SEBUAH
PERJUANGAN
“Meski
menghitung masa, aku akan tetap mencintaimu”

Banyak
makanan yang sudah tersaji di meja. Nampak mewah seperti di restoran.
Maryam
dan Bram mempersilahkan kedua tamunya menyantap makanan dan memberi kode kepada
anaknya agar turut mempersilahkan. Hah. Jujur dari hatinya yang terdalam,
seusatu yang dibenci Ferli adalah pemaksaan.
“Silahkan
makan om, Intan.”
Keduanya
tersenyum dan hati Intan menyala.
Memang Ferli adalah pilihan yang
cocok untukku. Kami sama-sama dari keluarga kaya, keluarga terpandang. Beda
dengan Irma, yang tentunya tidak ada apa-apanya dibandingkan aku.
Pekiknya dalam batin.
Makan
malam mereka cukup hening, karena Bram yang meminta untuk membicarakan
perjodohannya setelah menyantap makanan dan disetujui oleh semua. Setelah
hampir selesai, Ferli memberi kode Intan untuk bicara sebentar di serambi
rumahnya. Intan memberi jari jempolnya.
“Apa
yang ingin kamu bicarakan?” suara Intan menghentikannya memandang langit yang
gelap tak berbintang.
“Apakah
kamu tahu soal perjodohan ini sebelumnya?”
Intan
menilik hatinya. Ia jangan sampai memberitahukan bahwa sebenarnya ia ingin
sekali perjodohan ini terus berlanjut meskipun menyampingkan perasaan Ferli dan
Irma. Sejenak ia memikirkan sesuatu sampai lampu di kepalnya menyala terang.
“Sebenarnya
aku tahu, hanya saja aku tidak mungkin menolak permintaan ayahku. Aku sangat sayang
sama dia. Belum pernah aku membantah perintahnya dan aku takut kalau aku tidak
menuruti keinginannya, penyakit jantungnya akan kambuh lagi. Aku tidak mau
kehilangannya. Sudah cukup aku kehilangan sosok ibu. Aku tidak ingin lagi
kehilangan ayah yang sangat aku cintai,” katanya lembut sambil meneteskan air
mata.
Ferli
sungguh tidak tega melihat perempuan nangis. Ia mengambil sapu tangan di
kantung celananya dan menyodorkannya kepada Intan.
Dilema.
Harus bagaimana sekarang? Apakah ia harus melanjutkan perjodohan ini untuk
menolong Intan, yng sudah dianggap adik sendiri. Lantas bagaimana dengan
cintanya? Tidakkah Irma akan merasa kecewa dan sakit hati?
“Aku
tahu apa yang ada di pikiranmu sekarang Fer. Aku butuh waktu untuk bicara
kepada ayahku. Aku juga tidak ingin kita berhubungan tanpa ada perasaan di
antara dan Irma pun pasti akan terluka jika mengetahui perjodohan kita.”
“Lantas
apa yang harus kita lakukan?”
“Kalau
boleh untuk sementara kita pura-pura saja meneruskan perjodohan ini untuk
membahagiakan orang tua kita,” alis Intan terangkat.
“Lantas
bagaimana dengan Irma?”
“Kamu
tidak usah memberitahukannya. Lagian kita hanyalah pura-pura.”
Ferli
menetralisir perkataan Intan. Hanya saja dia sudah pernah berjanji sebelumnya
tidak akan menyembunyikan apapun dari Irma. Akan selalu bersifat terbuka.
“Oh
ya, bagaimana kalau sekarang kita keluar sebentar,” Intan mengalihkan pikiran
Ferli.
“Memangnya
kamu mau ke mana?”
“Aku
mau ke rumah Dian sebentar. Mau ambil buku tugas.”
“Hmmmm.
Gimana ya?”
“Tolong
dong, kali ini saja,” penuh harap.
Ferli
mendengus nafas panjang. “Baiklah.”
Ferli
dan Intan masuk ke dalam dan meminta izin untuk keluar bersama. Sebagai orang
tua yang begitu mengharapkan perjodohan ini akan mendatangkan kebahagiaan pada
anak-anaknya merasa senang. Bukankah berjalan bersama dan selalu bersama akan
mendatangkan cinta?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar