post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Sabtu, 12 Mei 2018

Baiduri (25)


LAYANG-LAYANG
“Aku mulai serakah, inginnya hanya aku yang bisa melukis senyum di wajahmu”

Bosan. Beberapa hari libur terakhir hanya menghabiskan waktu di rumah. Ingin sekali cepat-cepat ke sekolah bertemu dengan Ida, Ayu dan teman-teman, belajar di kelas dan di perpustakaan, ingin merasakan keributan di alun-alun sekolah putih abu-abu. Padahal kalau sibuk-sibuk belajar, kadang ingin sekali cepat mendapatkan waktu libur.

Astagfirullah. Bukankah ini termasuk ketidaksyukuran akan waktu. Cepat-cepat Suci menetralisir pikirannya.
“Kamu lagi mikirin apa Suci. Koq kayak ada sesuatu begitu yang membuatmu gelisah” tanya Ferdi yang sudah datang padahal masih pagi-pagi buta.
Suci menoleh. Saat saling menantang mata, secepat kilat menunduk.
“Aku lagi bosan aja nih. Hari ini mau ngapain ya?” katanya lemas.
Ada rasa senang menggelitik di sisi hati Ferdi. Mulai sekarang gadis yang di sampingnya itu tidak canggung lagi mengatakan apa yang dirasakan padanya. Ah. Sudah lama ditunggu dan itu terjadi ketika kesabaran berangsur.
“Oh, bagaimana kalau nanti kita main laying-layang?” usulnya.
Suci menetralisir usul Ferdi. Memerlukan waku beberapa detik.
“Okay, kami ikut,” suara yang muncul di belakang mereka.
“Aku juga,” disusuk Ayu dengan semburat senyum di wajahnya.
“Ah, kalian….” Suci berlari kea rah mereka dan langsung memeluknya.
“Kenapa kalian tidak bilang, kalau mau datang?” bibir Suci dimanyungkan.
“Bukan surprise dong namanya kak kalau kasih tahu,” terang Ayu sambil terus memeluk sahabatnya.
“Terus jadi tidak kita main layangannya?” Ferdi kembali bertanya.
Ida langsung membisikkan sesuatu ke telinga dua sahabatnya. Membuat Ferdi penasaran saja. Sekitar dua menit berlangsung seperti itu.
“Bagaimana? Jadi tidak?” Ferdi mendesak.
“Hmmmmm, gimana ya kak. Aku mah terserah kak Suci saja,” kata Ayu.
“Aku juga. Kalau kak setuju, pasti setuju dong,” Ida menggandengan lengan sahabatnya.
“Gimana Suci?” Ferdi merasa was-was.
Suci mendengus nafas panjang.
“Hmmmm…. Gimana ya. Kan sekarang aku sudah tidak bosan lagi nih, karena dua sahabatku udah datang, lagian kami juga tidak tahu bagaimana main layangan. Jadi bagusnya….”
Suci berhenti sejenak. Membuat Ferdi semakin penasaran saja.
“Tetap mau main laying-layang tapi ada satu syarat.”
“Apa syaratnya? Katakana saja?” Ferdi sangat excited.
Membuat ketiga gadis di hadapannya sedikit kaget, pun tidak dinampakkan.
“Kami mau main layangannya di lapangan. Terus sebentar sore aja setelah sholat Asyar. Karena sebentar kami mau belajar masak dulu. Gimana?”
“Okay, setuju.”
“Tapi ada satu lagi syaratnya,” mata Suci melihat kea rah sahabatnya.
“Kamu harus buat laying-layangnya sendiri. Gimana?” sekarang melihat kea rah Ferdi.
“Okay. Siapa takut.” Sangat mantap mengucapkan.
“Baiklah, kalau begitu kami masak dulu ya. Ayo teman-teman,” menggandengan ke dua tangan sahabatnya ke dapur.
Hu….. Harus bagaimana sekarang? Sebenarnya Ferdi hanya jago bermain laying-layang, namun tidak tahu cara membuatnya. Ia berpikir sejenak entah bagaimana solusi membuatnya. Tidak mungkin membeli atau menyuruh orang lain membuatnya.
“Ah, lihat youtube aja cara membuatnya,” katanya sambil mengambil smart phone di saku celananya.
Dan, Alhamdulillah. Pertolongan Allah datang tepat pada waktunya.
Begitu sungguh-sungguh ia membuatnya, sampai-sampai tangannya kena gunting. Suci dan kedua sahabatnya yang mengintip merasa kasihan. Pun buru-buru Suci mengambil kotak obat dan berlari membelinya.
“Sini aku obati tangannya,” tanpa menunggu persetujuan Ferdi.
Tangan mereka juga tidak langsung bersentuhan karena sebelumnya memakai sarung tangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar