PEMBELA
“Karena
memang kita harus saling tolong menolong”
“Apa kamu tahu kalau
kamu menghilangkannya, maka kamu tidak akan dapat lagi?” bentakku pada salah
satu mahasiswa baru yang menghilangkan id cardnya.
Wajah
gadis berhijab putih itu sama seperti maba lainnya pucat, tetap menunduk dan
tidak bisa berucap apa-apa.
Kemudian,
asli saya begitu kesal dengan Singto. Pemuda yang saya anggap pemberontak,
sekarang dia bersikap sebagai pahlawan memberikan id carnya kepada gadis itu,
bahkan memakaiannya. Aku langsung menegurnya dan mengatakan bahwa di sini bukan
pertunjukkan super hiro.
“Maaf
kak, aku tidak bermaksud begitu,” katanya mencoba membela diri.
Kali
ini aku tidak akan membiarkannya berbuat sesukanya, aku pun mengancamnya kalau
ia tetap memberikan id cardnya maka kegiatan selanjutnya ia tidak akan bisa
ikut.
“Meskipun
begitu kak, aku tidak akan mengambilnya kembali,” tegasnya dan dengan mata
teduh menatap.
Ingin
kujawab dengan lantang, tetapi kutahan sambil kukepel tangan ini.
“Baiklah,
kalau begitu kita akhiri pertemuan hari ini dengan mengucapkan hamdalah.”
Semua
yang ada di auditorium mengucapkan Alhamdulillah.
Semua
mahasiswa baru keluar dengan tertib sementara semua panitia tinggal sebentar
untuk rapat.
***
Suasana rapat
mencekang, bagaimana tidak saat beberapa panitia memberikan saran dengan aura
marah bahwa aku terlalu lembek kepada maba, sampai-sampai dari mereka ada yang
melawan.
Singto,
pikirku.
Tidak
harus membalas keras perkataan teman-teman panitia yang juga sangat berperan
penting dalam suksesnya kegiatan penerimaan maba. Lagian mungkin benar apa yang
mereka katakan, pun walau merasa aku sudah melakukan apa yang aku bisa, karena
sisi hati lain mengatakan jangan sampai membuat maba tersiksa.
“Baiklah,
saya mengerti apa yang teman-teman coba sampaikan. Tapi kita harus tetap
mengontrol kegiatan kita, agar jangan terlalu memberatkan maba.”
“Ya
benar, apa yang dikatakan Kitty,” Nini membela dan menambahkan setelahnya bahwa
Ketua Jurusan selalu berpesan bahwa kita harus lebih mengutamakan kesabaran dalam
mengospek maba.
“Baiklah,”
semua berseru menjawab, termasuk aku.
“Terima
kasih ya Ni, kamu udah membela aku tadi di depan teman-teman,” kataku setelah
selesai rapat.
Dia
memberikan senyum ringan dan merangkulku hangat. Sudah seharusnya sesame
panitia apalagi sahabat saling membantu.
***
Waktu berikutnya
datang, di mana aku memperlihatkan bagaimana hukuman berat yang akan menimpa kalau
menjadi mahasiswa pemalas, selamanya hanya akan menjadi pecundang.
Aku
memberikan contoh dengan mengambil sampel panitia mahasiswa semester tiga.
Mereka diberikan hukuman dengan scout jump dua ratus kali. Kemudian memberikan
penjelasan pada mahasiswa baru bahwa bagi mereka yang pemalas hanya akan
menjadi pesuruh di masa depan.
Singto
bangkit lagi, bagai pahlawan yang siap menolong korban. Dia memang selalu cari
masalah, padahal apa yang diberikan hanyalah sebuah contoh. Tetapi tetap saja
dengan lagak pahlawan, Sing ingin menggantikan mereka dihukum.
Aku
kembali marah besar. Siapa dia selalu ingin dituruti kemauannya? Aku menyuruhnya
keluar dari auditorium, kalau dia tidak mau mengikuti apa yang aku perintahkan.
Maka kegiatan seterusnya dia tidak akan bisa mengikuti.
Saat
itu, aku menang, dia tidak bisa berbuat apa-apa dan berbalik pergi dengan
langkah berat. Sesekali ia menoleh, berharap ada yang akan memanggilnya. Dan,
benar semua teman memanggilnya dan mengatakan bahwa ia ingin bersama Singto
menggantikan seniornya yang semester tiga untuk dihukum. Ah, aku marah dan
tersentuh.
***
Special
Sing tidak bisa berbuat
apa-apa. Dia hanya berjalan berat menuju kelas sambil memandangi mereka yang
memakai id card. Berat bagi dirinya untuk tidak ikut, ada alasan lain selain
ingin mendapatkan pengalaman berharga mengikuti ospek. Alasan yang belum bisa
dibeberkannya, namun berjanji suatu hari ia akan mengungkapkannya dengan
sepenuh hati.
Alhamdulillah.
Alangkah terkejutnya dirinya, saat menemukan id card baru di dalam lokernya.
Serasa beban berat di kepalanya enyah di bawa angin. Entah siapa yang
memberikannya, dia sangat penasaran. Dia celingak-celinguk tetapi di kelasnya
sudah tidak ada orang. Tidak mungkin temannya, karena dari mana dia bisa
mendapatnya, hanya senior yang bisa melakukannya. Pikirnya tanpa berhenti
tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar