkah rasanya perih tak tertahankan. Namun bagaimana lagi, sudah menjadi jalannya. Ada satu hal yang pasti bertahan dalam dirinya tentang Tuhan yang sudah menggarikan bahwa orang baik akan mendapatkan orang baik pula. Ia hanya perlu menunggu dengan kesabaran.

pict source: www.anakcemerlang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar