BELAJAR
“Walaupun
aku tahu hati ini untukmu, tapi kurelakan menderita asalkan kau bahagia”
Asalkan
kau bahagia yang dipopulerkan oleh Armada. Lagu itu sanga disukainya beberapa
waktu. Sama sekali tidak akan bosan meskipun play beberapa kali di ponselnya,
namun kali ini setiap liriknya memangku di setiap sudut hati. Ah. Kenapa cinta terasa berat? Benarkah apa yang
dikatakan orang-orang bahwa cinta pertama tak selalu mulus meskipun sampai mati
tidak akan bisa dilupakan? Batin Cantik mengais.
Memang tidak bisa dibohongi bahwa cinta sudah
merasuk ke dalam jantungnya, tetapi tidak berarti ia harus selalu merasa
terbebani. Semua akan indah seiring waktu selama hati ikhlas menerima segala
ketentuan-Nya. Lebih baik sekarang mempersiapkan diri untuk kuliah perdana.
Ya, dalam waktu seminggu ia akan mengikuti kuliah
perdana di Kampus Darma. Di sana ia tidak hanya akan satu kampus dengan suami
kontraknya, melainkan juga Luna. Dan, adegan menyesakkan kembali terulang saat
menyentuh mata Digta dan Luna begitu bahagia ketika bertemu.
“Kamu ada kelas pagi ini? Koq pagi amat datangnya?”
diiringi senyum manis di wajah Luna
Hah. Pemuda mana yang tidak akan jatuh hati padanya?
Senyumannya yang menawan membuat siapa saja merasa damai kala melihatnya. Pekik
Cantik yang coba disamarkan dengan membalas senyuman ringan.
“Aku sebenarnya tidak ada kelas, aku hanya ngantarin
Cantik,” kata Digta, matanya begitu bersinar melihat gadis yang disukainya.
“Oh. Jadi, kamu mau nungguin Cantik?” tiba-tiba
berubah menjadi masam.
Digta bingung. Entah apa maksud Luna bersikap
demikian? Untungnya Cantik buru-buru menjawab.
“Tidak koq, dia langsung mau pulang. Ia kan?”
memberi kode pada Digta.
“Oh. Bagus deh. Kalau begitu bisa ke kantin dulu.
Temani aku sarapan?” Luna memberi tawaran.
“Tentu,” kata Digta tanpa pikir panjang dan kemudian
melihat ke arah Cantik.
“Kalian pergi aja. Aku mau ke auditorium. Soalnya
saya mau duduk paling depan,” walau sebenarnya ingin sekali ikut.
“Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang!”
Luna menarik Digta seenaknya dan mengabaikan gadis
yang jelas-jelas sudah menjadi istri sahabatnya. Ada perasaan tidak enak
mencuat di bilik hati Digta, untungnya dari jauh Cantik mencoba memberi kode
dengan senyuman ringan. Kemudian ia berjalan sendiri, dari parkiran menuju
auditorium. Sepanjang langkahya ia terus memikirkan kedekatan suaminya dan Luna
dan begitu menyesakkan jiwanya. Meskipun ingin sekali menghentikan dan berada
di antara mereka agar tidak ada cinta yang bersemi, pun sama sekali tidak bisa.
Sudah terlambat. Digta sudah mencintai Luna sejak lama. Kehadirannya yang sama
sekali tidak diharapkan sebenarnya adalah penghalang. Jadi, tidak ada alasan
untuk menganggu mereka. Asalkan Digta bahagia, bukankah itu sudah cukup?
Belajar. Ya, memang pertama kalinya ia belajar
mengikhlaskan hatinya tersakiti. Selama ini apapun yang hatinya mau harus
selalu terwujud, keegoisan akan timbul dan menyebabkan banyak masalah. Hanya
saja semua sudah berbeda. Ia sudah menjadi seorang mahasiswi, pikirannya yang
sejak SMA masih kekanak-kanakkan, egois dan tidak perduli kebahagiaan orang
lain harus dibuang jauh-jauh.
Belajar mengikhlaskan hati untuk sakit memang
tidaklah gampang, apalagi ketika ingin melangkah rasanya perih tak tertahankan.
Namun bagaimana lagi, sudah menjadi jalannya. Ada satu hal yang pasti bertahan
dalam dirinya tentang Tuhan yang sudah menggarikan bahwa orang baik akan
mendapatkan orang baik pula. Ia hanya perlu menunggu dengan kesabaran.
pict source: www.anakcemerlang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar