KETULUSAN
“Sesak
itu datang menyeruak, ketika melihatmu dengannya”
Ketulusan. Selama ini ia tidak pernah memperdulikannya. Apa-apa yang diinginkan selalu ada dan saat tidak dapat digapai, ia hanya tahu itu bukan untuknya. Tuhan pasti sudah menyiapkan yang lebih baik. Namun berbeda kali ini, meskipun bibirnya berkata yang tidak sama ataupun saat bersama dengan Luna hatinya juga akan berdegup kencang. Lantas kenapa saat Cantik tertawa bersama dengan pemuda yang ditaksirnya, muncul ketidaktulusan?
Ah, sial.Jangan bilang aku jatuh
cinta padanya. Meskipun hati kecilnya mengatakan itu,
ia terus mengabaikan. Tidak mungkin cintanya akan terbagi. Lebih baik ia
memperjuangkan cintanya, seperti kesepakatan sebelumnya.
“Kamu
lagi mikirin apa sih?” Luna terheran-heran. Padahal masih pagi, Digta sudah
melamun.
“Kalau
ada masalah cerita dong sama aku,” lanjut gadis itu.
“Tidak
apa-apa koq,” tersenyum.
Luna
membalas sunggingan menawan. Digta memegang dadanya. Degupan di jantungnya
sudah tidak seperti semula. Sudah tidak kuat lagi. Ada apa sebenarnya dengan
hatinya?
“Tuh
kan melamun lagi,” Luna menggelengkan kepala.
“Oh.
Aku mau ke kelas aja dulu ya. Bye,” mengangkat bahu dan pergi tanpa meminta
persetujuan Luna.
Gadis
itu mendengus nafas berat. Pun sangat heran dengan sikap Digta. Biasanya mata
yang dimilikinya akan selalu berfokus kepadanya. Apa yang diinginkan pasti
ditanyakan. Perduli dalam segala keadaan. Saat ingin masuk kelas ataupun ingin
pergi ke mana, pasti akan pamit. Kemana Digta yang dulu? Apakah dia sudah
berubah sejak dia menikah dengan Cantik? Pekik Luna.
Matanya
menyentuh Cantik bersama pemuda lain. Tidak lain adalah pangeran kampus. Jujur
dia juga sempat menyukai bahkan sampai sekarang mengidolakan. Hanya saja,
sekarang itu tidak penting melainkan apa yang terjadi di antara mereka. Luna
menghampirinya.
“Hy
Cantik, Hiro.”
“Hy
juga kak,” Cantik tersenyum.
“Hy.”
“Kalian
akrab banget ya, seperti ada sesuatu di antara kalian,” mata Luna menelusuri.
Suasana
canggung sekarang.
“Oh
ya, aku mau nanya sama kamu tentang Digta. Boleh tidak?”
Cantik
menetralisir dalam-dalam pikirannya. Apa maksud Luna? Bukankah tadi Digta
buru-buru menemuinya.
“Baiklah.
Kita bicara di mana? Mumpung aku belum masuk kak.”
“Kita
di depan perpus aja.”
“Baiklah,
kalau begitu aku sama kak Luna dulu ya kak,” tersenyum pada Hiro.
“Okay.
Aku mau ke kelas juga,” Hiro melangkah pergi.
Baik
Cantik maupun Luna, keduanya menatap pemuda itu pergi. Pemuda rupawan, memiliki
senyuman misterius, berkharisma dan memang benar pesona yang tidak ada matinya.
“Yuk
kak,” ajak Cantik saat terjaga.
Luna
mengangguk dan berjalan berisian.
Keduanya
duduk di bangku-bangku yang terbuat semen. Melingkar dan di tengah-tengahnya
ada meja yang juga terbuat dari bahan yang sama. Nampak cantik karya mahasiswa-mahasiswi
itu, karena diwarnai dengan warna-warna cerah.
“Kamu
mau ngomong apa sih kak,” Cantik penasaran, Nampak sekali dari matanya.
“Aku
mau bicara tentang Digta.”
Mendadak
aliran darah Cantik berdesir cepat.
“Memangnya
dia kenapa?”
“Tidak
kenapa-kenapa koq. Aku hanya ingin mengajaknya dinner nanti malam. Namun,
sebelumnya aku mau minta izin dulu sama kamu,”
“Oh
mau dinner mau berdua.”
Luna
terheran, kenapa begitu cepat Cantik membaca keinginannya. Bukankah seharusnya
dia marah atau bahkan tidak mengizinkan.
“Aku
setuju aja koq. Selama kak Digta juga setuju,” terdengar tulus, meskipun di
sisi hatinya yang lain begitu tidak senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar