BUKAN
PEMBERONTAK
Assalamualaikum. Namaku
Kitty Nania. Suka menonton Drama Thailand dan baru saja mengantar sampai ke
pintu suami tersayang yang berangkat kerja. Aku akan menceritakan bagiamana
kisah perjalanan cintaku dengan sang suami.
***
Siang, itu, di
Universitas Bina Bangsa, pada bulan September tahun, sebelum kuliah perdana
semua mahasiswa baru diwajibkan ikut orintasi kampus masing-masing fakultas. Aku
masuk dengan semua panitia ospek Fakultas Tekhnik di auditorium untuk memberikan pengarahan
kepada mereka tentang kegiatan selanjutnya.
“Assalamualaikum
wr.wb,” kataku dengan lantang.
“Waalaikumsalam
wr.wb,” jawab mereka serentak tetapi dengan keadaan sedikit lemas karena sudah
duduk dari jam delapan pagi, sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas.
Suara
yang lemas itu membuat emosiku bangkit, ditambah dari sekian banyak mahasiswa
baru hanya beberapa yang menjawab. Suaraku kembali sedikit lantang untuk memperingatkan
mereka, bahwa menjawab salam hukumnya wajib dan meskipun gugur ketika sudah ada
yang menjawab, tetapi alangkah baiknya kalau mulut yang diberikan oleh Tuhan
kita gunakan dengan baik, salah satunya adalah menjawab salam.
Assalamualaikum wr. wb.
Kataku sekali lagi dan kali ini dijawab oleh semuanya. Suara menggema di setiap
sudut auditorium. Siapa saja yang di sekitarnya pasti mendengar.
Detik
itu, aku sedikit bersyukur karena mereka mendengarka dan melaksanakan dengan
baik apa yang aku perintahkan. Tapi tetap saja, aku belum menampakkan keramahan
kepada mereka begitu pula teman-teman yang lain. Sudah menjadi kesepakatan
bersama saat di ruang rapat. Kemudian, aku memberikan sedikit penjelasan
bagaimana kegiatan selanjutnya sampai pada akhirnya.
“Ketika
kalian sudah mengikuti semua kegiatan ospek, maka kalian akan mendapatkan
gelang fakultas teknik, yang selama ini menjadi kebangaan mahasiswa fakultas
teknik,” kataku memperlihatan gelang itu.
Saat
itu semua mahasiswa baru terperangah, kecuali salah satu pemuda yang berada di
tengah-tengah sedang sibuk memberikan sapu tangan kepada salah satu temannya
yang berkeringat. Aku berteriak memanggilnya ke depan.
“Perkenalkan
siapa dirimu dan nomor peserta ospekmu,” kataku dengan suara keras.
“Namaku
Singto Rian, nomor 003,” katanya namun dengan suara yang lebih rendah.
“Apa
kamu kesalahan apa yang sudah kamu lakukan?”
“Tidak
kak. Saya tidak melakukan kesalahan apapun.”
“Kamu
pikir aku buta?”
“Tidak
kak. Kakak tidak buta.”
Kesal.
Aku menderuhkan nafas berat. Selama menjadi panitia ospek baru kali ini ada
mahasiswa baru yang selalu menjawab perkataanku.
“Apa
kamu lihat gelang ini?” kataku sambil memperlihatkan gelang kebanggaan fakultas
tekhnik seperti yang aku bicarakan.
“Ia
kak, aku lihat,” katanya tetap tenang.
“Bagaimana
kalau aku tidak akan pernah memberikanmu?” intonasi marah.
Butuh
beberapa detik ia berpikir, sampai ia menjawab, “Aku akan menjadikan kakak
soulmate, sehingga aku bisa memintanya gelang berharga itu dan kakak
memberikannya dengan senang hati,” kata Singto yang membuat amarahku semakin
meledak dan nyaris saja ingin memutusnya. Untung ada Nini, yang memegang
tanganku.
Beberapa
mahasiswa baru ada yang takjub melihat Singto yang berani melawan ketua ospek
yang meskipun sangat perempuan, namun nampak sangat kejam. Ada pula yang
ketakutan melihat pertengkaran dan berharap segera terelai.
“Baiklah,
kamu buktikan kalau begitu,” kataku kemudian mempersilahkannya kembali duduk
dan melanjutkan memberikan pengarahan.
Dasar pemberontak. Pekikku.
***
Special
Aku sangat kehausan.
Sudah memberikan pengarahan kepada semua mahasiswa baru dan bahkan hampir
bertengkar hebat dengan salah satu dari mereka. Aku berjalan sendiri ke kelas
mengambil tas. Namun di atas mejaku, aku mendapati es susu pink kesukaanku dan
selembar kertas bertuliskan kata-kata romantis yang membuatku ingin tahu siapa
yang melakukannya.
Sebuah
bayangan muncul di pintu, aku mengejarnya namun tidak kudapati. Aku beranjak ke
serambi kelas dan tetap memegang es susu pink. Tiba-tiba seorang junior yang
kucap sebagai pemberontak menatapku lekat yang keberadaannya berada di gedung
lantai dua yang menyamping dengan gedung kelasku. Beberapa detik mata kami saling menantang dan
aku merasakan perasaan yang tidak biasa. Segera kumembuang wajah, pura-pura tidak
merasakan apapun, hanya saja ia terus melihat dengan teduhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar