post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 26 Desember 2017

Baiduri (19)



MEMAAFKAN?
“Walau sangat sulit menatap lama matahari, hati ini terus berdegup kencang karenamu”


Kirana tidak mau menatap. Ia lebih memilih mengalihkan matanya ke arah lain. Meskipun kebencian itu perlahan luluh di jiwanya, namun tidak bisa pula melupakannya begitu saja. Terlalu besar kesalahan yang mereka lakukan, termasuk dia yang tidak bisa dipungkiri telah mendebar jantung.
“Aku mohon maafkan aku,” kali ini Ferdi bahkan ingin mencium kakinya.
Dan, mau tidak mau harus bereaksi. Menolak dan serta merta memintanya berdiri.

“Please, jangan berlakon seperti itu. Hah. Sekarang berdiri!” ucapnya tegas.
Pemuda dalam tangisan itu mendongak. Ia bisa melihat jelas ada kemuraman dan juga lelehan hati yang nampak dari retina.
“Kamu maukan memaafkan aku dan memberikan aku kesempatan Kirana?” tanya Ferdi sekali lagi.
Detik-detik selanjutnya menunggu jawaban, tak ada yang terlontar dari mulut gadis bercadar itu. Sampai ia meminta waktu.
“Maafkan aku. Aku belum bisa menjawab sekarang. Aku perlu waktu untuk berfikir.”
Sambil mendengus berat, ia pergi meninggalkan Ferdi yang sekarang mematung di tempatnya. Sementara teman-teman lainnya seakan merasa menonton drama, terlalu klise kisah Kirana yang ternyata selama ini berubah menjadi Suci. Betapa bodohnya mereka tidak menyadari, pun mereka sama sekali tidak menyalahkan kecuali Rini, toh dilakukannya untuk menutupi masa lalunya yang penuh dengan degum derita.
Andai ada di posisi Kirana atau Suci, belum tentu mereka akan sekuat itu. Terlalu tegar dan pantas dijuluki gadis berhati malaikat.
Ah. Bodoh sekali. Kehidupan ini semakin rumit saja. Bagaimana mungkin tanpa sadar bahwa gadis yang paling dibenci sekarang adalah gadis yang sama, yang berhasil membuat Ferdi berubah. Batin Rini melihat Kirana pergi dan Ferdi yang mematung.
***
Kehidupan Suci. Ah, tidak. Ha. Tapi tidak bisa memungkiri bahwa dirinya memang Kirana. Gadis yang dulunya sering ditindas dan dibully. Satu-satunya perbedaan dengan dirinya yang dulu adalah sekarang ia bergelimang harta dengan peninggalan ibu angkatnya yang telah dulu berpulang ke pangkuan Ilahi.
Mendengus nafas tertahan, ia melihat jelas ada cahaya di kegelapan. Berkelap-kelip memberi warna di keheningan malam. Akankah sama dengan hidupnya yang dulunya penuh derita namun lamban laun akan ada cahaya bahagia yang menemani? Lamunannya terhenti ketika mendengar ketuka pintu dari luar kamarnya.
“Assalam non, ini aku Bi Ija. Ada yang cari non di bawah!” kata pembantunya.
“Wassalam. Baik, nanti aku turun.”
Dan, terhenyak. Ia juga tidak bisa berbohong ada kerinduan malam pada sosok ibu yang merawatnyam, meskipun banyak pula siksaan karenya. Tante Nini datang mendekapnya dalam tangisan.
“Nak’, aku benar-benar bodoh tidak mengenalimu. Ha....”
Kirana menatap Ferdi yang berbujur kaku memandangnya. Ada tangisan yang meleleh dari matanya.
Dan, berulang. Adegan yang sebelumnya dilakukan Ferdi di sekolah, sekarang tante Nini yang melakukannya. Berlutut dan bahkan juga ingin mencium kakinya.
“Maafkan tante nak’, tante rela melakukan apa saja yang penting Kirana memaafkan tante.”
Buru-buru dia melarang dan meminta tante Nini berdiri.
Bukan hal seperti yang diinginkan dari mereka. Bahkan sekalipun tidak pernah ingin meminta apa-apa. Hanya saja masih belum bisa melupakan masa lalu, pernah sekali mencoba pun selalu terbayang kejadian-kejadian mengerikan. Ya, masih butuh waktu karena dia hanya manusia biasa, bukan gadis berhati malaikat seperti teman-teman sekolahnya bilang. Hah. Butuh waktu.

Pict source: imgrug.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar