DEKAT
“Angin
yang membelai menyeretku ke lubang kesejukkan”
Ida penasaran.
Pemuda itu diam. Matanya berlari entah ke arah mana.
Mempersiapkan entah kalimat apa yang menguap dari bibirnya.
“Aku mau.... dekat dengan kalian semua, terutama
pada Suci,” jelasnya.
Butir air mata gadis bercadar itu menetes.
Meleguhkan nafas tertahan. Jangan sampai aliran
sungai di pipinya menjadi lautan. Buru-buru ia berlari entah ke mana. Membuat
kedua sahabatnya dan Ferdi kebingungan. Apakah perkataannya bisa menimbulkan
kesedihan? Bukankah seharusnya kesenangan?
Satu kali, dua kali mencoba mendekat memang ditolak
mentah-mentah, entah langsung kabur seperti sebelumnya atau menolak halus yang
pasti pemuda jangkung itu berusaha.
Dan, sepertinya takdir mengikuti kemauan hati,
ketika Bu Intan, Guru Seni Budaya menjadikan dirinya dan Suci pelakon utama
dalam drama untuk pensi sekolah, Ayat-ayat
Cinta.
“Bu.... Bisa tidak kalau perannya diganti saja.
Tidak usah saya,” sebelumnya Suci mencoba protes.
“Ia bu.... Aku saja.”
Saat itu pun untuk pertama kalinya Rini berpendapat
sama dengan gadis yang sangat dibencinya.
“Maaf ya anak-anak. Tidak bisa lagi. Soalnya ini
sudah dipatenkan guru Seni Budaya kelas X, XI dan XII,” jelas bu Intan, kemudian
mengakhiri kelasnya dengan mengucapkan salam.
“Beruntung banget ya Suci.”
“Andai aku jadi Suci, pasti bahagianya selangit.”
“Tuhan.... Sepertinya mereka akan jadi couple deh.”
Dan, masih banyak komentar teman-teman kelasnya yang
lain, termasuk kedua sahabat baru Suci yang ikut merasa senang.
***
Kurang lebih diberikan waktu dua minggu latihan.
Selama itu pula Ferdi selalu mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan gadis
yang selalu membuatnya penasaran, sebenarnya bukan saja tentang Kirana
melainkan perasaan lain yang entah kapan tumbuh di hatinya yang gersang dan perlahan
tumbuh subur.
“Ini minuman kamu dan juga handuk, sepertinya kamu
keringatan,” ucap Ferdi lembut di sela-sela mereka istirahat setelah latihan
drama.
“Makasih,” Suci tersenyum dengan matanya.
Deg-deg-gan. Jantungnya memompa darahnya dengan
cepat. Lidahnya kaku, padahal masih banyak yang ingin dikatakan pada gadis di
hadapannya. Ah. Senyumnya membuatnya
tidak kuat, sangat menawan, semakin mendebarkan jantungnya. Sebelum pingsang,
lebih baik sekarang ia menghindar.
“Aku ke sana dulu ya,” katanya dan buru-buru pergi.
Suci hanya geleng-geleng kepala. Semakin hari
tingkah laku Ferdi aneh kepadanya.
Berselang waktu, adzan Asyar berkumandang. Bu Intan menyuruh
semua siswanya yang sedang berkumpul di dalam auditorium untuk latihan drama,
dipersilahkan untuk segera menunaikan kewajiban.
Usai Sholat berjamaah, seperti biasanya Suci selalu
melantunkan ayat-ayat Allah dengan suara merdunya.
Subuhanallah.
Ferdi
dan hampir semua orang yang mendengarnya merasakan kesyahduan, seolah
mengantarkan kepada ingatan Kebesaran Allah, tentang Allah yang masih
memberikan nikmat, meskipun kadang terlupa dengan melakukan dosa-dosa. Sekilas
tampak pula dosa-dosa yang dilakukan selama ini, entah disengaja maupun tidak.
Allah.
Maafkan hamba yang bergumul dosa in.
Alhamdulillah,
Engkau masih memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri ini sebelum
terlambat.
Aku
janji ya Allah, akan menjadi manusia seutuhnya. Batin
Ferdi, tak sadar air matanya menangis.
Sadaqallahuladzim.....
Suci menutup alqurannya dan tersadar bahwa banyak orang yang sedang
memperhatikannya. Memberikan senyuman kepadanya, termasuk Ferdi.
Hah. Dan perasaan apa yang sedang mengganjal di
hatinya sekarang, ketika melihat sungginga menawan di sampul Ferdi? Kenapa ada
perasaan senang bergejolak. Allah. Jangan
bilang aku jatuh cinta padanya. Pintanya dalam batin, mencoba sebisa
mungkin menyembunyikan perasaannya.
Pict source: imgrug.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar