
“Makasih Fit, aku tidak tahu kalau kamu tidak tolong
aku, mungkin masih dibully sama teman-teman,” reflek memegang tangannya.
Mata saling menyentuh. Terjaga. Lantas ingin
melepaskan pegangannya.
“Sakinah, jangan makasih terus. Kita kan sudah jadi
teman,” cepat-cepat memegang kembali tangan gadis berwajah bulat itu.
Teman? Bisakah atau pantaskah?
Terheran. Bagaimana mungkin Fitri sudah akrab dengan
Sakinah and the genk. Lia dan Ulfa memandang dari kejauhan. Tidak bisa
dibiarkan. Bisa bahaya. Memberitahu Ihsan dan teman-temannya adalah yang
terbaik atau tidak Fitri mungkin akan terjebak lagi dengan cewek-cewek jahat
itu.
“Apa? Apa yang sebenarnya ingin dilakukan Sakinah
lagi?” Ihsan terkejut.
“Tidak mungkin Sakinah bisa berubah secepat ini, ini
pasti akal-akalannya saja,” bahkan kakaknya pun sama saja.
“Ia kak, makanya aku kasih tahu kalian mengenai hal
ini,” Ulfa mengangguk kepala.
Bertanya langsung. Haruskah? Tapi tidak mungkin dia
mau jujur. Dan, yang dibicarakan pun muncul.
“Kak Ihsan, Ka Irwan, Ka Yudha, Ulfa dan Lia, aku
juga minta maaf sama kalian, aku benar-benar menyesal atas apa yang aku lakukan
sama kalian,” tutur Sakinah bernada lembut.
Mata menyeruak? Kalau-kalau ada kebohongan di celah
sana. Benarkan menyesal.
“Aku akan lakukan apa saja asal kalian percaya,”
pintanya.
Kepercayaan memang sangat mahal, sekali roboh akan
susah sekali dibangun lagi.
Sakinah berlutut.
“Jangan Sakinah! Jangan merendahkan dirimu seperti
ini,” Fitri mencoba membangunkan.
“Tidak, biarkan saja Fit,” bertahan.
Kedua sahabatnya mengikut.
“Kami juga minta maaf atas apa yang pernah kami
lakuin bersama,” kata Tina.
Suasana ganjil. Apa yang harus dikatakan? Perlu
beberapa waktu berpikir. Tidak segampang itu. Mereka terlalu jahat. Perlakuan
mereka kemarin sudah melampaui batas. Maaf terlalu gampang.
“Ok, kami akan percaya, kalau kamu mau minta maaf
sama semua anak-anak di sekolah ini,” Ihsan menguji.
“Saya setuju,” Irwan berkutik.
Sementara Yudha entah kenapa sudah diam dari
kemarin-kemarin. Ada sesuatu tersembunyi di benak pemuda bermata sipit itu.
Benar saja, tidak lagi menggoda Sakinah. Apakah sadar bahwa dia bukan cewek
yang pantas untuknya.
“Apa kamu bisa lakukan itu Sakinah?” kata Lia ikut
menguji.
Tanpa berpikir panjang. Gadis berwajah bulat itu
mengangguk.
“Baik, aku akan lakukan apa yang kalian suruh. Tapi
setelah itu aku mohon maafkan aku. Walaupun kalian tidak bisa berteman dengan
kami, yang penting kalian memaafkan kami,” jelas Sakinah. Air matanya meleleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar