post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 20 Mei 2018

Special Love (30)


KESEDIHAN
“Bagaimana aku aku tak menangis, ketika bulan bersandar pada bintang padahal selama ini hanya pada langit”

Ferli melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimum sementara Intan masih berpikir entah bagaimana membuat Irma melihatnya sehingga merasakan apa yang dirasakannya kemarin-kemarin. Cemburu tiada tara. Sungguh menyiksa. Ingin saja dunia di mana langit harusnya bersatu dengan bumi.
“Kamu akan merasakan apa yang aku rasakan Irma,” pekiknya.

Astagfirullah. Nyatanya bukan hanya ingin merebut Ferli dari Irma, melainkan juga ingin membalas rasa sakitnya.
“Kamu harus membayar setiap sakit yang aku alami,” pekiknya kemudian memainkan lagi skenario palsu.
“Boleh singgah sebentar di apotik. Aku mau minta tolong belikan aku obat sakit kepala,” melihat ke arah pemuda yang sebenarnya pikirannya juga kemana-mana.
Ferli tidak merespon. Hanya melajukan mobil dengan memikirkan Irma. Intan merasa kesal.
“Fer, kamu dengar aku kan?” katanya dengan suara lebih lantang.
“Ah. Apa yang kamu bilang?”
“Aku mau minta tolong, belikan aku obat di apotik.”
“Oh, okay.”
Beberapa menit kemudian, Ferli menghentikan mobilnya di depan Apotik Farma dan bertanya pada Intan obat apa yang ingin dipesannya. Setelah ia keluar dari mobilnya, gadis itu pun mengambil ponsel Ferli. Ia menulis pesan pada Irma untuk menemuinya di Kafe Cambeq atas nama Ferli. Ia tertawa jahat layaknya tokoh antagonis dalam sinetron.
“Mala mini permainan akan dimulai.”
Ferli datang. Buru-buru ia menghapus pesan yang dikirim pada Irma.
Mobil melaju lagi dan sebelum sampai di rumah Dian. Ia berpura-pura lagi.
“Fer, Dian tadi sms aku, katanya kita temuin dia di Kafe Cambeq aja.”
“Memangnya kenapa kalau di rumahnya?” mengernyit.
“Hmmm. Di sana lagi ada acara? Nanti dia akan nyusul kita.”
“Oh. Baiklah.”
Kamu sudah masuk juga dalam perangkapku Fer. Pekik Intan namun tidak bersuara keras, melainkan di dalam hati.
***
“Kamu mau pesan apa?”
Lagi-lagi Ferli tidak menghiraukannya.
“Fer. Kamu memikirkan apa sih? Koq dari tadi bingung begitu,” Intan kesal.
“Apa? Kamu bilang apa?” Ferli mengernyit.
Intan mendengus nafas panjang.
“Kamu mau pesan apa?”
“Oh. Aku tidak mau pesan apa-apa. Aku sudah kenyang soalnya.”
Intan hanya mengangguk. Kemudian ia melambaikan tangan pada salah satu pelayan kafe dan memesan orange juice.
Beberapa menit berlalu, Irma muncul di pintu masuk kafe dengan kepala melongo kesana-kemari. Mencari keberadaan Ferli dan sungguh terkejutnya dirinya, ketika ia menemukan pemudanya bersama gadis yang mencintainya.
Ia mendekat bersama ketakutan, bersama pertanyaan yang saling membentur sampai ia mendengar percakapan perjodohan di antara mereka.
“Jadi, kalian berdua sudah dijodohkan?” matanya penuh dengan kaca-kaca. Ia mencoba bertahan, namun tidak bisa. Kaca itu retak, bukan hanya tergenang di pipinya pun hatinya.
Ferli berdiri.
“Aku bisa jelasin semuanya. Kamu jangan salah paham dulu.”
Irma mendengus nafas berat. Kemudian berlari meninggalkan mereka berdua. Intan mencoba menghentikan Ferli yang ingin mengejar Irma namun tidak berhasil.
“Sialan,” pekiknya.
Irma terus berlari di jalan trotoar. Ia merasa Ferli mengejarnya dan benar saja ketika ia sempat menoleh ke belakang. Untungnya ia berlari secepat mungkin dan bersembunyi di semak-semak.
Sungguh sakit. Kenapa ia menyembunyikan kebenaran itu darinya? Padahal hubungan cinta mereka dibangun atas dasar saling percaya. Bagaimana mungkin tidak dipegang sama sekali. Ia menangis tersedu-sedu sampai menuju jalan ke rumahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar