post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Sabtu, 19 Mei 2018

Baiduri (30)


KEIRIAN
“Sebenarnya, perlahan aku tahu kebaikanmu”

Duduk di kursi melingkari meja bundar sambil menikmati banyak makanan yang sudah dipesan Dina. Banyak sekali, seolah untuk porsi sepuluh orang padahal mereka hanya berlima.
“Maaf tante, kami terlalu merepotkan,” kata Suci merasa tidak enak.
“Astagfirullah. Jangan bilang seperti itu. Ini kemauan tante sendiri,” memegang tangan Suci.
Lagi-lagi ada kedamaian yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.

“Ini semua untukmu nak’” kalimat itu meluncur begitu saja. Tulus dari hati paling dalam dari seorang ibu yang merindukan anakanya. Mata Dina berlinang. Pun sama sekali ia tidak mengerti dengan dirinya. Seperti menemukan penawar rindu ketiga memegang tangan Suci.
“Tante baik-baik saja kan?” Suci merasa khawatir.
Terjaga. Buru-buru Dina mengusap air matanya. Ferdi, Ida dan Ayu hanya ikut terheran-heran.
“Ayo kita makan sekarang, aku tahu kalian pasti kelaparan karena dari tadi pagi belajar,” ajak Dina yang sebenarnya hanya mengemas keharuannya dengan senyuman ringan.
Di tempat sama, Nabila melihat mereka sedang harmonis menyantap makan siang. Tapi, dia tidak habis pikir bagaimana mungkin mereka makan tanpa Rini? Ah, ini tida boleh dibiarkan. Pekiknya dalam batin, kemudian berlari mencari Rini.
Ia melewati kelas X yang berjumlah sembilan kelas, saat berada di ujung ia berbelok menuju halaman kantor, kemudian kelas XI. Ia mencari Rini di setiap ruangan dan akhirnya menemukannya di muka kelas XI Ipa 2 sedang membaca novel Dilan.
“Rin, koq kamu malah di sini asyik baca novel dan tidak tahu apa yang sedang terjadi,” sambil mengatur nafas yang terengah-engah.
Rini menoleh. “Memangnya ada apa?” matanya membulat, mengisyaratkan rasa penasaran.
“Mama kamu sedang mentraktir Suci dan teman-temannya di kantin.”
“Apa?” Rini bangkit. Nafasnya sangat berat bersama langkah cepat ia menuju kantin yang ditunjuk Nabila.
Tidak habis pikir, kenapa ibunya bisa melakukannya. Padahal ia sudah menceritakan bagaimana ia membenci Suci. Ya, memang ibunya malah menasehati agar jangan sampai membenci orang lain, hanya saja tidak mungkin. Dia sudah merebut Ferdi, pemuda yang paling dicintai.
Dengan amukan ganas, ia mengambil segelas air putih di depan Suci dan menuangkan ke wajah gadis itu.
“Kamu belum puas ya mengambil Ferdi dariku, dan sekarang kamu juga ingin mengambol ibuku,” wajahnya memerah.
Ferdi langsung membalas Rini dengan memberi segelas air putih di wajahnya.
“Aku sudah pernah bilang, jangan pernah mengganggu Suci lagi atau kamu akan selalu berhadapan denganku.”
Oh my God. Semua yang melihat menganga. Pembelaan Ferdi begitu terlihat.
“Nak’, kamu kenapa seperti ini? Suci itu anak yang baik. Ibu yang akan mengajaknya makan bersama, sekaligus dengan teman-temannya,” Dina mencoba memberi penjelasan.
Rini melelehkan air mata kesedihan. Terlalu dalam kesakitan yang diberikan Ferdi, sekaligus ibunya yang sekarang ikut-ikutan membela Suci.
Rini berlari meninggalkan ibunya yang kemudian mengejarnya. Sementara Ferdi mengambil tiga lembar tissue dan menyeka air di wajah Suci.
“Kamu jangan pernah takut sama perlakuan jahar Rini. Aku akan terus melindungimu.”
Hah. Semua wanita yang mendengar pemuda yang ingin melindunginya pasti merasa paling istimewa. Jantung Suci perlahan deg-deg-gan dan beririan rasa bersalah pada Rini. Andai ia tidak menerima ajakan ibunya, pasti tidak akan terjadi kekacauan seperti ini.
“Kamu jangan pernah merasa bersalah. Ini bukan kesalahanmu sama sekali,” tapi Ferdi lagi-lagi menegakkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar