SAKSI
BISU
“Bukan
cuma hujan yang aku suka, tetapi aku juga suma sama kamu”
Senyum. Salah satu hal
yang paling membahagiakan di dunia ini adalah melihat ukiran menawan itu di
wajah orang yang disayangi. Dan, paling membahagiakan takkala senyum yang tersampul
itu karenanya. Hah. Sungguh bahagia.
Suci
mendengus nafas panjang. Benar saja setelahnya matanya menyipit dan kedua
bibirnya membentuk garis tipis. Aura kecantikannya begitu terlihat.
“Aku
sudah memaafkanmu Fer,” katanya lembut.
“Benarkah?
Sungguh?” Ferdi berdiri, matanya berbinar dan ingin memperjelas apa yang baru
saja dikatakan oleh gadis yang dicintainya.
Suci
mengangguk dengan semangat.
Ah,
ingin digengganya atau bahkan dipeluknya. Namun tidak mungkin, Suci ataupun
Kirana adalah gadis sholehah yang sangat menjaga pergaulannya, apalagi dengan
lawan jenis. Pasti dibenci kalau sampai menyentuhnya. Ia hanya berterima kasih
sebesar-besarnya dan berjanji akan menjadi seseorang yang selalu menjaganya,
selamanya.
“Terima
kasih Suci. Terima kasih. Aku berjanji akan menjadi orang yang selalu
menjagamu. Dalam keadaan apapun, sesenang apapun dan sesulit apapun,
selamanya,” Ferdi ikut bersemangat.
“Fer.
Aku tidak meminta itu. Aku memaafkanmu dengan tulus. Tidak minta imbalan apapun
karena aku benar-benar sudah memaafkanmu,” Suci tetap menjaga pandangannya.
“Kali
ini aku tidak perduli, kamu setuju atau tidak. Aku tetap akan menjagamu. Yang
penting kamu sudah memaafkan aku,” memalingkan pandangan ke langit.
“Terserah
kamu.”
Ya,
Suci hanya membiarkannya. Toh ia tahu bagaimana kalau Ferdi sudah memutuskan
sesuatu pasti mati-matian ia akan berusaha, pun sama seperti ketika bersih
keras berjuang untuk dimaafkan hingga akhirnya tiba juga detik di mana hujan
menjadi saksi bisu.
Keduanya
menatap langit menurunkan airnya. Sungguh Besar Maha Kuasa Allah Swt.
“Kamu
suka hujan ya? Koq dari tadi kamu senyum melihat hujan?” kali ini Cantik yang
memulai pembicaraan.
Sebenarnya bukan hanya hujan yang
aku suka, tetapi aku juga suka sama kamu. Katanya sambil
senyam-senyum sendiri.
“Koq
diam sih?” Suci merasa aneh pada Ferdi, walaupun sebenarnya dia juga merasakan
hal yang sama pada dirinya.
“Ia,
aku suka dengan hujan dan…..” kembali berhenti beberapa detik.
“Dan
apa?” Suci penasaran.
“Dan
aku suka sama kamu,” sambil tersungging manis.
Suasana
romantis sekarang. Beberapa detik kembali diam yang mengelabuhi dan hanya hujan
menjadi saksi bisu. Perasaan yang perlahan membentangkan pelangi. Perhalan
menghilankan kesamarannya.
Sebelum
semuanya berlanjut, ia buru-buru masuk ke dalam rumah.
“Aku
masuk dulu ya,” sambil bergegas kabur.
Padahal
masih banyak yang ingin dibicarakan padanya pun masalah hatinya. Walaupun saat
berada di depannya, semua enyah karena pesonanya. Jujur dari hati terdalam,
Suci adalah cinta pertamanya. Memang dia pernah menjalin hubungan dengan Rini
sebelumnya, hanya dengan alasan dia cantik dan cukup popular di sekolah. Tidak
ada perasaan istimewa apapun padanya.
Dan,
ketika bersama Suci semakin lama perasaan itu menetes semakin parah bahkan
melaut. Cinta memang tidak bisa ditebak, kepada siapa ia berlabuh dan kepada
siapa ia akan merasakan kebahagiaan. Cinta.
Ia
datang sebelum angin menusuk tulang, meremukkan badan bahkan membentuk warna
putih dibibir. Setelahnya datang kesejukkan, bukan hanya di luar tubuh
melainkan di dalam hati kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar