post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 05 November 2017

Nyawa Hidupku (22)

PERTEMUAN KELUARGA

“Hari tersedih dalam hidup adalah nafas sesak berembus kenyataan cinta tak bisa memiliki”

 Apa yang lebih menakutkan ketika baru pertama kali bertemu dengan calon mertua. Pasti semua akan merasa deg-deg-gan. Ini pertama kalinya. Bagaimana kalau ada kata-kata menguap yang menyinggung? Bagaimana kalau ada kekacauan kalau kikuk? Dan, ketakutan-ketakutan lain.

“Kamu tidak usah takut, kita hadapin sama-sama kak,” Fitri tersenyum.
Gugur daun-daun keraguan. Menyentuh senyum menawan gadis yang kurang lebih empat tahun menemani sungguh mengelokkan. Tak akan bisa menjalani hidup normal kalau sampai takdir cinta memisahkan. Sungguh......
Hari itu akhirnya datang. Ihsan berusaha keras tampil sebaik mungkin. Untung Irwan dan Yudha mau menemani, selain ibunya yang sangat merestui hubungan anaknya dengan Fitri. Lewat cerita anak tampannya, tentang bagaimana lebih dekat dengan Tuhan setelah bertemu dengannya. Bagaikan pelita di pelantaran cahaya redup. Penaka bunga yang nyaris tak pernah berbunga, setelah tersiram air ketulusan pun nampak kesederhanaan memikat.
Jas hitam yang pas sekali di badannya, dasi yang senada dan rapi menggelantung menutup penutup jasnya. Jam tangan melingkar di lengan kanannya. Rambut pendek, wajah tampan pasti membuat hati ibu Fitri luluh.
“Ya ampun, kamu udah ganteng San. Tidak usah berkaca mulu, nanti retak itu cermin kan kasian,” Yudha memainkan suasana.
Rani, Ibunda Ihsan dan Irwan yang menyetir mobil hanya tersenyum.
“Apaan sih,” alis Ihsan terangkat.
Tahu sekali kalau sahabatnya pasti was-was, kalau Yudha berada di posisinya pun akan merasakan hal sama. Dan, sebagai sahabat baik sudah sewajarnya membuatnya tenang.
“Tenang aja Ihsan, kamu pasti berhasil koq.”
“Ia, percaya deh sama kita,” ucap Irwan, melihat Ihsan di kaca spion mobil yang terpasang di dekat kepalanya.
“Amin. Makasih ya men.....” Ihsan membalas sunggingan menawan.
Keharuan mengalir bahkan sampai terbawa ke rumah Fitri, tak henti kedua sahabatnya membuat yakin. Diperbaiki kerutan jas yang dipakainya, rambut yang sedikit kendor karena angin, bahkan sampai meniupkan parfum lagi kepadanya. Hah....
Dan, menit itu tiba juga. Terbukanya pintu masuk dan di sambut kelembuatan jawaban salam dari Fatimah. Rumah sederhana persis orangnya. Mereka duduk di ruang tamu, sofa merah yang diakui sudah tak bagus lagi, seperti duduk di papan. Mungkin di dalamnya di pasang papan, supaya masih bisa digunakan. Pintar. Pekik Ihsan dalam batin, pikiran berkecamuk.
“Maaf kalau kedatangan kami mengganggu,” Rani membuka pembicaraan.
“Tidak apa-apa bu, justru kami sangat senang ibu dan kalian semua mau bertamu ke rumah kami yang kecil ini,” Fatimah merendah diri.
“Astagfirullah bu, jangan bilang seperti itu. Justru kami senang, rumah sederhana menampakkan orang-orang di dalamnya pun sederhana, seperti Fitri kata Ihsan.”
Pembicaraan terus berlanjut, bukan hanya Fatimah dan Rani, tetapi Nurmia, Ihsan, Yudha dan Irwan sampai menjurus kepada niat baik, ketika melihat Fitri datang dengan mengenakan pakaian muslimah serba pink. Hah. Sungguh elok disentuh retina, bahkan Rani langsung berdiri menghampiri dan memeluknya.
“Jadi kamu yang namanya Fitri nak, Masya Allah cantik sekali.”
“I... ia... tante,” Fitri kesulitan bernafas karena terlalu kuat didekap oleh calon ibu mertua.
“Ma, pelan-pelan ma. Kasian Fitri sesak.”
Untung Ihsan langsung mengingat, yang lain hanya merespon dengan tawa tipis.
Pertemuan kedua keluarga untuk meneruskan niat baik kedua anaknya yang sudah lama menjalin hubungan. Akankah takdir menyemai indah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar