post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Jumat, 01 September 2017

Nyawa Hidupku (Ihsan VS Irwan) Part 11



Fitri salah. Telah membongkar semuanya dan mengingkari pemberian hati yang terpercaya: penghianat. Salah sendiri kenapa begitu dan langsung percaya pada gadis berjibab yang pura-pura polos sepertinya. Aku sangka dia baik. Raut wajah tak pernah mengatakan demikian. Tidak! dia yang salah, lagian kalau bukan dia siapa lagi? atau ada orang lain yang juga mengetahui, tidak mungkin. Hanya Fitri.
“Yang sabar bro... Saat ini sulit bagi kamu, tapi kamu harus tahu kami selalu ada untukmu,” Yudha memegang bahu Ihsan.

“Benar San dan aku minta sama kamu jangan salahkan Fitri. Bisa jadi dia difitnah,” Irwan menambahkan.
Apa? Difitnah? Tidak mungkin, siapa juga yang mau fitnah dia?
“Maksud kamu apa belain gadis penghianat itu?” matanya meringkus.
“Aku tidak ada maksud apapun. Aku hanya......”
Belum selesai pembicaraan pemuda tinggi mirip Stuart Collin itu, satu tonjokkan melayang di wajahnya.
“Aku tidak suka ya, kamu belain dia.”
Jatuh. Lantas ingin membalas untungnya ada Yudha menengahi.
“Kenapa kalian jadi ribut begini? Ihsan dan Irwan kalian kan sahabat.”
Terpecah belah. Ya, bukan hanya hubungan dengan Fitri, tetapi Irwan juga.
“Mulai sekarang, aku tidak mau berteman dengannya lagi,” jelas Irwan, kemudian berbalik, menjauh, mengecil dari retina hingga menghilang.
Ah, semuanya hancur berantakan. Allah, ada apa sebenarnya?
Diantara bualan anak-anak Ihsan tetap sigap, toh hidupnya bukan untuk mereka. Harus tetap dihadapi, sepahit apapun hidup. Entah berapa lama harus dibully seperti ini.
“Kamu jangan berani menghina Ihsan lagi ya, kalau kalian gak mau berhenti aku akan lapor sama guru.”
“Ia, aku juga bakalan bantu kamu Sakinah.”
“Aku juga.”
Sakinah dan genknya muncul bak peri penolong.
“Makasih ya kalian sudah ada untuk aku. Di saat yang lainnya membenci,” tersanjung.
Hmmmm. Akhirnya Ihsan terperangkap juga. Padahal tidak tahu semua telah terencana. Siapa suruh tidak menerima cintaku dulu, dan perlahan sekarang dia pasti akan membuka hatinya. Hanya untuk Sakinah seorang.
“Sabat Fit, kebenaran pasti terungkap koq.”
“Benar, kebusukan pasti tercium juga. Percaya sama Allah, Dia akan selalu bersama hambanya yang sabar. Kami akan selalu percaya sama kamu,” sembari memegang tangan sahabatnya yang sekarang menatap jauh Ihsan bersama Sakinah dan genknya.
“Jangan menangis lagi, kami juga sedih kalau kamu begini terus,” Lia mengusap pipi sahabatnya yang basah.
“Terima kasih atas kepercayaan kalian. Aku benar-benar tidak tahu kalau tidak ada kalian, sahabat sejati aku.”
Sahabat adalah seseorang yang siap ada dalam setiap keadaan. Entah suasana senang yang mengundang tawa menawan atau kesakitan yang menusuk bertubi-tubi, seorang sahabat akan selalu ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar