DINNER
“Aku
gelisah bila tak melihatmu”

Apa yang sedang mereka lakukan?
Membentur di kepala Cantik sambil mondar-mandir seperti seterika di depan
gerbang. Ini kedua kalianya ia meunggu Digta tanpa tahu kapan akan kembali.
Apakah seharusnya ia menyusul?
Pekiknya. Tanpa berpikir panjang ia menelepon senior tampannya. Mengajaknya
dinner di tempat Digta bersama Luna.
“Assalamualaikum
kak.”
“Waalaikumsalam
dek. Kenapa dek?”
“Kakak
lagi apa? Sibuk ya? Maaf ya kalau aku
ganggu.”
“Tidak
koq dek. Aku cuma lagi baca buku nih.”
“Oh.
Kakak udah makan belum?”
“Hmmm
belum. Memangnya kenapa, kamu mau ngajak aku makan?”
“Iya
kak. Kita keluar makan yuk.”
Tidak
bunyi apapun terdengar beberapa detik di seberang telepon. Entah apa yang
sedang dilakukan Hiro.
“Kak,
apa kakak masih di sana?”
“Ia
dek. Kalau gitu kakak siap-siap dulu. Jangan lupa sms alamat kamu, biar aku
jemput,.”
“Okay
kak. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Senang
sekali. Cantik bahkan lompat-lompat kegirangan. Sebenarnya bukan karena bersama
pemuda pujaan kampus melainkan bertemu dengan sang suami.
***
Satu
jam berlalu. Polesan meka up yang tidak tebal ditambah pakaian yang tidak ketat
dan tentu saja bersama hijab yang terus menutup kepalanya. Cantik membuat Hiro
bungkam dan hanya melihat padanya. Seketika salah tingkah menggeluti.
“Kakak,
jangan buat aku malu.”
“Hehehhe.
Aku hanya pangling lihat kamu cantik dek.”
Jujur
saja setiap dipuji, Cantik akan merasa melayang ke angkasa.
“Apaan
sih kak? Biasa aja koq,” memalingkan pandangan.
“Benar
dek. Kakak tidak bohong, pasti pacar adek yang bernama Digta itu sayang sekali
sama dek dan termasuk pemuda paling beruntung.”
Suasana
benar-benar canggung. Hiro pintar memainkan suasana.
“Udah
deh kak. Mending kita pergi sekarang!”
“Okay,”
sambil membukakan pintu agar gadis itu duduk di sampingnya selama menyetir
mobil.
“Kamu
mau makan di mana dek?”
“Kita
di kafe Melani saja.”
“Okay.”
Pemuda
yang sangat mengistimewakan wanita.
Sekitar
dua puluh menit berjalan. Mereka sampai juga di tempat yang mereka sepakati.
Dan,
terhanyut ke arus sungai cemburu. Menyentuh mata Digta menyuap lembut Luna.
Keduanya saling melepaskan pandangan kehangatan. Saling melemparkan senyum.
Benar-benar bahagia. Seolah dunia hanya milik berdua dan yang lain hanya
menumpang.
“Kamu
baik-baik saja kan?” Hiro melihanya pucat.
“Tentu
saja kak,” membungkus kesakitannya dengan senyum palsu.
“Tapi
dia,” tangannya menunjuk kea rah Digta.
“Dia
itu hanya teman aku kak,” katanya bernada pasrah.
Maafkan aku kak bohong kepadamu.
Di sisi hatinya yang lain bicara.
“Kalau
begitu kamu mau makan apa?” Tanya Hiro.
Tak
ada jawaban dari Cantik. Hanya melihat lesuh buku menu di tangannya.
“Hello
dek, kamu mau pesan apa?”
“Oh,
maaf kak. Aku pesan makanan yang sama dengan kakak.”
“Okay.
Mba, kami pesan dua steak ya,” kata Hiro pada pelayan kafe. Suara yang sedikit
lantang dan membuat pengungjun lain terperangah, termasuk Digta.
Mendadad
Digta berwajah pucat seperti Cantik. Lagi-lagi perasaan tidak senang melihat
pemuda lain bersama Cantik. Padahal
sekarang sedang mengejar cinta. Ah……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar