post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 18 Desember 2017

Still Hoping (11)

KENAPA?
“Aku mulai menyibakkan kerlingan, ketika ada orang lain yang mendekatimu”
Matahari sudah condong di arah Timur. Kehadiran Luna yang diam-diam datang tanpa menghubungi Digta membuat sarapan pasangan yang terpaksa menikah itu menjadi tidak sedamai sebelumnya.
Cantik berusaha tersenyum manis, walaupun hatinya merasa panas. Digta seolah tak henti perhatian kepadanya. Memberinya sepiring nasi goreng yang dibuat oleh tangannya kemudian menyuapi.

Andai punya kekuatan pasti sudah dari tadi ia menghilang. Berkuah, panas, apa yang dirasakan jiwanya sekarang.
“Tolong ambilkan aku minum dong,” kata Luna sambil menatap wajah Cantik penuh ambisius. 
Apa sebenarnya yang ada di balik kepalanya? Benarkah ia sudah mengonsumi sebotol minyak ikan maka kepalanya licin akan pikiran-pikiran mengganggu. Ah, ini tidak boleh dibiarkan. Pekik Cantik.
Meja makan bundar yang sekarang ketiganya berada di sisinya, Cantik-Digta-Luna begitulah urutannya. Beberapa menit sebelumnya, Cantik merasa seolah tak dilihat oleh Digta pun mengambil inisiatif mencoba menjatuhkan gelas yang sudah terisi penuh sengaja menjatuhkan untuk bisa menarik perhatian sang suami. Hanya saja merasa terabaikan. Sementara Luna pun seolah tak mendengar dan sibuk berbicara dengan Digta.
“Oh my to the God, benar-benar deh,” Cantik berdiri dan tak sengaja menginjak pecahan gelas yang berhamburan di lantai.
Au. Ia mengeluarkan suara perih kesakitan. Digta memalingkan pandangan kepadanya, segera ia bangkit dan menolongkan.
“Astagfirullah, kamu tidak apa-apa kan?” wajah yang panik dengan pelan ingin memegang kaki sang istri.
Awalnya menolak disentuh, namun karena Digta memaksa akan mengobati dengan betadine yang diambilnya dengan berlari ke kamar pun akhirnya ia mau. Semua pusat perhatian Digta teralih padanya, seperti tak ada gadis lain yang berada di sana, selain Cantik. Luna, sahabat baik yang diperkenalkan sebelumnya pun buru-buru pamit.
Mungkin ia sadar diri, kalau ia tak diinginkan. Batin Cantik kemudian diikuti dengan cengengesan.
“Kamu itu harus hati-hati dong! Jangan membuat dirimu sendiri terluka,” kata Digta menutup kembali botol betadine itu dan membersikan pecahan-pecahan gelas yang masih berserakan.
“Kamu sih perhatian sama yang lain,” ucap Cantik berbisik.
“Apa yang kamu bilang barusan?” Digta menaikkan alis.
“Oh tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih,” tersenyum semanis mungkin.
“Okay sama-sama, tetapi lain kali jangan begini lagi,” matanya penuh harap.
Allah, perasaan apa ini? Kenapa hati ini seakan ingin meledak menerima berjuta perhatian dari Digta. Pemuda biasa yang sebenarnya memiliki hati lembut. Apa sebenarnya arti dari semua ini? Apakah aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya? Dan, kenapa? Cantik melayangkan pikiran tanpa sadar Digta meninggalkannya dan menuju ke dapur cuci piring.
Terjaga setelah mendengar percikkan air dan bergegas ingin mengganti.
“Biar aku aja. Itukan tugas aku.”
“Istriku sayang, kamu kan lagi sakit jadi kamu tingga duduk manis aja biar suaminya yang bekerja,” kata Digta manis.
Dan, tersetrum lagi. Bagai ada arus listrik yang mengibas di hatinya mau tak mau retinya begitu terpesona dengan sosok Digta. Kata Istriku Sayang seolah melayangkannya ke langit ke tujuh.
Apakah dia akan merasakan hal yang sama? Ataukah hatinya sudah terpaut dengan gadis lain, tidak lain adalah Luna. Gadis cantik dan anggun, semua mata yang melihat keelokkan pasti mengingkannya. Kalaupun dibandingkan dengannnya, sebenarnya ia bukanlah apa-apa. Kekhawatiran meletup di kepala yang hanya dibungkam kepada sang suami yang masih dilihatnya dengan tetapan sendu.

pict source: www.anakcemerlang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar