post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Jumat, 03 November 2017

SPECIAL LOVE (4)



GITAR
Lagu adalah melodi hati,
Jika suatu hari nanti aku merindukanmu
Dan hanya bisa aku mendengarkan nyanyianmu

Perutnya sudah keroncongan. Harusnya jam 7 sebelumnya sudah mencari makanan, tetapi karena enggan pergi sebelum tugas kalkulusnya selesai, tanpa sadar sudah jam sembilan. Bisa-bisa penyakit maagnya kambuh lagi.

Ini bukan pertama kali, makanya ibu dan ayahnya kalau menelepon selalu mengingatkan tentang makan. Paling tahu gadis sholehahnya tidak memperhatikan kebutuhan, padahal kesehatan amatlah mahal.
Sudah tidak ada apa-apa di kulkas, bahkan air minum sekalipun. Irma mengambil ponselnya yang sudah dicas dari tadi malam, kemudian menekan pelan tombol onnya. Beberapa menit mencoba menghugungi pak Irwan, yang biasa mengantarkan air galon ke asramanya.  Hmmmm. Hasilnya nihil.
Irma beranjak ke lemari pakaian, mengambil sweater pinknya dan mulai mengenakannya di depan cermin. Memeriksa dari atas sampai bawah. Apakah orang-orang akan tahu kalau dia belum mandi? Ya, Irma hanya akan cepat mandi kalau masuk pagi dan kalau masuk siang, otomatis pun mandi siang juga. Mencium aroma tubuhnya, sama sekali tidak bau masam tetapi tidak masalah jika ditaburi dengan parfum. Diambilnya di meja rias, parfum zee ungu, kemudian menyemprotkan ke bagian badannya. Sekali lagi melihat dirinya di cermin sebelum keluar. Cantik. Pujinya sendiri.
***
Alhamdulillah. Perut sudah kenyang. Untung masih ada nasi uduk yang dijual mba Sri di depan padahal biasanya jam 8 keatas sudah habis diborong.
Dan, pemandangan indah ketika detik mendengarkan lantunan lirik yang mengalir di telinganya. Sambil memainkan dawai gitarnya.
Tuhan berikan aku kekasih yang terbaik untuk hidupku
Yang bisa menerima aku apa adanya
Tunjukkan aku kisah cinta yang lama Kau tunda
Jadi sebuah anugerah, anugerah terindah dalam hidupku......
Langkah seribu, sebelum kehabisan kesempatan. Di lobi asrama itu, di samping pemuda itu memainkan gitarnya. Irma berdiri dibelakang tembok besar menjulang. Mengambil ponsel di saku swaternya, mencari ikon merekam dan mulai beraksi.
Dengarlah oh dengarlah pinta hati kecilku
Agar aku raih bahagia.....
Dan, tanpa sadar menjawab di baliknya suaranya nyaring membuat Ferdi hanya diam.
Tuhan berikan aku kekasih yang terbaik untuk hidupku
Yang bisa menerima aku apa adanya
Tunjukkan aku kisah cinta yang lama Kau tunda
Jadi sebuah anugerah, anugerah terindah dalam hidupku......
Keduanya saling menyentuhkan mata. Terjaga, dan saling menunduk kemudian mengumbarkan senyum.
“Suaramu keren juga.”
Pernyataan Ferdi, menambah salah tingkah yang coba dikemas dengan membalas sunggingan manis. Andai punya kekuatan luar biasa, ingin segera menghilang dari sana. Hah. Lancang sekali membalas nyanyiannya. Di mana urat maluku? Gusar kepada diri sendiri. Kemudian ingin pergi, mengambil langkah mundur dan hasilnya menabrak tembok tempat persembunyiannya merekam.
Irma terluntai ke lantai. Darah mengalir dari hidungnya. Ferdi secepat cahaya beranjam menolong. Wajah panik tersampul, perlahan membuat gadis itu mengikutinya agar duduk di sofa lobi asrama.
Dan, suasana kikuk sekarang bagi Irma.
Pemuda itu tiba-tiba terlihat seperti dokter. Setelah lima menit berlari mengambil kapas di kamarnya, ia kemudian menyeka darah di hidung Irma. Seperti dokter cinta.
“Lain kali kalau mau jalan lihat keadaan dulu. Tuhan memberikan kita mata supaya kita bisa menggunakan dengan sebaik-baiknya.”
Mendadak kemarahan yang menguap dari bibirnya seperti kalimat mutiara. Ah, pagi keduanya di asrama melukiskan kebersamaan dengan pemuda yang diimpikan.


Pict source: bonikids.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar