post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 13 Desember 2017

Baiduri (16)



RENCANA
“Aku tidak bisa bohong, kala itu separuh dalam diriku tidak percaya ketika kamu bersalah”

 Ferdi berjalan ke luar kelas, rupanya Suci pun harus cepat-cepat ke perpustakaan karena dua sahabatnya sudah menunggu di sana. Keduanya berhimpitan.
“Maaf. Aku tidak sengaja,” ucap Ferdi.
“Tidak apa-apa. Aku duluan ya,” Suci tersenyum ringan.

Apakah ini mimpi? Hanya khayalan tingkat tinggi atau bualan semata? Bukannya kemarin ada percikkan kesedihan di matanya karenaku? Walaupun sebenarnya bukan. Banyak pertanyaan tenggelam di benaknya, pun merasa menyesal tidak membalas senyuman.
Semoga ini pertanda bahwa segala kebenaran akan persoalan kemarin akan terungkap secepatnya.
“Allah. Aku deg-deg-gan berada di dekatnya. Apakah ini ya Allah? Kenapa selalu seperti ini?” pekik Suci sambil terus berjalan menuju perpustakaan.
Berjalan dengan pikiran yang kemana-mana sampai bertabrakan dengan Nabila.
“Maaf.”
Tak ada jawaban, Nabila  hanya menunduk kemudian berlalu pergi.
Aneh. Padahal sebelumnya biasa-biasa saja. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan Ida dan semua itu beralasan karena Rini.
“Kak Suci,” panggil Ida di depan perpustakaan dan melambaikan tangan kepadanya.
Dia hanya tersenyum ringan dan berlari terbirit-birit.
“Ayo, kita bicarakan di dalam,” ajak Ayu, sekonyong-konyongnya menarik tangan kedua sahabatnya.
Mereka bertiga duduk di meja berbentuk persiga panjang dengan kursi di kedua sisinya. Setiap sisi di isi lima kursi. Sisi kanan sudah terisi tiga orang dan sisi kiri ditempati mereka.
“Jadi apa yang harus kita lakukan?” Ida penasaran.
Sebenarnya dari kemarin rasa itu menguak hanya saja ditahan-tahan, karena Ayu belum mau memberitahukan.
“Kalian tunggu aja dan tetap bersamaku. Kita akan mulai aksinya sekarang,” Ayu tersenyum licik.
“Nabila.... Apa kamu sudah merasa menang? Sudah memfoto Suci diam-diam dan bahkan sudah memfitnah Ferdi? Ingat ya, kamu tidak akan lepas dari karma dan pasti ada balasannya. Percaya saja, sepintar apapun kamu menyembunyikan bau busuk pasti akan tercium juga. Kamu tinggal pilih saja, mau mengaku atau tidak? Karena pengakuan akan dihargai daripada ketahuan. Satu lagi, jangan kamu pikir aku tidak tahu bahwa kamu dan Rini yang merencakan keributan besar di sekolah kemarin. Jadi, jangan salahkan saya kalau saya membongkarnya cepat atau lambat. Saya akan memberimu dua hari untuk mengakui perbuatanmu”
Pesan singkat itu terkirim ke ponsel Nabila.  Beberapa menit menunggu tak ada jawaban.
Dan, dibalik rak Ferdi diam-diam memandang mendung. Allah. Sisa dua hari waktunya melihat Suci di sekolah sebelum ia harus rela pergi dalam keadaan terpaksa. Di relungnya ada perasaan lega terbit, setidaknya ada dua sahabat yang setia menemaninya dan pasti akan menjaganya dengan baik. Alhamdulillah.
Bagaimana dengan janji mengungkapkan bahwa Suci adalah Kirana? Apakah akan dilupakan begitu saja? Mendengus nafas berat. Usaha. Ya, setidaknya ia sudah melakukannya meskpun belum ada kemajuan sama sekali dan bahkan masih saat berusaha sudah harus meninggalkannya. Percaya saja, kalau benar dia pasti akan terungkap juga.
Ah. Perasaan marah muncul. Kenapa takdir seolah tak pernah berpihak padanya? Bahkan setelah mencoba memisahkan dan bahkan sekarang berjauhan. Bagaimana mungkin Ferdi tidak datang mencarinya dan malah terus menatap jauh gadis aneh itu? Rini mengepal erat tangannya.
Cinta sepihak. Menyakitkan, meraihnya dengan amukan membuatnya semakin menjauh. Pun Rini tak tahu harus berbuat apa lagi. Sebenarnya kemarahannya tidak akan terjadi kalau tak ada pengabaian. Air matanya runtuh.


Pict source: imgrug.org  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar