post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 26 November 2017

Still Hoping (3)

KALENG MINUMAN
“Ranuman benci yang akan berubah”

Cantika tidak mengeluarkan sepatah katapun, mengumpat tidak akan menyelesaikan masalah dan mencari mereka yang entah keberadaannya di mana malah akan tambah merugi. Lebih baik memikirkan jalan keluar. Uang di kantong menipis gara-gara perjalanan ke jogja, yang ternyata gratisnya hanya perjalanan pergi. Hah. Kesal sekali, ingin dipukul Merry dan Cika kalau ketemu. Ia menendang sebuah kaleng minuman yang tepat berada di depannya.

Bum.... Bunyi kaleng yang terlempar jauh dan mengenai kepala seorang pengendara motor besar.
Ah. Sial. Andai punya kekuatan super, pasti  sudah menghilang. Sekarang masalah harus tertambah di saat masalah kosnya belum terselesaikan.
“Maaf.... Aku tidak sengaja.”
“Tidak sengaja? Memang kamu buta ya lantas tak sengaja?” ternyata seorang pemuda yang mengendarai besar berwarna merah itu.
“Maaf. Aku benar-benar minta maaf.”
“Kalau kamu meminta maaf harus tulus dong! Dari wajah kamu nampak seperti terpaksa.”
Amarah Cantik memuncak.
“Apa kamu bilang? Aku tidak tulus. Kamu yang buta ternyata.”
“Buta? Kamu bilang aku buta?”
“Ia. Kamu buta.”
Mata mereka saling menantang, menyalakan api dan adu mulut tak terelakkan. Berada di pinggir jalan, tak perduli banyak mata-mata yang melihat.
“Mas, mba, jangan berkelahi di jalan dong!” seorang bapak parubaya datang menghampiri mencoba meleraikan keadaan sengit.
“Hari ini kamu selamat,” pemuda berbalik menuju motornya.
“Hello. Kamu tuh yang selamat,” Cantik berteriak.
“Sudah-sudah. Mas, mba, sekarang kalian lanjutkan saja hidup kalian masing-masing. Kalau memang sudah tidsak saling suka, sudah jangan berkelahi dan tidak usah dilanjutkan hubungannya lagi,” bapak bersuara itu lagi.
“Kami tidak pacaran pak,” tegas Cantik dan pemuda pengendara motor besar itu.
Keduanya langsung berjalan meninggalkan bapak itu dengan alur jalan masing-masing. Di dalam benak berharap jangan sampai kembali.
***
Waktu bergerak. Cantika sudah sampai di kosnya. Di pikirannya fokus bagaimana caranya mendapatkan kembali kamar kosnya. Apa yang harus dilakukannya agar pemilik kos baru itu mau mengembalikannya, sama sekali ia tak memperhatikan motor besar terparkir di halaman depan jejejaran kamar kos yang dikenal dengan “Kos Kawanku.”
“Hah. Pintu kamar kosnya terbuka, pasti pemiliknya sudah datang,” pekiknya dalam batin.
Ia mendenguskan nafas panjang. Kemudian mengambil cermin kecil di dalam tasnya yang selalu ia bawa ke mana-mana. Mungkin saja wajah mungil dan cantiknya akan membuat penumpang baru kos itu mau mengembalikan kamarnya.
“Assalamualaikum.....” ucapnya lembut.
“Waalaikumsalam.”
Suara pemuda terdengar, hanya saja muncul keanehan seolah pernah bergetar nyaring di telinga. Dan benar saja......
“Kaleng minuman....” ucap Cantik dengan bibirnya menganga.
“Kamu.....” begitupun dengan Digta
“Kenapa kamu di sini?” Cantik melihat dengan tatapan tajam.
“Apa hakmu bertanya seperti itu? Mau aku di mana kek, mau ke mana aku, itu kan terserah aku.”
“Bukan begitu. Aku cuma mau tahu kenapa kamu di sini?” nadanya memaksa.
“Aku pemilik kos ini.”
Terciduk. Jawaban itu melemaskan semua sel-sel dalam tubuh cantik. Ia mengepal erat tangannya. Hah. Skenarionya hidupnya bertambah rumit.
“Sekarang aku tanya. Kenapa kamu ke sini? Jangan bilang kalau kamu mengikuti aku,” sekarang giliran Digta yang bertanya dan harus dijawab.
Hanya saja sebelum mengeluarkan sepatah katapun ia harus menetralisir keadaan. Jangan sampai bertambah runyam, malah harus sebaliknya atau tidak akan lagi mendapatkan kamar kosnya kembali.

pict source: www.anakcemerlang.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar