“Aku
ingin kamu jujur dengan perasaanmu”
Ketika membuka pintu
maaf, hati pasti merasakan sentuhan hangat. Cukup mengharukan dan jika ingin
berkata sesuatu, pun sedang menahan retaknya kaca-kaca di retina. Sisa-sisa
cerita dahulu, yang indah biarlah menjadi great
memories. Sementara yang buruk, jangan pernah tertanggal. Berharap kebaikan
di masa-masa selanjutnya lebih baik. Toh hidup hanya sekali, maka jalani dengan
baik. Itulah yang dikatakan para pujangga kalimat ataupun yang sudah lama makan
asam garam kehidupan.
Ya,
Cherry dan Merry tidak akan melepaskan kesempatan kedua yang telah diberikan
Cantik. Walaupun masih ada rasa bersalah, lambat laun pasti akan menghilang
dengan sendirinya dan terganti dengan kebahagian persahabatan. Friendship.
Di
kafe Idola, di pinggiran Kota Polewali, ketiganya menikmati es susu pink
kesukaan mereka. Tidak pernah berubah. Gaya Cantik yang menyedot minumannya
dengan pelan, sangat imut dilihat keduanya. Gadis lembut, gadis baik, sungguh
beruntung pemuda yang mendapatkanmu.
“Terus
ceritakan kepada kami, tentang Digta. Apakah dia lelaki yang baik?”
Mendadak
wajah sumringah yang sebelumnya tersampul, kini memerah. Keduanya bisa membaca,
ada rasa yang mulai tumbuh di hati sahabatnya yang sangat baik itu.
“Ciye,
pasti kamu udah jatuh cinta ya sama dia. Mmmm, mana mungkin kamu tidak ingin
dinikahi kalau kamu tidak suka padanya,” sekonyong-konyongnya Merry mengambil
kesimpulan.
“Apaan
sih. Tidaklah,” Cantik mencoba menyamarkan.
Dan,
wajah yang berubah-ubah. Wajahnya mendengus ke langit. Mengambil nafas panjang,
kemudian membuangnya.
“Dia
menyukai gadis yang lain,” lanjut Cantik pasrah.
“Hah?”
kedua sahabatnya tersentak kaget.
“Bagaimana
mungkin?”
“Oh
my god, lantas kalian menikah?”
Cantik
berpikir sejenak. Ia menghentikkan pembicaraannya. Selama hari di mana Cherry
dan Merry menipunya, segala keluh kesah dalam hidupnya, termasuk masalah
hatinya selalu tercurahkan kepada sahabatnya. Dilontarkan begitu ringan, namun
berbeda kali ini. Ada sedikit perasaan takut. Pun keduanya merasakan hal sama.
“Tidak
apa-apa kalau kamu tidak mau cerita sama kami.”
“Ia,
kami masih ngerti koq.”
Hah.
Pandangan Cantik kembali melihat ke langit.
“Baiklah,
tapi janji ya. Kali ini kalian tidak boleh lagi menghancurkan kepercayaanku.”
Cherry
dan Merry tersenyum, lalu serta merta mengangguk senang.
Dan,
diceritakan bagaimana ia sampai menikah terpaksa, peraturan menikah yang
dibuatnya dengan Digta sampai perasaannya yang tidak nyaman ketika melihat
Digta bersama gadis lain.
“Itu
namanya kamu sudah jatuh cinta padanya Cantik,” Merry menggenggam tangan sahabatnya.
“Tapi
tidak mungkin, aku juga sekarang naksir dan suka melihat salah satu pemuda yang
ada di kampus aku,” melakukan pembelaan.
“Rumit
ya perasaanmu. Aku juga jadi bingung,” kata Cherry.
Ya,
sebenarnya Cantik merasakan hal yang sama.
“Tapi
kamu harus tahu, jatuh cinta itu ditandai dengan degupan jantung yang kuat
ketika kita berada di dekatnya. Kalau tak melihatnya barang sedetik, pasti ada
kerinduan. Ingin melihatnya selalu tersenyum. Selalu baik-baik saja,” lugas
Merry.
Cantik
menetralisir dalam-dalam pernyataan sahabatnya barusan. Ia memikirkan apakah
semua itu dialaminya ketika bersama Digta atau Hiro.
“Aku
harus mencobanya dan merasakan benar perasaanku,” pekiknya berjanji.
“Kamu
bilang apa barusan?” Merry mendengar sepintas.
“Tidak
ada apa-apa koq. Aku hanya merindukan kalian,” Cantik memegang kedua tangan
sahabatnya.
“Kami
juga sangat merindukanmu,” Cherry tersenyum.
Memang
masih ada sedikit ketakutan di benak Cantik kepada kedua sahabatnya, tetapi
sekali lagi menurutnya sahabatnya berhak mendapatkan kesempatan kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar