TERLALU
CINTA
“Kejujuran
satu sama lain adalah pohon rindang yang meneduhkan dalam setiap hubungan”

Pun
Intan sama kesalnya, Ferdi yang dicoba didekatinya malah terus-terusan memperhatikan
gadisnya yang sedang bersama Hasbi. Ah. Apakah cinta mereka terlalu kuat?
Mungkinkah
bisa ditumbangkan, seperti pohon yang dulunya rindang di depan rumahnya. Waktu membuatnya
harus ditumbang, atas kesepakatan yang memiliknya. Hah. Mungkinkah sepertiitu?
Ya, pasti bisa. Pekik
Intan sangat percaya diri.
“Fer,
temani aku makan dong! Tiba-tiba aku sangat lapar,” sangat berharap.
“Tapi,
kita ajak mereka jugaya,” menunjuk kea rah Irma dan Hasbi.
“Kan
mereka masih belajar, bagaimana mungkin?” matanya bermain ke arah Hasbi.
Hasbi
yang seolah mengerti dari kejauhan, mencoba mengambil alih suasana Irma lagi.
“Baiklah!”Ferli
pasrah.
Hanya
saja tanpa meminta persetujuan Intan, ia berjalan ke arah Irma dan meminta izin
untuk keluar perpustakaan duluan.
“Irma,
aku keluar dulu ya. Mau antar Intan ke kantin.”
“Iakak.
Aku masih harus belajar bersama Hasbi,” tersenyum ringan.
“Baik-baik
ya belajarnya. Aku pergi dulu.”
Dan,
kekesalan yang semakin menjadi-jadi menyeruak di jiwa Intan dan Hasbi. Apalagi adegan
selanjutnya, Ferli mengelus kepala Irma yang memakai hijab.
Sangat
romantis.
Sebisa
mungkin. Mencoba membuat keduanya tak bertemu. Seharian ingin ditemani,
walaupun pada akhirnya mereka selalu saling mengontak via whatss app.
“Kamu
tidak bosanapa yang selalu wa sama Irma? Toh kamu juga tiap hari ketemu dengannya?”
sekonyong-konyongnya Intan bertanya.
“Tentu
tidak. Malah aku ingin terus menghubunginya kalau bisa. Ingin tahu keadaannya bagaimana?
Dia sedang apa? Dan sudahkah ia makan? Sudahkah ia istirahat dan masih banyak pertanyaan
lagi di kepala ini ketika jauh darinya,” diiringi senyuman tipis.
Ah. Sial.
Terlalu
cinta. Bahkan mungkin saja meskipun saat langit dan bumi bersatu. Hah.
Intan
memang tahu, saat menyukai seseorang layaknya bintang di langit saat malam menjelma,
begitu pula pertanyaan yang akan selalu hadir.
Dan,
andai gadis yang dimaksud Ferli adalah dirinya. Pasti bahagia akan menepah.
Intan
melamun membayangkan dirinya, tersenyum dan setelahnya sedih.
Sementara
di perpustakaan, Hasbi masih pura-pura bertanya banyak hal padahal sudah banyak
yang dimengerti.
“Hmmm.
Masih ada lagi yang ingin ditanyakan?”
“Ia,
ini tentang trigonometri. Aku masih belum mengerti.”
“Oh
yang ini, begini…” sambil menjelaskan semuanya.
Beberapa
menit berlalu.
“Aku
masih punya pertanyaan tapi ini bukan tentang pelajaran. Boleh tidak?” Hasbi berharap.
“Tentu.Tanya
saja!” Irma mempersilahkan.
“Seberapa
besar kamu cinta pada Ferli?”
“Cintaku
kepadanya. Aku tidak tahu seberapa besar rasa ini padanya. Karena aku tidak pernah
melihat bagaimana bentuknya, bagaimana ukurannya? Aku hanya selalu merasakan kehadirannya
di jiwa ini,” tersenyum.
Oh, andai yang dibicarakan Irma
adalah dirinya? Hasbi ditimang kesedihan.
Terlalu
cinta satu sama lain. Adegan selanjutnya Intan mengharuskan
diri menemani Ferli menunggu kekasihnya. Dan, betapa tersemat keromantisan saat
mereka berjumpa mata. Seolah dunia hanya milik berdua dan yang lain menumpang.
Terlalu
cinta, mungkin akan mengabaikan orang lain yang selama ini duduk di ujung sana melihatnya
dari kejauhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar