post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 21 November 2017

Baiduri (9)



SUCI
“Apakah hanya mimpi ketika benalu itu lenyap ketika menyentuhmu dengan mata”


Perjalanan hidup tidaklah mudah lagi. Sama sekali bukan keadaan yang dulu, kekuasaan menjadi penjamin kebahagiaan. Semua ditelan rasa bersalah dan entah sampai kapan harus menunggu, mungkinkah sampai usia tertutup bersama dosa-dosa masa lalu yang selalu menghantui?

“Aku berjanji akan membalas dendam, karena telah menyakiti perasaanku. Tunggu saja,” ucap Rini berapi-api.
Sementara mantan pacar tak henti meneror selama kurang lebih setahun berjalan. Menjadikannya bulan-bulanan agar jangan sampai bahagia. Padahal dia sudah cukup tahu masalah rasa bersalah kepada Kirana.
Hanya saja buku diary itu masih tersimpan rapi di laci kamarnya. Ada kepercayaan besar di dalam halaman hatinya, ada keajaiban akan terjadi selama berprasangka. Hari-hari serupa penantian tiada berujung dan sekali lagi bersama rasa bersalah. Sampai hari itur tiba, kemunculan gadis bercadar di sekolah.
“Assalamualaikum wr. wb. Ana Suci Mentari. Bisa panggil saya Suci. Saya berharap kalian bisa menjadi teman saya yang baik,” ucapnya sangat perkenalan awal di kelas pagi.
Ada yang tersenyum, ada yang berbisik-bisik, ada yang langsung minta kenalan, sementara Ferdi seolah mengenal sosok mata di balik cadar itu. Membuatnya berdiri mendekati, lantas..... plak..... bunyi tamparan meletup di pipi kirinya.
“Jangan kurang ajar ya,” mata Suci berlinang, kemudian berlalu pergi.
“Ferdi. Sekarang ikut bapak ke kantor,” Bu Diana, Guru Matematika sekaligus guru baru yang dengas tegas menghukum siapa saja yang bersalah. Tidak pandang entah kaya atau tidak.
Ya, keadilan sudah menebar di sekolah semenjak perubahan sosok Ferdi, sekalipun Rini yang malah berubah makin ganas, tak serta merta membuat pendidik kalah. Bahkan pernah diancam dikeluarkan dari sekolah, Bu Diana dengan gentar menghukum Rini yang sengaja bolos sekolah maupun pembullyan. Bagaimana dengan orang tuanya? Tidakkan Rini harus menggunakan kekayaan, kekuasaan dan nama orang tuanya? Tidak, bagi bu Diana semua itu tidak mempan. Termasuk detik Ferdi ingin membuka cadar Suci. Dihukum seberat-beratnya dengan membersihkan halaman sekolah selama satu bulan.
***
“Aku minta maaf ya. Aku tidak bermaksud apa-apa tadi,” ucap Ferdi pelan saat menemui Suci di perpustakaan yang sedang mengetik tugas makalah Bahasa Indonesia.
Pun hanya mata tajam menusuk, seolah ingin membunuh.
“Aku minta maaf,” muncul keteduhan di retinanya.
Suci berdiri tanpa kata-kata dan berlalu pergi.
“Apa itu kamu? Apa itu kamu yang selalu aku tunggu selama ini? Tidakkah kamu tahu bahwa rasa bersalah sudah lama sekali membunuhku.”
Langkahnya terhenti mendengar rintihan hati cowok yang sudah bertingkah aneh di hadapannya, membuat masalah dan kemudian ingin minta maaf ditambah persoalannya tentang......
Dan, Suci berbalik.
“Apa maksud antum?” roman yang penuh tanda tanya.
Ferdi memajukan diri mendekati, sampai berjarak dua meter.
“Aku telah lama menunggumu. Aku tahu kalau kamu.....” dan sebelum pembicaraan itu selesai buru-buru dipotong Suci, “Hentikan omong kosongmu. Antum punya pikiran kan. Jangan mencari masalah denganku, karena aku juga tidak ingin punya masalah dengan antum,” tegasnya dan berlari menjauhi.
Gadis bercadar itu turun ke lantai dasar perpustakaan, kemudian menghentikan kakinya di depan lockernya. Air matanya meleleh sampai-sampai membuat cadarnya harus diganti.
“Aku percaya waktu akan menemukan kebenaran siapa sebenarnya kamu,” dari jauh Ferdi memandang lemah. Berharap ada matahari muncul setelah berhari-hari lamanya dirundung hujan.

Pict source: imgrug.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar