post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Kamis, 28 Desember 2017

Special Love (19)



SEMANGAT
“Sebagian besar senyawa suka cita itu dari senyummu”

Bukan sebuah hal mudah melawan nerveous ketika bernyanyi dan bermain musik di hadapan orang yang disukai, hanya saja mau tak mau karena dia yang mengajar. Untungnya perasaan itu hanya muncul di awal-awal, lambat laun hilang dengan sendirinya. Terganti dengan semangat luar biasa.
Latihan keras bukan berarti sangat mengharapkan juara, pun tidak akan menerima kalau sampai tak mendapatkannya. Tidak begitu, memang tidak bisa bohong ingin mendapatkan kemenangan di antaranya banyaknya peserta dari masing-masing program studi di masing-masing departemen di Kampus Hasan.
Berharap menampilkan yang terbaik dan tidak membuat kecewa para pendukung, hanya itu.
Latihan pun dilakukan sepadat mungkin, namun tetap nomor satu ikut kelas dan perhatian Ferli yang tak henti terulur. Seolah-olah dia yang sangat mengingkan Irma tampil terbaik, namun tak perlu menjadikan kompetisi sebagai beban, justru memacu diri.
“Ini ni, aku tadi beliin kamu nasi kuning kesukaan kamu. Ada telur masaknya,” katanya sambil memberikan bungkusan berwarna cokelat.
“Sebenarnya kamu tidak perlu repot-repot sih. Tapi ini dua bungkus kan?” alis Irma terangkat.
Ferli mengernyit.
“Kamu jangan salah paham ya, satunya lagi untuk Karin yang tadi ke toilet sebentar.”
“Oh, tapi aku memang beli dua sih. Aku dan kamu.”
Aku dan kamu. Lagi-lagi perasaan salah tingkah itu nyaris melayangkan ke langit ke tujuh. Ah, jangan sampai terlihat jelas di dahinya. Irma cepat-cepat menetralisir.
“Nanti aku bagi dua aja dengan Karin,” tersenyum tipis.
“Tidak usah, mending Karin makan sendiri dan kita yang makan sepiring berdua.”
Sepiring berdua. Oh my God, aliran darahnya semakin deras saja. Apakah mungkin usahanya kemarin-kemarin untuk tidak kikuk dan keluh ketika berada dalam suasana romantis hilang begitu saja saat digoda lagi. Tidak boleh. Batin Irma.
“Apaan sih,” memalingkan pandangan sambil mengenduskan nafas.
“Please berhenti deh romantisan! Jangan selalu membuat aku jadi obat nyamuk,” Karin datang sekonyong-konyongnya memberi komentar.
“Ini lagi, juga aneh,” kemudian menyembunyikan kemerahan wajahnya dengan menutup muka.
Ferdi dan Karin hanya saling melempat tawa ringan. Hahahahahaha......
***
Usaha dan kerja keras tidak akan pernah menghianati hasil. Percaya pula bahwa apapun hasilnya yang penting sudah melakukan yang terbaik. Kalimat-kalimat itu selalu terngiang di telinganya, yang didapatkan dari ibunya via telepon, dari sahabat setianya, Karin dan tak lupa seorang pemuda yang menempati relung hatinya, Ferli.
Lantas perasaan deg-deg-gan dan gemetar seolah menghantui setelah berada di kursi panas, menunggu giliran tampil di depan semuanya. Sebelumnya santai-santai saja ketika di awal penampil dengan semua peserta, namun kini.....
“Kamu deg-deg-gan ya?” Ferli membaca keadaannya dengan mata teduh.
Irma mengangguk pelan.
“Sekarang ikuti aku. Tarik nafas pelan-pelan, kemudian buang juga dengan pelan. Lakukan beberapa kali,” intruksi Ferli.
Serta merta Irma mengikut.
“Aku kasih tahu juga nih, jangan tatap mata penonton saat kamu tampil nanti dan anggap mereka itu seperti semut atau apapun. Anggap mereka tidak ada. Bahkan dewan juri sekalipun,” sambil mengangguk.
“Satu lagi, eh. Apapun dan bagaimanapun kamu tampil, bagiku kamu sudah menampilkan yang terbaik. Aku tidak akan perduli apapun hasilnya, yang aku tahu kamu sudah melakukan yang terbaik, saat latihan maupun sampai kamu tampil nanti.”
Dan, semangat itu timbur membuat ada tetesan bening mengalir di pipinya.
“Terima kasih.”
Ferli hanya tersenyum dan memberikan sapu tangan untuk menyeka air mata gadis yang begitu dicintainya. 

Pict source: gambarzoom.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar