post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Sabtu, 19 Mei 2018

Baiduri (29)


AKU MERINDUKANNYA
“Aku berharap dia adalah dirimu”

Dina sekonyong-konyongnya memeluk Suci yang masih sibuk membasuh mukanya. Semua terheran-heran. Apa yang terjadi pada ibu seorang gadis yang sangat membencinya? Kenapa tiba-tiba mendekap hangat Suci? Apakah ada hubungan di antara mereka? bukannya hanya yang melihat penuh dengan pertanyaan di kepala mereka, melainkan juga Suci sendiri, pun tidak bisa dipungkiri rasanya sangat nyaman berada dalam lingkaran kedua tangan ibu Rini.

Berlangsung hampir lima menit. Dina tidak pernah berhenti menangis. Suci mencoba menghentikkan dengan membalas pelukannya.
“Ibu baik-baik saja kan?” kata Suci lembut.
Dina terus saja terisak dan tidak menjawab sepatah katapun.
“Lepaskan ibu aku?” Rini datang dengan amukan, menarik sang ibu dari dekapan gadis yang menurutnya sudah merebut kebahagiaannya.
“Dasar kamu ya, tidak tahu malu,” Rini lantas ingin menampar wajah Suci, untung pertolongan dari Ferdi menghadang.
“Jangan harap kamu bisa menyentuh Suci lagi. Aku tidak akan pernah membiarkannya,” mata Ferli begitu menusuk.
Rini mendengus nafas berat. Matanya penuh dengan kaca-kaca. Kenapa begitu sakit menyaksikan pembelaan pemuda yang dicintainya. Seumur-umur ketika pacaran, tak sekalipun ia diperlakukan istimewa seperti itu.
“Lebih baik ibu sholat saja sekarang, kemudian kita pergi dari sini,” Rini mencoba mengalihkan suasana hatinya.
Suci hanya melihat Dina yang masih menatapnya mendung dan tidak berkata apa-apa.
***
Kejadian kemarin, membuatnya membenamkan banyak sekali bintang-bintang di malam hari. Hanya saja gelap. Butuh kekuatan penerangan berupa penjelasan. Hah. Hari-hari selanjutnya seperti itu, pertanyaan masih membentur di kepalanya dan karena tidak tahan, Suci berinisiatif menemui Dina.
“Ibu…….” Ucapnya kaget sambil berdiri.
Padahal baru ingin menemui, dia sudah datang lagi di sekolah dan sekarang menemuinya di sekolah. Seperti sebelumnya ia langsung memeluk dan kali ini ia bertanya lembut.
“Kamu apa kabar nak?”
“Aku baik-baik saja. Kalau ibu bagaimana?”
“Aku juga baik-baik saja nak’.”
“Oh ya, mau aku panggilkan Rini?” mata Suci menyala.
“Tidak usah nak. Aku ke sini untuk menemui kamu.”
Dan, terciduk. Mendadak rasa nyaman bercampur penasaran kini menggelut di benaknya. Apa maksud ibu Rini sebenarnya? Tidak mungkin terjadi sesuatu tanpa ada sebabnya.
“Suci lagi istirahat kan? Boleh tidak, ibu minta tolong temani ibu ke kantin?” Dina penuh harap.
“Tapi bu….,” ada keraguan di hati Suci. Bagaimana kalau sampai Rini akan mengamuk lagi?
“Kamu tidak usah takut nak. Aku akan membela kamu saat Rini kasar kepadamu dan sebenarnya ibu minta maaf, atas perlakuan anak ibu kepadamu.”
“Tidak apa-apa bu. Aku ngerti koq. Rini sangat sayang sama ibu, makanya ia bersikap demikian.”
“Terimakasih nak’ kalau kamu mengerti.”
“Sama-sama bu.”
Saling melemparkan senyum dan kehangatan memenuhi segala sudut ruangan kelas Suci.
Pun Suci dan Dina berjalan berduaan menuju kantin. Sebelum sampai, ia bertemu dengan Ida, Ayu juga Ferdi. Mereka pun semua ikut karena diminta ibu Rini, walau sedikit ada keraguan tentang kemarahan Rini yang bisa saja meluap-luap.
“Kalian pesan saja apa yang ingin kalian makan,” pinta Dina.
“Makasih tante,” ucap Ayu yang tanpa merasa tidak enak langsung memesan makanan yang paling mahal sekaligus palng enak di kantin sekolah.
Suci, Ferdi dan Ida hanya tertawa ringan.
Ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan Ferdi melihat senyum tulus yang begitu nampak di wajah Suci saat berbicara dengan ibu Rini. Berharap selamanya akan demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar