post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Senin, 04 Desember 2017

Still Hoping (6)



RESEPSI
“Sesaat setelah memutuskan denganmu, aku pun merasa takdir mengikat mati kita”

“Pokoknya saya sudah bicara dengan orang tua Digta tentang resepsi pernikahanmu akan digelar di rumah minggu depan, jadi kalian harus siaps-siap. Okay,” suara ibu kemudian memutuskan sambungan telepon padahal Cantik masih ingin bicara.

Ah, Hidupku benar-benar sial sekarang. Pekiknya dalam batin kemudian melihat ke arah Digta yang tengah tertidur siang. Ia melemparnya dengan bantal.
“Apa-apaan sih? Cari ribut ya? Tidak tahu apa kalau orang lagi istirahat,” Digta membangun paksa badannya, raut wajahnya memerah.
“Ini semua gara-gara kamu, padahal aku belum pelulusan tahu. Kemarin aku menikah terpaksa denganmu, mau tidak mau harus duduk bersamamu di acara resepsi minggu depan. Teman-temanku pasti menertawakanku,” Cantik membentuk kaca-kaca di matanya.
Sunyi sesaat. Sebelumnya Digta sudah tahu tentang acara resepsi pernikahannya dan tidak langsung memberitahukan kepada Cantik karena sudah tahu reaksinya akan berlebihan seperti yang terjadi sekarang.
“Hahahahahahaha..... Aku benar-benar sudah menjadi istri sekarang,” menangis, merutuki diri.
Apa yang harus dilakukan sekarang? Digta bingung bagaimana menenangkan gadis yang dua hari sudah menjadi istrinya. Perlu beberapa menit berpikir dan telinganya terus mendengar tangisan. Dan, ia melihat tissu. Dengan tangannya sendiri, ia menyeka air mata di wajah Cantik. Seketika tak ada tangisan lagi, gadis itu menikmati perhatian yang datang tiba-tiba dari pemuda yang sudah menjadi suaminya.
“Kita akan hadapi bersama-sama. Jangan takut, aku akan selalu di sampingmu.”
Kalimat itu semakin menambah ketenangan di batinnya, pun menunduk buru-buru ketika bersentuhan mata.
***
Waktu mengalun cepat. Undangan sudah disebar ke beberapa kerabat, sahabat maupun orang-orang yang diharuskan hadir di acara pernikahan anak-anaknya. Ya, orang tua Digta dan Cantik sangat excited dengan acara resepsi putra-putri mereka.
Sementara di dalam kamar, gadis yang sudah memakai dress pengantin berwarna putih, dibaluti hijab senada dan mahkota di kepalanya sedang bolak-balik memikirkan bagaimana reaksi saat teman-teman kelasnya datang bersalaman di pelaminan. Pasti sangat malu.
“Kamu tenang aja, semua akan baik-baik saja koq. Ingat sebagai manusia kita harus senantiasa berkhuznuzan baik pada takdir yang Allah berikan. Selain itu, Allah mendahului prasangka hamba-Nya. Selama kita berpikiran positif maka yang terjadi pula dalam kehidupan kita yang tengah berjalan pun akan baik pula. Begitu pula sebaliknya,” jelas Digta, matanya meyakinkan.
Kedua kalinya, hatinya terkagum-kagum. Digta ternyata memiliki kebaikan tersembunyi, bisa menenangkan hati.
“Terima kasih,” tersenyum.
“Sama-sama. Sekarang, ayo kita ke luar,” mengulurkan tangan.
Saling menantang mata. Digta mengangguk memberikan rasa percaya diri sekali lagi. Secepatnya Cantik meraih tangannya.
Kedua mempelai yang baru dua hari menikah keluar dengan mesra menuju pelaminan, membuat siapa saja yang hadir merasa iri.
“Pengantin laki-lakinya ganteng sekali, begitupun dengan pengantin perempuannya cantik sekali.”
“Sumpah, mereka serasi banget.”
“Ah... Jadi pengen nikah muda.”
Dan, masih banyak kalimat-kalimat kagum yang terdengar dari mulut mereka hanya ditanggapi dengan senyuman ringan.
Acara hikmat, bahkan muncul muara tangisan. Ketika orang tua pengantin laki-laki maupun perempuan menyampaikan sepatah kata dari hati ataupun nasehat untuk pengantin. Malam itu, bukan hanya ketika berdua Digta memperlihatkan perhatiannya kepada Cantik, pun di hadapan semuanya dengan lembut menyeka air mata pengantinnya.
Terharu. Terkagum. Takjub. Cantik tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya saat itu, yang pasti bahagia.

pict source: www.anakcemerlang.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar