post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Sabtu, 12 Mei 2018

Still Hoping (18)


DINNER
“Aku gelisah bila tak melihatmu”

Kadang waktu berlalu begitu lamban padahal ingin sekali hari berkesudahan. Ingin menyudahi masa-masa gelisah yang tak membiarkan nafas bearus alami. Ingin menyudahi tidur yang nyenyak bahkan sama sekali tidak bisa menutup mata dan ingin menyudahi sikap yang tidak tahu harus berbuat apa. Seolah pikiran hanya terfokus padanya.
Apa yang sedang mereka lakukan? Membentur di kepala Cantik sambil mondar-mandir seperti seterika di depan gerbang. Ini kedua kalianya ia meunggu Digta tanpa tahu kapan akan kembali.

Apakah seharusnya ia menyusul? Pekiknya. Tanpa berpikir panjang ia menelepon senior tampannya. Mengajaknya dinner di tempat Digta bersama Luna.
“Assalamualaikum kak.”
“Waalaikumsalam dek. Kenapa dek?”
“Kakak lagi apa? Sibuk ya?  Maaf ya kalau aku ganggu.”
“Tidak koq dek. Aku cuma lagi baca buku nih.”
“Oh. Kakak udah makan belum?”
“Hmmm belum. Memangnya kenapa, kamu mau ngajak aku makan?”
“Iya kak. Kita keluar makan yuk.”
Tidak bunyi apapun terdengar beberapa detik di seberang telepon. Entah apa yang sedang dilakukan Hiro.
“Kak, apa kakak masih di sana?”
“Ia dek. Kalau gitu kakak siap-siap dulu. Jangan lupa sms alamat kamu, biar aku jemput,.”
“Okay kak. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Senang sekali. Cantik bahkan lompat-lompat kegirangan. Sebenarnya bukan karena bersama pemuda pujaan kampus melainkan bertemu dengan sang suami.
***
Satu jam berlalu. Polesan meka up yang tidak tebal ditambah pakaian yang tidak ketat dan tentu saja bersama hijab yang terus menutup kepalanya. Cantik membuat Hiro bungkam dan hanya melihat padanya. Seketika salah tingkah menggeluti.
“Kakak, jangan buat aku malu.”
“Hehehhe. Aku hanya pangling lihat kamu cantik dek.”
Jujur saja setiap dipuji, Cantik akan merasa melayang ke angkasa.
“Apaan sih kak? Biasa aja koq,” memalingkan pandangan.
“Benar dek. Kakak tidak bohong, pasti pacar adek yang bernama Digta itu sayang sekali sama dek dan termasuk pemuda paling beruntung.”
Suasana benar-benar canggung. Hiro pintar memainkan suasana.
“Udah deh kak. Mending kita pergi sekarang!”
“Okay,” sambil membukakan pintu agar gadis itu duduk di sampingnya selama menyetir mobil.
“Kamu mau makan di mana dek?”
“Kita di kafe Melani saja.”
“Okay.”
Pemuda yang sangat mengistimewakan wanita.
Sekitar dua puluh menit berjalan. Mereka sampai juga di tempat yang mereka sepakati.
Dan, terhanyut ke arus sungai cemburu. Menyentuh mata Digta menyuap lembut Luna. Keduanya saling melepaskan pandangan kehangatan. Saling melemparkan senyum. Benar-benar bahagia. Seolah dunia hanya milik berdua dan yang lain hanya menumpang.
“Kamu baik-baik saja kan?” Hiro melihanya pucat.
“Tentu saja kak,” membungkus kesakitannya dengan senyum palsu.
“Tapi dia,” tangannya menunjuk kea rah Digta.
“Dia itu hanya teman aku kak,” katanya bernada pasrah.
Maafkan aku kak bohong kepadamu. Di sisi hatinya yang lain bicara.
“Kalau begitu kamu mau makan apa?” Tanya Hiro.
Tak ada jawaban dari Cantik. Hanya melihat lesuh buku menu di tangannya.
“Hello dek, kamu mau pesan apa?”
“Oh, maaf kak. Aku pesan makanan yang sama dengan kakak.”
“Okay. Mba, kami pesan dua steak ya,” kata Hiro pada pelayan kafe. Suara yang sedikit lantang dan membuat pengungjun lain terperangah, termasuk Digta.
Mendadad Digta berwajah pucat seperti Cantik. Lagi-lagi perasaan tidak senang melihat pemuda lain  bersama Cantik. Padahal sekarang sedang mengejar cinta. Ah……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar