AKU
MERINDUKANNYA
“Aku
berharap dia adalah dirimu”
Dina
sekonyong-konyongnya memeluk Suci yang masih sibuk membasuh mukanya. Semua
terheran-heran. Apa yang terjadi pada ibu seorang gadis yang sangat
membencinya? Kenapa tiba-tiba mendekap hangat Suci? Apakah ada hubungan di
antara mereka? bukannya hanya yang melihat penuh dengan pertanyaan di kepala
mereka, melainkan juga Suci sendiri, pun tidak bisa dipungkiri rasanya sangat
nyaman berada dalam lingkaran kedua tangan ibu Rini.
Berlangsung
hampir lima menit. Dina tidak pernah berhenti menangis. Suci mencoba
menghentikkan dengan membalas pelukannya.
“Ibu
baik-baik saja kan?” kata Suci lembut.
Dina
terus saja terisak dan tidak menjawab sepatah katapun.
“Lepaskan
ibu aku?” Rini datang dengan amukan, menarik sang ibu dari dekapan gadis yang
menurutnya sudah merebut kebahagiaannya.
“Dasar
kamu ya, tidak tahu malu,” Rini lantas ingin menampar wajah Suci, untung
pertolongan dari Ferdi menghadang.
“Jangan
harap kamu bisa menyentuh Suci lagi. Aku tidak akan pernah membiarkannya,” mata
Ferli begitu menusuk.
Rini
mendengus nafas berat. Matanya penuh dengan kaca-kaca. Kenapa begitu sakit
menyaksikan pembelaan pemuda yang dicintainya. Seumur-umur ketika pacaran, tak
sekalipun ia diperlakukan istimewa seperti itu.
“Lebih
baik ibu sholat saja sekarang, kemudian kita pergi dari sini,” Rini mencoba
mengalihkan suasana hatinya.
Suci
hanya melihat Dina yang masih menatapnya mendung dan tidak berkata apa-apa.
***
Kejadian kemarin,
membuatnya membenamkan banyak sekali bintang-bintang di malam hari. Hanya saja
gelap. Butuh kekuatan penerangan berupa penjelasan. Hah. Hari-hari selanjutnya
seperti itu, pertanyaan masih membentur di kepalanya dan karena tidak tahan,
Suci berinisiatif menemui Dina.
“Ibu…….”
Ucapnya kaget sambil berdiri.
Padahal
baru ingin menemui, dia sudah datang lagi di sekolah dan sekarang menemuinya di
sekolah. Seperti sebelumnya ia langsung memeluk dan kali ini ia bertanya
lembut.
“Kamu
apa kabar nak?”
“Aku
baik-baik saja. Kalau ibu bagaimana?”
“Aku
juga baik-baik saja nak’.”
“Oh
ya, mau aku panggilkan Rini?” mata Suci menyala.
“Tidak
usah nak. Aku ke sini untuk menemui kamu.”
Dan,
terciduk. Mendadak rasa nyaman bercampur penasaran kini menggelut di benaknya.
Apa maksud ibu Rini sebenarnya? Tidak mungkin terjadi sesuatu tanpa ada
sebabnya.
“Suci
lagi istirahat kan? Boleh tidak, ibu minta tolong temani ibu ke kantin?” Dina
penuh harap.
“Tapi
bu….,” ada keraguan di hati Suci. Bagaimana kalau sampai Rini akan mengamuk
lagi?
“Kamu
tidak usah takut nak. Aku akan membela kamu saat Rini kasar kepadamu dan
sebenarnya ibu minta maaf, atas perlakuan anak ibu kepadamu.”
“Tidak
apa-apa bu. Aku ngerti koq. Rini sangat sayang sama ibu, makanya ia bersikap
demikian.”
“Terimakasih
nak’ kalau kamu mengerti.”
“Sama-sama
bu.”
Saling
melemparkan senyum dan kehangatan memenuhi segala sudut ruangan kelas Suci.
Pun
Suci dan Dina berjalan berduaan menuju kantin. Sebelum sampai, ia bertemu
dengan Ida, Ayu juga Ferdi. Mereka pun semua ikut karena diminta ibu Rini,
walau sedikit ada keraguan tentang kemarahan Rini yang bisa saja meluap-luap.
“Kalian
pesan saja apa yang ingin kalian makan,” pinta Dina.
“Makasih
tante,” ucap Ayu yang tanpa merasa tidak enak langsung memesan makanan yang
paling mahal sekaligus palng enak di kantin sekolah.
Suci,
Ferdi dan Ida hanya tertawa ringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar