“Dasar cewek tukang fitnah.... hu....”
“Kamu tidak pantas sekolah di sini, dasar tukang
fitnah.”
“Tidak akan yang mau sama kamu kalau sikapmu begitu,
tukang fitnah.”
Tukang fitnah.
Ah. Muak mendengar kata itu. Nyaris saja membalas bualan mereka. Tapi tidak mungkin
mereka terlalu banyak. Fitri, semua ini gara-gara kamu.
“Rasain nih, ayo lempar terus dia....”
Beginikah
rasanya dibully, dianggap lemah di mata-mata orang. Mungkin ini yang dirasakan
Fitri dan semua yang pernah kubully. Nurani terbuka.
“Ayo lempar sampai kalian puas,” teriak gadis
berwajah bulat itu.
Tuhan, apakah
ini balasan dari semua perbuatan jahatku. Menangis.
“Stop! Atau tidak kami akan lapor sama guru,” ancam
Tina.
Sahabat baik tidak akan membiarkan sahabatnya
terluka. Ramlah ikut merengkuh Sakinah yang sudah duduk dan melindunginya dari
lemparan-lemparan.
“Lapor sana memang kami takut sama kamu, kami juga
akan melaporkan semua perbuatanmu terhadap Fitri dan Ihsan,” seseorang siswi
yang dulu dibully sama mereka balik mengancam.
“Rasain ini, kamu juga pantas mendapatkannya,”
sebuah lemparan kertas, telor dan tepung pun terlempar kepada Ramlah dan Tina.
Merasakan
kembali perbuatannya, apakah ini karma.
“Hentikan, hentikan teman-teman, jangan lakukan ini.
Saya mohon!” Fitri mengiba.
Apa yang dilakukan
Fitri? Kenapa malah menolong, bukankah seharusnya dia tertawa? Senang melihat
orang memfitnahnya dibully.
“Kita tidak boleh membalas apa yang mereka lakukan
kepada kita, karena itu sama saja kita seperti mereka,” Fitri membela lagi.
“Tolong hentikan ya teman-teman. Aku percaya kalian
semua punya hati nurani baik, dan tidak akan dendam,” tambahnya.
“Kalau bukan karena Fitri yang menyadarkan kami,
kami tidak akan menghentikan semua ini. Kalian harus minta maaf dan berterima
kasih padanya,” ucap salah seorang.
Kemudian meninggalkan mereka berempat.
Tuhan, apakah
benar gadis di sampingku ini mempunyai hati seperti malaikat? Apakah dia tulus
mengatakannya kepada mereka? Atau hanya ingin mencari muka?
Sakinah tertimbun pertanyaan.
“Kamu gak apa-apa kan Sakinah?” tanyanya lembut.
Hah, matanya
memancarkan sinar ketulusan. Dia tidak mungkin bohong. Sakinah
memegang tangan Fitri. Ramlah dan Tina ikut mencair.
“Maafin aku Fit, maafin aku. Mungkin aku sudah jahat
banget sama kamu dan tidak pantas dimaafkan. Tetapi aku benar-benar sadar,
bahwa kamu orang baik dan tidak pantas untuk dijahatin.”
“Ia, Fit.... aku juga minta maaf atas semua
kesalahan kami.”
“Kami harap kamu tidak membenci kami, kami
benar-benar menyesal Fit.”
Sakinah and the
genk benarkah tulus minta maaf? Bukankah pura-pura atau belaka?
“Ia, aku dah maafin kalian koq, sebelum kalian minta
maaf,” tanpa pikiran mereka pura-pura, Fitri hanya tahu kalau Allah maha pemaaf
kenapa dia tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar