post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 02 Agustus 2016

TAK INGIN BERPISAH (Tak tertinggal kenangan sayup matamu Semampuku meraup tangisan di naungan rindu tak bertepi)




            Pemuda bermata sayup itu menahan gemuruh. Sesekali memejam agar gelap mengambil alih perasaan yang sendu dan entah ingin diapakan. Saat takdir mengambil alih kehidupan indahnya. Gadis yang sudah menemani hidupnya belakangan. Gadis yang tabah mengiringi langkahnya dalam keadaan apapun dan gadis yang akan selalu menempati sudut pertama di hatinya.
            Seseungguhnya kalau jalan hidup bisa digenggam, ingin sekali merubah jalan ini. Masih ingin bersama. Belum ada kebahagiaan berarti yang dia lakukan untuknya. Belum ada. Memberi seperti dia yang selalu datang saat dibutuhkan. Seandainya bisa merubah jejak hidup.
            Pemuda berkemeja hitam itu menghela nafas panjang. Tetesan-tetesan batinnya yang menyebar di lekuk wajah meski ketampanannya  tetap menebar seolah membiarkan yang lain berpikiran seenaknya. Kakinya sangat sulit untuk berdiri, padahal sebentar lagi kekasihnya akan segera disholatkan, setelah dimandikan. Hhhh......
***
            Dia ingin mendekat. Lubang penasaran membelenggu yang segera dilonggarkan dengan aksi curi perhatian, sedikit pura-pura bodoh tapi dengan gaya sok cool, toh yang dipincut pun termakan.
            “Ruly, emang beneran kamu gak tahu mata kuliah sastra yang diajarin Pak Qadry? Padahal setahu aku kamu jago loh waktu SMP dulu, bahkan sempat pensi di depan guru dan teman-teman,” Alif menggumam tak mengerti.
            “Itukan beda Lif, andainya ada yang bisa ajarin aku.”
            “Oh, aku tahu Yuri aja ajarin. Entar aku bilangi, dia kan sepupu aku,” sambil mengerdipkan mata pada gadis yang dibicarakannya.
            “Ah, gak Alif... Takut ganggu, pasti dia sibuk belajar buat persiapan ujian dua minggu lagi.”
            “Ia-ia nanti aku bantuin,” karena memang mendengar semua percakapan mereka dari tadi, Yuri setuju walau sebenarnya benar apa yang dikatakan tentang persiapan ujian itu.
            Waktu meriang, berayun bahagia dalam uluran seperti yang dikehendaki. Lalu benih-benih perasaan pemuda itu semakin terhias, ayu, kelembutan dan senyumnya bak matahari menyenandungkan sinar di pelepah hidup. Lalu kebersamaan demi kebersamaan bergayut di relung masing-masing, kini yang diincar pun sama.
            Tuhan, inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama di saat gemuruh hati tak karuan ketika dekat dengannya? Perasaan di mana seperti terbang di awan-awan, bahkan mungkin bisa mendekati surga kenyamanan yang diimpikan oleh semua orang. Atau hanya halusinasi sementara.
            “Li....”
            Nadanya begitu lembut. Merdu.
            I’m falling in love, desisnya tanpa sadar. Menaruh penasaran di benak gadis yang sekarang mengajarinya akting, lantas bertanya kepada siapa hatinya berlabuh.
            Kamu.
            Berkesinambungan di aura bunga-bunga mimpi, nyata atau belakakah? Dengan sendu Ruli menatap penuh kasih sembari seolah sadar dengan apa yang telah diucapkan. Pelan, seperti amnesia.
            “Aduh, kita sudah sampai di mana? Oh ya yang ini bagaimana ekspresinya? Sepertinya sedih deh, boleh gak ekspresi sedih tapi dialognya senang.”
Yuri tersenyum, menandakan terkesima.
            Dan, mata cokelat pemuda itu kembali terperangkap dalam keindahan duniawi. Begitulah dia, tudung pink bercorak polos namun cocok dengan kulit putih dan wajah ayunya, di tambah dress muslimah plus princess kini menjadi gaun Yuri di pensi sekolah, berjalan anggun naik d atas panggung, menujunya dan bukan cuma Ruly, penonton pun sama – Pertunjukkan drama sekolah “Cinderella” dengan keduanya menjadi pemeran utama.
            Semoga berlabuh di kedalaman hati yang sama. Percaya, cinta menuntun pada pemiliknya, cinta tak mungkin salah.
            Happy ending. Sambil berdansa dengan romansa yang begitu di dalami. Berchemistry. Kebahagaiaan yang tak mungkin tergantikan. Kian mencucutkan perasaan ingin menyampaikan hasrat? Tapi bukankah sudah? Ah, itu belum serius.
            Esok ingin ditekadkannya untuk mengungkap satu kata yang selama ini sangat sulit terucap, terpenggal dalam batiniyah yang selalu menyoraki. Besok atau tidak sama sekali, jangan menunggu sampai waktu mengambil.
            Tapi sebelum tertuang dalam lontaran kalimat-kalimat lembut, perasaanya dikesampingkan karena yang dipilih sangat serius mempersiapkan diri mengikuti seleksi beasiswa. Mungkin bisa saja dikatakan, tapi sekiranya akan menganggu konsentraisnya nanti. Apalagi kalau baru jadian, bawaannya kan mau berduaan melulu. Oh, bukan ini yang diinginkan. Mengganggu apalagi sampai membuat keinginan Yuri meraih beasiswa lululantah hanya sebuah nafsu cinta. Lebih baik menyemangati dan membantunya belajar, walaupun tahu pasti kali ini dia bisa mendapatkannya.
Ruli mendekat, menutup mata Yuri dari belakang.
“Siapa nih.... Gak tahu apa lagi serius membaca?” tanya gadis berpenutup kepala itu sambil memegang tangan yang sulit terpelas dari wajahnya.
“Biar aku bacain ya. Nanti kamu nyimak aja,” jawab pemuda bermata sayup dengan membiarkan sang pujaan melihat terang.
Oh my God, Yuri kaget namun senang.
Perlahan, syarat-syarat dokumen yang harus dipersiapkan bagi calon penerima beasiswa berperestasi dibaca jelas olehnya. Sementara dengan sigap Yuri mencatat. Terulur bantuan kembali. Semakin dekat saja. Dari kejauhan Alif memandang dengan sunggingan menawan Sahabat dan sepupunya sepertinya dalam pendekatan.
Satu hari itu tiba. Dengan motor ninja biru, diboncengnya Yuri ke sekolah, memecah jalan dengan raungan keras. Sampulan menawan yang mengiringi perjalanan keduanya harus terganti dengan kesedihan. Motor mogok di tengah jalan, mencari tukang ojek, bajaj dan taxi pun sepertinya kompak menghilang.
“Maaafkan aku ya..... gara-gara aku, kamu kehilangan beasiswa.”
Ruly menyeka air mata dengan sapu tangan biru di wajah gadis yang ingin menahan hujan di sampulannya, namun semakin deras.
Setiap air matamu yang jatuh begitu menyayat batin ini melihatnya, menandakan aku gagal melindungimu. Oh, Ruli menahan sakit.
Hati pemuda bermata sayup semakin duka, tatkala hari-hari berlalu dilalui Yuri dengan diam, begitu menyiksa dirinya sendiri. Seribu cara ditempuh untuk tak terlihat murung di depannya, tapi ia tahu pasti gadis itu masih belum bisa menerima kenyataan beasiswa yang kali ini tak berpihak.
Ya, meski bukan waktu tepat menyatakan isi perasaan yang selama ini terpendam, kali ini ingin diucapkan dan semoga bisa menjadi penghibur sekaligus jawaban doa-doa malamnya yang terlantun.
Pertemuan di taman sekolah dengan pakaian putih abu-abu, kemudian setangkai bunga mawar kesukaannya tak lupa dibawa pembuka pembicaraan. Bunga cantik untuk orang yang cantik.
“Ruli.... makasih,” suara yang memaksa senang. Oh, persis kemarin-kemarin. “Ri.... maafkan aku, mungkin aku tidak tahu diri, aku yang udah nyebabin kamu gagal menerima beasiswa kamu. Tapi, aku ingin kamu tahu satu hal aku gak pernah bermaksud itu,” sebelum lanjut. Ada air mata meleleh terlihat dari gadis pujaan hati.
“Dan....,” Yuri menyela, “Stop Li, aku gak pernah nyalahin kamu koq. Aku nyalahin diri aku sendiri, mestinya aku gak terus-terusan terlarut dalam sedih seperti ini. toh, pasti kan ada jalan lain.”
Kembali, sapu tangan biru itu menjadi penyeka kesedihan.
“Kamu benar, kamu gak boleh terus-terusan sedih. Aku tahu kamu itu cewek hebat, pasti nanti dapat beasiswa yang lebih besar,” sambil terus menghapus air mata Yuri.
“Dan, aku ingin kamu tahu satu hal. Sebenarnya aku...... aku.....”
Kusuka dirinya, mungkin aku sayang
Namun apakah mungkin kau menjadi milikku
Kau pernah menjadi, menjadi miliknya
Namun salahkah aku bila kupendam rasa ini
Nyaris saja terlontar, hp Yuri berdering. Panggilan dari mamanya yang panik karena ayahnya masuk rumah sakit.
“Apa? Ayah meni,,,, nggg.....al.”
Tak! Ponselnya terjatuh bersama tumbangnya diri. Pingsan.
Ruli dibuntuti ketakutan, sigap mengangkat Yuri. Ya Allah, apalagi ini? kenapa hujan lebat tiba-tiba melanda. Sebuah firasat buruk. Tapi, tak menghalau untuk terus berlari ke rumah sakit membawa Yuri. Kekahawatiran dan kecemasan masih terus merajam, bahkan sampai di rumah sakit dan dua jam menunggu di luar ruang rawat, Yuri masih belum sadarkan diri. Shock berat. Dan, ketakutan itu pun beralasan.
Masa berat, misteri kehidupan cintanya begitu mendung. Bahkan sebelum dimulai. Padahal, jika memang tidak bisa mulai, asal masih bisa melihatnya. Tapi, Tuhan memberi cobaan diluar dugaan.
End

1 komentar:

  1. saya ibu irma seorang TKI DI SINGAPURA
    pengen pulang ke indo tapi gak ada ongkos
    sempat saya putus asah apalagi dengan keadaan susah
    gaji suami itupun buat makan sedangkan hutang banyak
    kebetulan saya buka-bukan internet mendapatkan
    nomor MBAH SERO katanya bisa bantu orang melunasi hutang
    melalui jalan TOGEL dengan keadaan susah terpaksa saya
    hubungi dan minta angka bocoran SINGAPURA
    angka yang kemarin di berikan 4D yaitu 6377 TGL 01-09-2016
    ternyata betul-betul tembus 100% alhamdulillah dapat Rp.250.juta dalam bentuk uang indo bagi saudarah-saudarah di indo maupun di luar negeri
    apabila punya masalah hutang sudah lama belum lunas
    jangan putus asah beliau bisa membantu meringankan masalah
    ini nomor hp -> (-082-370-357-999-) MBAH SERO
    demikian kisah nyata dari saya tampah rekayasa
    atau silahkan buktikan sendiri..

    BalasHapus