PERTEMUAN KELUARGA
“Hari tersedih dalam
hidup adalah nafas sesak berembus kenyataan cinta tak bisa memiliki”
Apa yang lebih menakutkan ketika baru pertama kali
bertemu dengan calon mertua. Pasti semua akan merasa deg-deg-gan. Ini pertama
kalinya. Bagaimana kalau ada kata-kata menguap yang menyinggung? Bagaimana kalau
ada kekacauan kalau kikuk? Dan, ketakutan-ketakutan lain.
“Kamu tidak usah takut, kita hadapin sama-sama kak,”
Fitri tersenyum.
Gugur daun-daun keraguan. Menyentuh senyum menawan
gadis yang kurang lebih empat tahun menemani sungguh mengelokkan. Tak akan bisa
menjalani hidup normal kalau sampai takdir cinta memisahkan. Sungguh......
Hari itu akhirnya datang. Ihsan berusaha keras
tampil sebaik mungkin. Untung Irwan dan Yudha mau menemani, selain ibunya yang
sangat merestui hubungan anaknya dengan Fitri. Lewat cerita anak tampannya,
tentang bagaimana lebih dekat dengan Tuhan setelah bertemu dengannya. Bagaikan pelita
di pelantaran cahaya redup. Penaka bunga yang nyaris tak pernah berbunga,
setelah tersiram air ketulusan pun nampak kesederhanaan memikat.
Jas hitam yang pas sekali di badannya, dasi yang
senada dan rapi menggelantung menutup penutup jasnya. Jam tangan melingkar di
lengan kanannya. Rambut pendek, wajah tampan pasti membuat hati ibu Fitri
luluh.
“Ya ampun, kamu udah ganteng San. Tidak usah berkaca
mulu, nanti retak itu cermin kan kasian,” Yudha memainkan suasana.
Rani, Ibunda Ihsan dan Irwan yang menyetir mobil
hanya tersenyum.
“Apaan sih,” alis Ihsan terangkat.
Tahu sekali kalau sahabatnya pasti was-was, kalau
Yudha berada di posisinya pun akan merasakan hal sama. Dan, sebagai sahabat
baik sudah sewajarnya membuatnya tenang.
“Tenang aja Ihsan, kamu pasti berhasil koq.”
“Ia, percaya deh sama kita,” ucap Irwan, melihat
Ihsan di kaca spion mobil yang terpasang di dekat kepalanya.
“Amin. Makasih ya men.....” Ihsan membalas
sunggingan menawan.
Keharuan mengalir bahkan sampai terbawa ke rumah
Fitri, tak henti kedua sahabatnya membuat yakin. Diperbaiki kerutan jas yang
dipakainya, rambut yang sedikit kendor karena angin, bahkan sampai meniupkan
parfum lagi kepadanya. Hah....
Dan, menit itu tiba juga. Terbukanya pintu masuk dan
di sambut kelembuatan jawaban salam dari Fatimah. Rumah sederhana persis
orangnya. Mereka duduk di ruang tamu, sofa merah yang diakui sudah tak bagus
lagi, seperti duduk di papan. Mungkin di
dalamnya di pasang papan, supaya masih bisa digunakan. Pintar. Pekik Ihsan
dalam batin, pikiran berkecamuk.
“Maaf kalau kedatangan kami mengganggu,” Rani
membuka pembicaraan.
“Tidak apa-apa bu, justru kami sangat senang ibu dan
kalian semua mau bertamu ke rumah kami yang kecil ini,” Fatimah merendah diri.
“Astagfirullah bu, jangan bilang seperti itu. Justru
kami senang, rumah sederhana menampakkan orang-orang di dalamnya pun sederhana,
seperti Fitri kata Ihsan.”
Pembicaraan terus berlanjut, bukan hanya Fatimah dan
Rani, tetapi Nurmia, Ihsan, Yudha dan Irwan sampai menjurus kepada niat baik,
ketika melihat Fitri datang dengan mengenakan pakaian muslimah serba pink. Hah.
Sungguh elok disentuh retina, bahkan Rani langsung berdiri menghampiri dan
memeluknya.
“Jadi kamu yang namanya Fitri nak, Masya Allah cantik
sekali.”
“I... ia... tante,” Fitri kesulitan bernafas karena
terlalu kuat didekap oleh calon ibu mertua.
“Ma, pelan-pelan ma. Kasian Fitri sesak.”
Untung Ihsan langsung mengingat, yang lain hanya
merespon dengan tawa tipis.
Pertemuan kedua keluarga untuk meneruskan niat baik
kedua anaknya yang sudah lama menjalin hubungan. Akankah takdir menyemai indah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar