Apakah
Keliru?
“Maafkan,
kalau aku melakukan kesalahan”
Terpojok.
Seolah tak ada satupun yang mempercayai bahkan dunia sekalipun. Tidakkah ada
yang bisa melihat ketulusan? Ya, memang benar terkadang orang hanya melihat
satu sisi buruk dan melupakan beribu kebaikan yang telah diberikan. Hah. Hidup
memang kadang memuakkan.
Sebenarnya dibenci orang lain bukanlah menjadi
persoalan, hanya saja dibenci oleh gadis yang disayangi, apalagi baru kali ini
benar-benar dekat dan bahkan teka-teki sebelumnya belum bisa terselesaikan. Apakah ini tanda kalau dia memang bukan
Kirana? Pekik Ferdi dalam batin.
Melihat ke alun-alun sekolah. Berat rasanya harus
meninggalkan sekolah yang sudah mengajarkan banyak hal untuknya, tentang
kejahatan yang bisa terjadi di mana saja, tentang perubahan, tentang
kesekawanan dan tentang penyesalan.
Kekuasaan? Sekali menelepon kepada ayahnya untuk
melakukan sesuatu agar ia tidak jadi di droup
out dari sekolah sebenarnya bisa. Namun, sudah berjanji kepada diri sendiri
tak akan menggunakannya lagi.
Ada perasaan menyeruak di batin Rini. Sesungguhnya hatinya
begitu sakit menjadikan pemuda yang dulu begitu disayangi menjadi kambing
hitam, pun tidak akan melakukan semuanya kalau masih bersama dan tidak menyukai
gadis aneh seperti Suci. Terganti lagi dengan isakan amarah dalam tangisan,
berjanji kepada diri sendiri untuk menghancurkan Suci. Selanjutnya.
Di sisi lain, Ida curiga tentang kejadian yang menimpa
dan meskipun tahu akan masa lalu Ferdi, ia melihat jelas ada keteduhan dan
penyadaran yang begitu kuat selama dekat dengan sahabatnya. Ada ketulusan. Tidak
mungkin ia tega melakukan hal melakukan seperti itu. Apakah ada hubungannya dengan Rini dan Nabila di kamar mandi tempo
hari? Pekiknya mencari-cari ruang.
“Guys. Aku mau kasih tahu sesuatu nih. Terutama untuk
kamu kak Suci,” Ida memegang tangan Suci.
“Katakan saja apa itu?” ucap Suci lembut
Ayu juga melihat dengan mata bulatnya, penasaran.
“Namun sebelumnya aku minta maaf.”
“Minta maaf?” Suci pun sudah mulai penasaran. Apa sebenarnya maksud Ida? Namun, tidak
menghalangi sahabatnya untuk mengatakan apa yang ingin disampaikan.
“Sebenarnya kejadian yang menimpa kamu yang menurut
kita Ferdi yang telah melakukannya menurutku adalah sebuah kekeliruan.”
“Maksud kamu?” roman Ayu seperti memaksa.
“Tempo hari lalu, aku melihat Rini berbicara dengan
Nabila. Mereka seolah berbicara tentang rencana yang bisa membuat semua warga
sekolah tercengan dan kita tahu sendiri kan, kalau Rini sangat membenci kalian.”
“Oh, ia-ia.” Spontan Ayu mengiyakan.
“Jangan asal menuduh teman-teman. Lagian sudah ada
bukti kalau yang melakukan adalah Ferdi,” Suci menunduk.
“Itu bisa disabotase kak,” Ida tegas.
Sabotase?
Sebenarnya bukan hal yang asing di telinganya. Di masa lalu sudah banyak hal
yang dialaminya tentang hal semacam itu.
Pintu hati kecil Suci terketuk. Benarkah ia tidak bersalah? Kalau benar, pasti ia sudah sangat salah
tidak mempercayainya. Pasti ia sangat salah tidak memperhitungkan sebelumnya.
“Kita harus mencari tahu,” Ayu mengangkat alis.
“Caranya gimana?” Ida penasaran.
“Tenang saja. Kalau kita bersama-sama pasti bisa
menyelesaikannya.”
Suci dan Ida mengangguk.
Benar. Sesulit apapun pekerjaan kalau dikerjakan
bersama-sama pasti akan terasa ringan, sekalipun itu sangat berat. Karena,
berat sama dipikul dan ringan sama dijingjing.
Sahabat, tempat pelarian setelah mengalami banyak
masalah, tempat berbagi selain keluarga dan orang yang sudah terukir di relung.
Mungkin saja tidak akan secepat itu masalah cepat terselesaikan hanya saja
lebih kuat untuk bertahan.
Pict source: imgrug.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar