post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 29 November 2017

Baiduri (12)



DEKAT
“Angin yang membelai menyeretku ke lubang kesejukkan”

“Kakak bisa ulangi?”
Ida penasaran.
Pemuda itu diam. Matanya berlari entah ke arah mana. Mempersiapkan entah kalimat apa yang menguap dari bibirnya.
“Aku mau.... dekat dengan kalian semua, terutama pada Suci,” jelasnya.

Butir air mata gadis bercadar itu menetes.
Meleguhkan nafas tertahan. Jangan sampai aliran sungai di pipinya menjadi lautan. Buru-buru ia berlari entah ke mana. Membuat kedua sahabatnya dan Ferdi kebingungan. Apakah perkataannya bisa menimbulkan kesedihan? Bukankah seharusnya kesenangan?
Satu kali, dua kali mencoba mendekat memang ditolak mentah-mentah, entah langsung kabur seperti sebelumnya atau menolak halus yang pasti pemuda jangkung itu berusaha.
Dan, sepertinya takdir mengikuti kemauan hati, ketika Bu Intan, Guru Seni Budaya menjadikan dirinya dan Suci pelakon utama dalam drama untuk pensi sekolah, Ayat-ayat Cinta.
“Bu.... Bisa tidak kalau perannya diganti saja. Tidak usah saya,” sebelumnya Suci mencoba protes.
“Ia bu.... Aku saja.”
Saat itu pun untuk pertama kalinya Rini berpendapat sama dengan gadis yang sangat dibencinya.
“Maaf ya anak-anak. Tidak bisa lagi. Soalnya ini sudah dipatenkan guru Seni Budaya kelas X, XI dan XII,” jelas bu Intan, kemudian mengakhiri kelasnya dengan mengucapkan salam.
“Beruntung banget ya Suci.”
“Andai aku jadi Suci, pasti bahagianya selangit.”
“Tuhan.... Sepertinya mereka akan jadi couple deh.”
Dan, masih banyak komentar teman-teman kelasnya yang lain, termasuk kedua sahabat baru Suci yang ikut merasa senang.
***
Kurang lebih diberikan waktu dua minggu latihan. Selama itu pula Ferdi selalu mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan gadis yang selalu membuatnya penasaran, sebenarnya bukan saja tentang Kirana melainkan perasaan lain yang entah kapan tumbuh di hatinya yang gersang dan perlahan tumbuh subur.
“Ini minuman kamu dan juga handuk, sepertinya kamu keringatan,” ucap Ferdi lembut di sela-sela mereka istirahat setelah latihan drama.
“Makasih,” Suci tersenyum dengan matanya.
Deg-deg-gan. Jantungnya memompa darahnya dengan cepat. Lidahnya kaku, padahal masih banyak yang ingin dikatakan pada gadis di hadapannya. Ah. Senyumnya membuatnya tidak kuat, sangat menawan, semakin mendebarkan jantungnya. Sebelum pingsang, lebih baik sekarang ia menghindar.
“Aku ke sana dulu ya,” katanya dan buru-buru pergi.
Suci hanya geleng-geleng kepala. Semakin hari tingkah laku Ferdi aneh kepadanya.
Berselang waktu, adzan Asyar berkumandang. Bu Intan menyuruh semua siswanya yang sedang berkumpul di dalam auditorium untuk latihan drama, dipersilahkan untuk segera menunaikan kewajiban.
Usai Sholat berjamaah, seperti biasanya Suci selalu melantunkan ayat-ayat Allah dengan suara merdunya.
Subuhanallah. Ferdi dan hampir semua orang yang mendengarnya merasakan kesyahduan, seolah mengantarkan kepada ingatan Kebesaran Allah, tentang Allah yang masih memberikan nikmat, meskipun kadang terlupa dengan melakukan dosa-dosa. Sekilas tampak pula dosa-dosa yang dilakukan selama ini, entah disengaja maupun tidak.
Allah. Maafkan hamba yang bergumul dosa in.
Alhamdulillah, Engkau masih memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri ini sebelum terlambat.
Aku janji ya Allah, akan menjadi manusia seutuhnya. Batin Ferdi, tak sadar air matanya menangis.
Sadaqallahuladzim..... Suci menutup alqurannya dan tersadar bahwa banyak orang yang sedang memperhatikannya. Memberikan senyuman kepadanya, termasuk Ferdi.
Hah. Dan perasaan apa yang sedang mengganjal di hatinya sekarang, ketika melihat sungginga menawan di sampul Ferdi? Kenapa ada perasaan senang bergejolak. Allah. Jangan bilang aku jatuh cinta padanya. Pintanya dalam batin, mencoba sebisa mungkin menyembunyikan perasaannya.

Pict source: imgrug.org  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar