MEMAAFKAN?
“Walau
sangat sulit menatap lama matahari, hati ini terus berdegup kencang karenamu”
Kirana
tidak mau menatap. Ia lebih memilih mengalihkan matanya ke arah lain. Meskipun
kebencian itu perlahan luluh di jiwanya, namun tidak bisa pula melupakannya
begitu saja. Terlalu besar kesalahan yang mereka lakukan, termasuk dia yang
tidak bisa dipungkiri telah mendebar jantung.
“Aku mohon maafkan aku,” kali ini Ferdi bahkan ingin
mencium kakinya.
Dan, mau tidak mau harus bereaksi. Menolak dan serta
merta memintanya berdiri.
“Please, jangan berlakon seperti itu. Hah. Sekarang
berdiri!” ucapnya tegas.
Pemuda dalam tangisan itu mendongak. Ia bisa melihat
jelas ada kemuraman dan juga lelehan hati yang nampak dari retina.
“Kamu maukan memaafkan aku dan memberikan aku
kesempatan Kirana?” tanya Ferdi sekali lagi.
Detik-detik selanjutnya menunggu jawaban, tak ada
yang terlontar dari mulut gadis bercadar itu. Sampai ia meminta waktu.
“Maafkan aku. Aku belum bisa menjawab sekarang. Aku
perlu waktu untuk berfikir.”
Sambil mendengus berat, ia pergi meninggalkan Ferdi
yang sekarang mematung di tempatnya. Sementara teman-teman lainnya seakan
merasa menonton drama, terlalu klise kisah Kirana yang ternyata selama ini
berubah menjadi Suci. Betapa bodohnya mereka tidak menyadari, pun mereka sama
sekali tidak menyalahkan kecuali Rini, toh dilakukannya untuk menutupi masa
lalunya yang penuh dengan degum derita.
Andai ada di posisi Kirana atau Suci, belum tentu
mereka akan sekuat itu. Terlalu tegar dan pantas dijuluki gadis berhati
malaikat.
Ah.
Bodoh sekali. Kehidupan ini semakin rumit saja. Bagaimana mungkin tanpa sadar
bahwa gadis yang paling dibenci sekarang adalah gadis yang sama, yang berhasil
membuat Ferdi berubah. Batin Rini melihat Kirana pergi dan
Ferdi yang mematung.
***
Kehidupan
Suci. Ah, tidak. Ha. Tapi tidak bisa memungkiri bahwa dirinya memang Kirana.
Gadis yang dulunya sering ditindas dan dibully. Satu-satunya perbedaan dengan
dirinya yang dulu adalah sekarang ia bergelimang harta dengan peninggalan ibu
angkatnya yang telah dulu berpulang ke pangkuan Ilahi.
Mendengus nafas tertahan, ia melihat jelas ada
cahaya di kegelapan. Berkelap-kelip memberi warna di keheningan malam. Akankah
sama dengan hidupnya yang dulunya penuh derita namun lamban laun akan ada cahaya
bahagia yang menemani? Lamunannya terhenti ketika mendengar ketuka pintu dari
luar kamarnya.
“Assalam non, ini aku Bi Ija. Ada yang cari non di
bawah!” kata pembantunya.
“Wassalam. Baik, nanti aku turun.”
Dan, terhenyak. Ia juga tidak bisa berbohong ada
kerinduan malam pada sosok ibu yang merawatnyam, meskipun banyak pula siksaan
karenya. Tante Nini datang mendekapnya dalam tangisan.
“Nak’, aku benar-benar bodoh tidak mengenalimu.
Ha....”
Kirana menatap Ferdi yang berbujur kaku
memandangnya. Ada tangisan yang meleleh dari matanya.
Dan, berulang. Adegan yang sebelumnya dilakukan
Ferdi di sekolah, sekarang tante Nini yang melakukannya. Berlutut dan bahkan
juga ingin mencium kakinya.
“Maafkan tante nak’, tante rela melakukan apa saja
yang penting Kirana memaafkan tante.”
Buru-buru dia melarang dan meminta tante Nini
berdiri.
Bukan hal seperti yang diinginkan dari mereka.
Bahkan sekalipun tidak pernah ingin meminta apa-apa. Hanya saja masih belum
bisa melupakan masa lalu, pernah sekali mencoba pun selalu terbayang
kejadian-kejadian mengerikan. Ya, masih butuh waktu karena dia hanya manusia
biasa, bukan gadis berhati malaikat seperti teman-teman sekolahnya bilang. Hah.
Butuh waktu.
Pict source: imgrug.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar