KENAPA?
“Aku
mulai menyibakkan kerlingan, ketika ada orang lain yang mendekatimu”
Matahari
sudah condong di arah Timur. Kehadiran Luna yang diam-diam datang tanpa
menghubungi Digta membuat sarapan pasangan yang terpaksa menikah itu menjadi
tidak sedamai sebelumnya.
Cantik berusaha tersenyum manis, walaupun hatinya
merasa panas. Digta seolah tak henti perhatian kepadanya. Memberinya sepiring
nasi goreng yang dibuat oleh tangannya kemudian menyuapi.
Andai punya kekuatan pasti sudah dari tadi ia
menghilang. Berkuah, panas, apa yang dirasakan jiwanya sekarang.
“Tolong ambilkan aku minum dong,” kata Luna sambil
menatap wajah Cantik penuh ambisius.
Apa
sebenarnya yang ada di balik kepalanya? Benarkah ia sudah mengonsumi sebotol
minyak ikan maka kepalanya licin akan pikiran-pikiran mengganggu. Ah, ini tidak
boleh dibiarkan. Pekik Cantik.
Meja makan bundar yang sekarang ketiganya berada di
sisinya, Cantik-Digta-Luna begitulah urutannya. Beberapa menit sebelumnya,
Cantik merasa seolah tak dilihat oleh Digta pun mengambil inisiatif mencoba
menjatuhkan gelas yang sudah terisi penuh sengaja menjatuhkan untuk bisa
menarik perhatian sang suami. Hanya saja merasa terabaikan. Sementara Luna pun
seolah tak mendengar dan sibuk berbicara dengan Digta.
“Oh my to the God, benar-benar deh,” Cantik berdiri
dan tak sengaja menginjak pecahan gelas yang berhamburan di lantai.
Au.
Ia
mengeluarkan suara perih kesakitan. Digta memalingkan pandangan kepadanya, segera
ia bangkit dan menolongkan.
“Astagfirullah, kamu tidak apa-apa kan?” wajah yang
panik dengan pelan ingin memegang kaki sang istri.
Awalnya menolak disentuh, namun karena Digta memaksa
akan mengobati dengan betadine yang diambilnya dengan berlari ke kamar pun
akhirnya ia mau. Semua pusat perhatian Digta teralih padanya, seperti tak ada
gadis lain yang berada di sana, selain Cantik. Luna, sahabat baik yang
diperkenalkan sebelumnya pun buru-buru pamit.
Mungkin
ia sadar diri, kalau ia tak diinginkan. Batin Cantik kemudian
diikuti dengan cengengesan.
“Kamu itu harus hati-hati dong! Jangan membuat
dirimu sendiri terluka,” kata Digta menutup kembali botol betadine itu dan
membersikan pecahan-pecahan gelas yang masih berserakan.
“Kamu sih perhatian sama yang lain,” ucap Cantik
berbisik.
“Apa yang kamu bilang barusan?” Digta menaikkan
alis.
“Oh tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengucapkan
terima kasih,” tersenyum semanis mungkin.
“Okay sama-sama, tetapi lain kali jangan begini
lagi,” matanya penuh harap.
Allah,
perasaan apa ini? Kenapa hati ini seakan ingin meledak menerima berjuta perhatian
dari Digta. Pemuda biasa yang sebenarnya memiliki hati lembut. Apa sebenarnya
arti dari semua ini? Apakah aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya? Dan,
kenapa? Cantik melayangkan pikiran tanpa sadar Digta
meninggalkannya dan menuju ke dapur cuci piring.
Terjaga setelah mendengar percikkan air dan bergegas
ingin mengganti.
“Biar aku aja. Itukan tugas aku.”
“Istriku sayang, kamu kan lagi sakit jadi kamu
tingga duduk manis aja biar suaminya yang bekerja,” kata Digta manis.
Dan, tersetrum lagi. Bagai ada arus listrik yang
mengibas di hatinya mau tak mau retinya begitu terpesona dengan sosok Digta.
Kata Istriku Sayang seolah
melayangkannya ke langit ke tujuh.
Apakah
dia akan merasakan hal yang sama? Ataukah hatinya sudah terpaut dengan gadis
lain, tidak lain adalah Luna. Gadis cantik dan anggun, semua mata yang melihat
keelokkan pasti mengingkannya. Kalaupun dibandingkan dengannnya, sebenarnya ia
bukanlah apa-apa. Kekhawatiran meletup di kepala yang
hanya dibungkam kepada sang suami yang masih dilihatnya dengan tetapan sendu.
pict source: www.anakcemerlang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar