DIA
MILIKKU
Ah,
Tidak bias dibiarkan lagi. Sekilat Guntur di ujung langit, ia
bergegas berdiri dan meninggalkan Luna tanpa berkata-kata. Ia menuju meja istri
dan pemuda lain yang sedang asyik tertawa bersama.
“Ayo
kita pulang saying… Sekarang juga,” katanya sambil menggenggam tangan istrinya.
“Apa?
Pulang? Tapi….” Belum selesai Cantik ingin membantah, ia langsung ditarik.
“Mohon
jangan kasar sama cewek, meskipun dia adalah cewek kamu,” Hiro sekarang
memegang lengan Digta.
Mata
keduanya saling menantang. Walaupun sebenarnya Hiro tak ada maksud melakukannya
dan Digta nampak sekali kemarahannya yang berhembus.
“Cewek.
Dia itu bukan cewek aku.”
“Terus,
apa maksud kamu menarik-nariknya dan memanggilnya saying kalau dia bukan pacar
kamu?” Hiro yang menurut Cantik mirip artis idolanya itu penasaran.
“Dia
adalah…..”
Dan,
kali ini Cantik memegang keadaan, ia menginjak kaki Digta dan menariknya pergi.
“Dia
ini hanya teman aku koq dan sekarang kami ada urusan penting. Kalau begitu kak,
makasih sebelumnya,” sambil menarik Digta pergi.
Aksi
menarik dilakukannya sampai ke depan auditorium kampus. Sekitar tiga puluh
meter dari kantin. Pun gadis berhijab putih itu ingin menanyakan apa maksud
Digta berlaku seperti itu padanya di hadapan seniornya.
“Maksud
kamu apaan tadi? Panggil-panggil sayang? Hah?”
“Tidak
koq. Kan beneran kita suami istri. Memang tidak bisa ya, aku manggil kamu
saying?”
“Ialah.
Toh aku juga tidak pernah memanggil kamu saying.”
Digta
berpikir sejenak. Sebenarnya ia sendiri bingung dengan apa yang baru saja
dilakukannya, namun hati yang menuntunnya.
“Okay,
kalau begitu kita sekarang boleh manggil sayang satu sama lain,”
sekonyong-konyong memberi pendapat.
“What?
Sekarang boleh manggil saying satu sama lain? Tidak. Jangan deh,” Cantik
menolak.
“Kenapa?
Ini kan demi kontrak pernikahan kita? Agar orang lain tidak berpikiran bahwa
kita hanya sementara.”
Cantik
menetralisir sedalam-dalamnya apa yang baru saja terlontar dari bibir suami
palsunya.
“Aduh.
Kamu ribet banget sih. Bagaimana kalau kita jangan kasih tahu teman-teman
kampus kita masalah pernikahan kita. Toh hampir banyak yang tidak tahu kalau
kita ini sudah menikah,” Cantik mengangkat alis.
“Kamu
bisa juga dekatin Luna koq. Aku tahu kalau kamu selama ini sudah menyimpan
perasaan untuknya,” intonasi nada bicara Cantik seolah memberi semangat.
Lagi-lagi
Digta butuh waktu berpikir.
Benar juga apa yang dikatakan
Cantik. Hanya saja kenapa hatinya sekarang tidak sepenuhnya menginginkan
kedekatan dengan cinta pertamanya, melainkan dengan sosok gadis yang sudah
menjadi istri kontraknya.
“Coba
deh kamu pikirin, kalau kita tidak memberi tahu siapa-siapa masalah hubungan
kita pasti kita bebas dekatin siapa aja yang kita suka,” Cantik mencoba lagi
membujuk.
“Baiklah.
Aku setuju dengan kamu. Mulai sekarang kita tidak akan memberi tahu siapapun di
kampus ini masalah hubungan kita,” katanya meskipun ada sisi hati yag belum
mengikhlaskan.
“Deal,”
Cantik mengulurkan tangannya dengan penuh semangat.
“Deal,”
Digta membalas.
Keduanya
saling tersenyum.
Inilah kesempatan aku tetap
mendekatinya, walaupun sebenarnya dia masih memiliki orang lain di hatinya.
Cinta harus diperjuangkan. Batin Digta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar