post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Jumat, 01 September 2017

Nyawa Hidupku (Menjaga) Part 12




      
      Ihsan memang menghembuskan nafas kesal. Hanya saja kenapa deretan sayang itu kian bertambah, abadiah kah? Baru ini getaran tubuh abnormal. Benci malah menuntun dekat. Ha, yang benar saja, abnus kemarahan tidak akan hilang begitu saja. Menguras logika, sakit yang tak ahdiat. Sebaiknya dibiarkan saja dibully oleh Sakinah dan genknya, ajab itu pantas untuk cewek sok polos itu.
            “Gara-gara kamu Ihsan ditertawakan dan dipermalukan. Kamu harus mendapat pelajaran dari kami.”

            “Kamu harus menerima ini,” sambil menumpahkan cairan busuk di kepala Fitri.
            “Hahahahahahahah.”
            Tawa berdentang. Tak perduli tangis yang disiksa. Kemana Lia dan Ulfa? Kenapa membiarkan sahabatnya disiksa, diseret ke gudang kemudian dibubuhi cairan busuk dan sekarang tepuk. Kalau saja adonan, mungkin gadis berpenutup kepala itu akan digoreng.
            “Hentikan Sakinah! Kalau tidak akan kuberitahu Guru BP atas perlakuanmu ini,” Irwan muncul bak pahlawan kesiangan.
            “Kak kenapa kamu belain dia? Apa kamu suka sama dia?”
            Pertanyaan berat. Butuh waktu menetralisirnya.
            “Kenapa diam saja, cepat jawab?” kali ini Sakinah yang membentak.
            “Cukup! Aku tidak senang saja, Fitri diberlakukan buruk sama kalian. Aku peringatkan sekali lagi, hentikan dan pergi dari sini.”
            “Kak, aku ini adik kamu dan Fitri bukan siapa-siapa.”
            “Memang dia bukan siapa-siapa, tapi dia lebih baik dari pada kamu. Camkan itu.”
            Persteruan saudara.
            Oh, ternyata gadis ini tidak bisa dianggap remeh. Bisa merebut dua hati cowok sekaligus. Pekik batin gadis berwajah bulat itu semakin membenci Fitri. Dan, pergi bersama sahabat-sahabatnya.
            “Fitri...... apa yang telah terjadi sama kamu? Apa Sakinah menyiksa kamu.” Ulfa datang walaupun terlambat.
            “Maafkan kami Fit, sebagai sahabatmu kami tidak bisa menolongmu. Kami memang tidak berguna,” Lia menyalahkan diri. Sepasang mata bulatnya menyipit mengeluarkan air bening.
            “Ini bukan kesalahan kalian. Ini memang pantas untukku. Ihsan saja marah kepadaku, meskipun aku belum mengerti,” sambil mengusap air mata sahabatnya.
            “Sudah, lebih baik kalian bantu Fitri membersihkan diri,” tukas Irwan.
            “Ia, aku akan cari baju ganti. Pakaian olahraga aja ya,” Ulfa bergegas ke ruangan.
            Almasih. Entah dari mana datangnya seragam sekolah ini? kenapa ada di meja Fitri. Ulfa menenengok ke pintu, jendela dan setiap sudut sekolah tak ada siapapun. Hanya ada secarik kertas “To Fitri, don’t be sad but always happy.”
            Siapa ya? Apa Ihsan? Tidak mungkin, Ihsan kan sangat membencinya. Irwan? Tidak, dia ada bersama Fitri dan Lia di sana. Dan ini siapa? Apakah pengagum Fitri yang lain? Hhhhh. Siapa saja pasti dia baik, tahu bahwa Fitri benar-benar membutuhkan ini. Pekik gadis itu an berlari ke pada sahabat-sahabatnya yang sudah menunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar