post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Rabu, 09 Mei 2018

Still Hoping (16)

DIA MILIKKU
“Aku hanya ingin tahu, aku selalu ada untukmu”

Ah, Tidak bias dibiarkan lagi. Sekilat Guntur di ujung langit, ia bergegas berdiri dan meninggalkan Luna tanpa berkata-kata. Ia menuju meja istri dan pemuda lain yang sedang asyik tertawa bersama.

“Ayo kita pulang saying… Sekarang juga,” katanya sambil menggenggam tangan istrinya.
“Apa? Pulang? Tapi….” Belum selesai Cantik ingin membantah, ia langsung ditarik.
“Mohon jangan kasar sama cewek, meskipun dia adalah cewek kamu,” Hiro sekarang memegang lengan Digta.
Mata keduanya saling menantang. Walaupun sebenarnya Hiro tak ada maksud melakukannya dan Digta nampak sekali kemarahannya yang berhembus.
“Cewek. Dia itu bukan cewek aku.”
“Terus, apa maksud kamu menarik-nariknya dan memanggilnya saying kalau dia bukan pacar kamu?” Hiro yang menurut Cantik mirip artis idolanya itu penasaran.
“Dia adalah…..”
Dan, kali ini Cantik memegang keadaan, ia menginjak kaki Digta dan menariknya pergi.
“Dia ini hanya teman aku koq dan sekarang kami ada urusan penting. Kalau begitu kak, makasih sebelumnya,” sambil menarik Digta pergi.
Aksi menarik dilakukannya sampai ke depan auditorium kampus. Sekitar tiga puluh meter dari kantin. Pun gadis berhijab putih itu ingin menanyakan apa maksud Digta berlaku seperti itu padanya di hadapan seniornya.
“Maksud kamu apaan tadi? Panggil-panggil sayang? Hah?”
“Tidak koq. Kan beneran kita suami istri. Memang tidak bisa ya, aku manggil kamu saying?”
“Ialah. Toh aku juga tidak pernah memanggil kamu saying.”
Digta berpikir sejenak. Sebenarnya ia sendiri bingung dengan apa yang baru saja dilakukannya, namun hati yang menuntunnya.
“Okay, kalau begitu kita sekarang boleh manggil sayang satu sama lain,” sekonyong-konyong memberi pendapat.
“What? Sekarang boleh manggil saying satu sama lain? Tidak. Jangan deh,” Cantik menolak.
“Kenapa? Ini kan demi kontrak pernikahan kita? Agar orang lain tidak berpikiran bahwa kita hanya sementara.”
Cantik menetralisir sedalam-dalamnya apa yang baru saja terlontar dari bibir suami palsunya.
“Aduh. Kamu ribet banget sih. Bagaimana kalau kita jangan kasih tahu teman-teman kampus kita masalah pernikahan kita. Toh hampir banyak yang tidak tahu kalau kita ini sudah menikah,” Cantik mengangkat alis.
“Kamu bisa juga dekatin Luna koq. Aku tahu kalau kamu selama ini sudah menyimpan perasaan untuknya,” intonasi nada bicara Cantik seolah memberi semangat.
Lagi-lagi Digta butuh waktu berpikir.
Benar juga apa yang dikatakan Cantik. Hanya saja kenapa hatinya sekarang tidak sepenuhnya menginginkan kedekatan dengan cinta pertamanya, melainkan dengan sosok gadis yang sudah menjadi istri kontraknya.
“Coba deh kamu pikirin, kalau kita tidak memberi tahu siapa-siapa masalah hubungan kita pasti kita bebas dekatin siapa aja yang kita suka,” Cantik mencoba lagi membujuk.
“Baiklah. Aku setuju dengan kamu. Mulai sekarang kita tidak akan memberi tahu siapapun di kampus ini masalah hubungan kita,” katanya meskipun ada sisi hati yag belum mengikhlaskan.
“Deal,” Cantik mengulurkan tangannya dengan penuh semangat.
“Deal,” Digta membalas.
Keduanya saling tersenyum.
Inilah kesempatan aku tetap mendekatinya, walaupun sebenarnya dia masih memiliki orang lain di hatinya. Cinta harus diperjuangkan. Batin Digta.
Kesepakatan ini sebenarnya untuk kamu Dig. Aku tidak ingin memikirkan diri sendiri. Aku tahu selama ini kamu sayang banget sama Luna. Hadirnya aku di sisimu tidak boleh menjadi penghalang untuk kamu mendapatkan cintamu. Malah sebaliknya, harus memperjuangkan cintamu. Batin Cantik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar