PERJODOHAN
“Aku
terpuruk, saat tahu ada kemungkinan lain dalam hubungan kita.”
“Semoga kerja sama kita
semakin baik setelah ini,” ucap Harleks.
“Tentu,”
Bram membalas jabat tangan sahabatnya sekaligus calon besannya.
“Jangan
lupa bawa putrimu nanti ke rumah. Pastikan ia berdandan sangat cantik.”
“Tentu.”
Begitulah
percakapan singkat yang terjadi antara dua pemilik perusahaan besar yang ingin
bekerja sama, bukan hanya masalah bisnis melainkan juga pertalian keluarga.
Sewenang-wenang, bukankah begitu? Tanpa meminta persetujuan sebelumnya dari
anak mereka masing-masing. Meskipun pada akhirnya, saat tahu Intan sangat
senang. Mengambil Ferli dari Irma, nyatanya lebih cepat dari apa yang
dibayangkan.
“Terima
kasih pak, aku sangat sayang sama papa,” ucap Intan sembari memeluk ayahnya
yang masih mengunyah makanannya.
“Hati-hati,
nanti ayah kamu tersedak. Jangan memeluknya terlalu erat dong nak,” ucap ibu Intan.
Secepatnya
Intan membebaskan ayahnya dan kembali melahap makan siang yang sudah disiapkan
ibunya. Tak henti tersenyum, memberikan aura bahagia. Hah. Jodoh memang tak
akan ke mana. Pekiknya dalam batin.
Dan,
bagaimana dengan Ferli. Bisakah ia menerima? Tentu tidak. Hatinya sudah jatuh
di lantai karena Irma. Sudah sejak lama. Tidak akan memutuskan hubungan dengan
gadisnya dan lebih memilih Intan, pun ia tahu kalau sebenarnya Intan masih
menyimpan perasaan padanya.
“Tapi
nak, kamu temui saja dulu dia,” pinta Maryam, ibu Ferli.
“Aku
sudah bilang bu, tidak akan menemuinya. Lagian kami memang sudah pernah bertemu
sebelumnya, kan kami satu kampus.”
“Yang
ini beda ceritanya nak’.”
“Maaf
bu, aku terlalu banyak membantah ibu. Tapi aku….” Berhenti sejenak dan
memantapkan diri mengucapkan, “Aku sudah punya pacar.”
Maryam
tahu, anaknya berkata jujur. Nampak sekali dari matanya yang meleleh. Hanya
saja, baik Bram, suaminya mupun anaknya sama-sama mempunya watak keras kepala.
Sekali mengatakan tidak, maka tidak akan. Sebagai orang yang berada di
tengah-tengah tidak tahu harus melakukan apa.
“Nak,
aku mohon temuilah kali ini saja di acara makan malam rumah kita,” mata ibunya
tersorot begitu hangat.
Ferli
mendengus nafas berat. “Baiklah, kali ini aku akan mengabulkan keinginan ibu.
Tapi, aku juga punya satu syarat.”
“Katakan
saja nak’, ibu Insya Allah juga akan mengabulkannya.”
“Aku
ingin, ibu mengatakan pada ayah bahwa aku sudah punya gadis pilihan sendiri.”
“Tentu
nak, ibu janji,” tersenyum sambil memegang tangan putranya.
***
“Assalamualaikum…..”
“Waalaikumsalam.
Kenapa kak?”
“Hmmm…
Tidak, aku hanya lagi rindu sama kamu.”
“Jangan
rindu. Itu berat. Biar aku saja,” nada lebay.
“Ah,
kayak Dilan aja,” Irma sedikit tertawa.
“Memang
dek. Aku lagi belajar seperti Dilan, biar bisa mencintaimu dengan romantis.”
Seketika
taka da suara apapun yang terdengar dari ponselnya.
“Kamu
masih di sana kan dek Irma? Hallo….” Ferli khawatir.
“Ah,
maaf-maaf kak. Hmmmm. Aku hanya terpukau,” kalimat yang terlontar begitu saja.
“Alhamdulillah.”
“Makasih
ya kak.”
“Justru
aku yang harus makasih sama kamu dek.”
Dan
percakapan romantis pun berlanjut pada curahan hati Ferli yang mengatakan hal
yang sebenarnya telah terjadi, mungkin bisa saja mengganggu hubungan mereka.
“Dek,
aku mau kasih tahu kamu sesuatu.”
“Ayahku
telah……..”
Dan,
tiba-tiba terdengar bunyi tutt-tutt-tutt. Sambungan ponsel Irma terputus.
“Astagirullah,
low bat,” katanya kesal.
Ferli
mendengus nafas panjang. Semoga tidak terjadi masalah kedepannya. Pikirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar