RESEPSI
“Sesaat
setelah memutuskan denganmu, aku pun merasa takdir mengikat mati kita”

Ah,
Hidupku benar-benar sial sekarang. Pekiknya dalam batin
kemudian melihat ke arah Digta yang tengah tertidur siang. Ia melemparnya
dengan bantal.
“Apa-apaan sih? Cari ribut ya? Tidak tahu apa kalau
orang lagi istirahat,” Digta membangun paksa badannya, raut wajahnya memerah.
“Ini semua gara-gara kamu, padahal aku belum
pelulusan tahu. Kemarin aku menikah terpaksa denganmu, mau tidak mau harus
duduk bersamamu di acara resepsi minggu depan. Teman-temanku pasti
menertawakanku,” Cantik membentuk kaca-kaca di matanya.
Sunyi sesaat. Sebelumnya Digta sudah tahu tentang
acara resepsi pernikahannya dan tidak langsung memberitahukan kepada Cantik
karena sudah tahu reaksinya akan berlebihan seperti yang terjadi sekarang.
“Hahahahahahaha..... Aku benar-benar sudah menjadi
istri sekarang,” menangis, merutuki diri.
Apa
yang harus dilakukan sekarang? Digta bingung bagaimana
menenangkan gadis yang dua hari sudah menjadi istrinya. Perlu beberapa menit
berpikir dan telinganya terus mendengar tangisan. Dan, ia melihat tissu. Dengan
tangannya sendiri, ia menyeka air mata di wajah Cantik. Seketika tak ada
tangisan lagi, gadis itu menikmati perhatian yang datang tiba-tiba dari pemuda
yang sudah menjadi suaminya.
“Kita akan hadapi bersama-sama. Jangan takut, aku
akan selalu di sampingmu.”
Kalimat itu semakin menambah ketenangan di batinnya,
pun menunduk buru-buru ketika bersentuhan mata.
***
Waktu mengalun cepat. Undangan sudah disebar ke
beberapa kerabat, sahabat maupun orang-orang yang diharuskan hadir di acara
pernikahan anak-anaknya. Ya, orang tua Digta dan Cantik sangat excited dengan acara resepsi putra-putri
mereka.
Sementara di dalam kamar, gadis yang sudah memakai
dress pengantin berwarna putih, dibaluti hijab senada dan mahkota di kepalanya
sedang bolak-balik memikirkan bagaimana reaksi saat teman-teman kelasnya datang
bersalaman di pelaminan. Pasti sangat malu.
“Kamu tenang aja, semua akan baik-baik saja koq.
Ingat sebagai manusia kita harus senantiasa berkhuznuzan baik pada takdir yang
Allah berikan. Selain itu, Allah mendahului prasangka hamba-Nya. Selama kita
berpikiran positif maka yang terjadi pula dalam kehidupan kita yang tengah
berjalan pun akan baik pula. Begitu pula sebaliknya,” jelas Digta, matanya
meyakinkan.
Kedua kalinya, hatinya terkagum-kagum. Digta
ternyata memiliki kebaikan tersembunyi, bisa menenangkan hati.
“Terima kasih,” tersenyum.
“Sama-sama. Sekarang, ayo kita ke luar,” mengulurkan
tangan.
Saling menantang mata. Digta mengangguk memberikan
rasa percaya diri sekali lagi. Secepatnya Cantik meraih tangannya.
Kedua mempelai yang baru dua hari menikah keluar
dengan mesra menuju pelaminan, membuat siapa saja yang hadir merasa iri.
“Pengantin laki-lakinya ganteng sekali, begitupun dengan
pengantin perempuannya cantik sekali.”
“Sumpah, mereka serasi banget.”
“Ah... Jadi pengen nikah muda.”
Dan, masih banyak kalimat-kalimat kagum yang
terdengar dari mulut mereka hanya ditanggapi dengan senyuman ringan.
Acara hikmat, bahkan muncul muara tangisan. Ketika
orang tua pengantin laki-laki maupun perempuan menyampaikan sepatah kata dari
hati ataupun nasehat untuk pengantin. Malam itu, bukan hanya ketika berdua
Digta memperlihatkan perhatiannya kepada Cantik, pun di hadapan semuanya dengan
lembut menyeka air mata pengantinnya.
Terharu. Terkagum. Takjub. Cantik tidak tahu
bagaimana menggambarkan perasaannya saat itu, yang pasti bahagia.
pict source: www.anakcemerlang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar