LAYANG-LAYANG
“Aku
mulai serakah, inginnya hanya aku yang bisa melukis senyum di wajahmu”
Bosan. Beberapa hari
libur terakhir hanya menghabiskan waktu di rumah. Ingin sekali cepat-cepat ke
sekolah bertemu dengan Ida, Ayu dan teman-teman, belajar di kelas dan di
perpustakaan, ingin merasakan keributan di alun-alun sekolah putih abu-abu.
Padahal kalau sibuk-sibuk belajar, kadang ingin sekali cepat mendapatkan waktu
libur.
Astagfirullah. Bukankah
ini termasuk ketidaksyukuran akan waktu. Cepat-cepat Suci menetralisir
pikirannya.
“Kamu
lagi mikirin apa Suci. Koq kayak ada sesuatu begitu yang membuatmu gelisah”
tanya Ferdi yang sudah datang padahal masih pagi-pagi buta.
Suci
menoleh. Saat saling menantang mata, secepat kilat menunduk.
“Aku
lagi bosan aja nih. Hari ini mau ngapain ya?” katanya lemas.
Ada
rasa senang menggelitik di sisi hati Ferdi. Mulai sekarang gadis yang di
sampingnya itu tidak canggung lagi mengatakan apa yang dirasakan padanya. Ah.
Sudah lama ditunggu dan itu terjadi ketika kesabaran berangsur.
“Oh,
bagaimana kalau nanti kita main laying-layang?” usulnya.
Suci
menetralisir usul Ferdi. Memerlukan waku beberapa detik.
“Okay,
kami ikut,” suara yang muncul di belakang mereka.
“Aku
juga,” disusuk Ayu dengan semburat senyum di wajahnya.
“Ah,
kalian….” Suci berlari kea rah mereka dan langsung memeluknya.
“Kenapa
kalian tidak bilang, kalau mau datang?” bibir Suci dimanyungkan.
“Bukan
surprise dong namanya kak kalau kasih tahu,” terang Ayu sambil terus memeluk
sahabatnya.
“Terus
jadi tidak kita main layangannya?” Ferdi kembali bertanya.
Ida
langsung membisikkan sesuatu ke telinga dua sahabatnya. Membuat Ferdi penasaran
saja. Sekitar dua menit berlangsung seperti itu.
“Bagaimana?
Jadi tidak?” Ferdi mendesak.
“Hmmmmm,
gimana ya kak. Aku mah terserah kak Suci saja,” kata Ayu.
“Aku
juga. Kalau kak setuju, pasti setuju dong,” Ida menggandengan lengan
sahabatnya.
“Gimana
Suci?” Ferdi merasa was-was.
Suci
mendengus nafas panjang.
“Hmmmm….
Gimana ya. Kan sekarang aku sudah tidak bosan lagi nih, karena dua sahabatku
udah datang, lagian kami juga tidak tahu bagaimana main layangan. Jadi
bagusnya….”
Suci
berhenti sejenak. Membuat Ferdi semakin penasaran saja.
“Tetap
mau main laying-layang tapi ada satu syarat.”
“Apa
syaratnya? Katakana saja?” Ferdi sangat excited.
Membuat
ketiga gadis di hadapannya sedikit kaget, pun tidak dinampakkan.
“Kami
mau main layangannya di lapangan. Terus sebentar sore aja setelah sholat Asyar.
Karena sebentar kami mau belajar masak dulu. Gimana?”
“Okay,
setuju.”
“Tapi
ada satu lagi syaratnya,” mata Suci melihat kea rah sahabatnya.
“Kamu
harus buat laying-layangnya sendiri. Gimana?” sekarang melihat kea rah Ferdi.
“Okay.
Siapa takut.” Sangat mantap mengucapkan.
“Baiklah,
kalau begitu kami masak dulu ya. Ayo teman-teman,” menggandengan ke dua tangan
sahabatnya ke dapur.
Hu…..
Harus bagaimana sekarang? Sebenarnya Ferdi hanya jago bermain laying-layang,
namun tidak tahu cara membuatnya. Ia berpikir sejenak entah bagaimana solusi
membuatnya. Tidak mungkin membeli atau menyuruh orang lain membuatnya.
“Ah,
lihat youtube aja cara membuatnya,” katanya sambil mengambil smart phone di
saku celananya.
Dan,
Alhamdulillah. Pertolongan Allah datang tepat pada waktunya.
Begitu
sungguh-sungguh ia membuatnya, sampai-sampai tangannya kena gunting. Suci dan
kedua sahabatnya yang mengintip merasa kasihan. Pun buru-buru Suci mengambil
kotak obat dan berlari membelinya.
“Sini
aku obati tangannya,” tanpa menunggu persetujuan Ferdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar