LAYANG-LAYANG
2
“Semoga
kesedihanmu ikut melayang ke langit. Pergi menjauhimu”
Suci nampak begitu
khawatir. Membuat Ferdi, kedua sahabatnya dan bahkan bi Ija merasa heran namun
sedikit bahagia. Terlihat serasi jika ia bersama Ferdi. Beberapa hari ini
mereka selalu bersama dan jelas tergambar kesukacitaan di wajahnya.
Semoga selamanya seperti ini. Pekik
mereka dalam batin.
“Makasih
ya Suci,” ucap Ferdi.
“Ia.
Sama-sama,” Suci merapikan gulungan perban dan menutup botol betadine.
“Kalau
begitu aku mau lanjut buat laying-layangnya,” ingin meraih kembali gunting yang
tadi membuat luka di tangannya.
“Sini
aku bantu ya,” Suci sekonyong-konyongnya mengambil gunting itu.
“Mau
dibentuk apa ini?” lanjutnya.
“Hmmm.
Maaf ya sebelumnya Suci. Lebih baik aku bikin sendiri, karena aku mau membuat
kamu penasaran sama bentuknya. Lagian kamu juga masakkan dengan teman-teman
kamu,” alis Ferdi terangkat.
“Tapi….”
Ada kekhawatiran tersemat. Bagaimana kalau sampai dia terluka lagi.
“Kamu
tidak usah khawatir. Aku akan hati-hati koq buatnya,” tambah Ferdi meyakinkan.
Suci
mendengus nafas panjang sebelum mengiyakan kemauan pemuda yang membuatnya
khawatir.
“Baiklah
kalau begitu.”
Suci
mengangkat bahu. Perlahan berbalik dan berjalan kea rah dapur. Namun beberapa
kali menoleh dan diberikan senyum manis oleh Ferdi.
Ah,
so sweet.
“Ciye
yang tadi berduaan sama kak Ferdi,” Ida meledek ketika melihat sahabatnya yang
seperti tidak bersemangat memasak seperti sebelumnya.
Suci
tidak menggubris. Matanya melihat ke celah-celah jendela kaca di hadapannya.
“Kamu
lagi mikirin apa sih kak? Koq kayak lemas gitu?” kali ini Ida coba
mempertanyakan.
Balasannya
sama dengan yang diterima Ida. Pun mereka berinisiatif mengagetkannya.
“Kak
Suci,” suara keduanya lantang bergema di gendang telinga Yuri.
“Apaan
si kalian ini? Kalian mau bikin aku tuli ya?” bibir Suci dimanyungkan.
“Kakak
sih, ditanya tidak jawab-jawab, pasti lagi mikirin Ferdi. Ia kan?”
Tiba-tiba
wajah Suci memerah. Untungnya Ferdi datang dan memberitahukan bahwa
laying-layang yang dibuat sudah selesai.
Mereka
bertiga pun segera menyelesaikan masakannya. Sesuai kesepakatan, mereka pun
berangkat bermain laying-layang setelah asyar dan di lapangan.
***
Suci dan kedua
sahabatnya begitu takjub. Baru kali ini mereka melihat laying-layang berbentuk
love dan inisial nama – S dan F.
“Aku
tahu tuh S dan F,” Ida mengira-ngira.
“Aku
juga tahu,” ternyata Ayu juga memikirkan hal yang sama.
“Please,
jangan memperjelas semuanya. Aku tidak ingin malu,” untung Ferdi tahu maksud
kedua juniornya.
Ida
dan Ayu hanya cengengesan. Sementara pipi Suci sekarang seperti udang masak
yang memerah.
“Kalau
begitu kita main ya Ida di sana,” Ida menunjuk sisi lapangan sebelah kanan.
“Okay,”
Ayu setuju.
Keduanya
lalu berjalan menjauhi Suci dan Ferdi, namun mereka masih bisa menyaksikan apa
yang dilakukan Ferdi dan Suci dari kejauhan.
“Ayo
kita naikkan laying-layangnya sekarang,” kata Ferdi lembut.
Suci
melihat Ferdi yang memegang laying-layang berbentuk love karena laying-layang lainnya sudah dibawa kedua sahabatnya.
“Tapi
aku tidak tahu cara menaikkannya,” mimik wajahnya pasrah.
“Nanti
aku ajarin. Kamu pegang aja gulungan benangnya dan tarik-ulur ke atas.”
“Baiklah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar