post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 10 Juli 2018

Baduri (45)


KALAU BUKAN KARENA HUJAN
“Terima kasih karena sudah mencintaiku”
 
Matahari ditutupi awan abu-abu kehitaman, Mereka menggelayut manja dan seolah memanggil petir yang siap menerbangkan kilatannya. Ah. Keduanya kehabisan waktu karena terlalu serius membaca buku, padahal sebelumnya hanya berniat untuk membeli bukan membaca di tempatnya.Ferdi bergegas berdiri diikiuti Suci, kemudian membayar semua harga buku itu.Suci ingin menolak, tidak enak kalau terus-terusan dibayarkan. Ferdi mendenguskan nafas berat, dari matanya nampak kesal. Tanpa perduli kasir di sampingnya, ia mengatakan dengan lantang “Jangan buat aku tersiksa dengan perjuanganku mendapatkan cintamu. Bukankah sebelumnya kamu juga meminta bukti yang nyata?” Ferdi langsung merubah wajahnya dengan menyungginkan senyuman menawan.

Seperti sebelumnya pipi gadis berhijab itu jadi merona. Kalau terus-terusan dibiarkan maka akan menjadi masalah besar, bisa jadi ia akan pingsang di toko buku. Tanpa mengucapkan apa-apa, ia mengambil langkah seribu menuju parkiran. Ferdi segera menyusul dengan membawa payung. Benar saja, baru beberapa menit menyusuri jalan dengan mengendarai mobil Suci, hujan sudah turun dengan derasnya disertai kilatan yang membentur. Ah,lebih baik berhenti sebentar sampai hujan tidak selebat sekarang. Jalan terlalu licin. Ferdi setuju dan langsung mencari tempat persinggahan.Di sebuah warung kecil yang tertulis di depannya “Warung Iem.” Ternyata bukan hanya mereka yang singgah sebentar di sana, banyak pengendara jalan lain ikut menunggu hujan reda.
“Kamutahukan, salahsatuwaktudikabulkannyadoaadalahwaktuhujan?” tanyaFerdi yang memandangbuliran-buliranhujandarilangit.
Suci mengangguk. Dua perempuan yang memakai jilbab kuning senada dengan bajunya namun memakai jinz memerhatikan keduanya. Ada pula seorang bapak berkumis tipis sedang mengendong anaknya dan istrinya juga duduk di samping juga memperhatikan Ferdi dan Suci yang berbicara tentang hujan dan doa.
“Bagaimana kalau sekarang kita berdoa?” Ferdi menawarkan.
Gadis itu mengangguk cepat sambil tersenyum, kemudian menutup mata dan mengangkat kedua tangannya begitu pula dengan Ferdi, juga orang-orang di sekitarnya.
Sekitar lima menit terdengar Ferdi mengucapkan hamdalah dan semuanya pun menyudahi doanya. Ada kelegahan setelahnya. Karena saat kita berdoa, berarti kita selalu menyerahkan segala urusan kita kepada Allah setelah berusaha. Mempercayai ada kekuatan besar dari Sang Khaliq yang menghendaki setiap jalan kehidupan manusia.Doa adalah kekuatan yang menghubungkan manusia dan Tuhannya.
“Oh, ya kalau boleh tahu kamu berdoa apa?”
Suci masih melihatnya dengan tatapan lembut.
“Mmmmmmm, rahasia….”
“Koq rahasia sih? Kasih tahulah,” mencoba membujuk sambil mengedipkan mata.
Gadis itu tertawa melihat tingkah Ferdi, seperti anak kecil minta permen. Tapi tetap saja Suci tidak ingin memberitahukannya.
“Kalau kamu sendiri berdoa apa?”
“Tapi kamu jangan malu ya kalau mendengarnya?”
Dan, jantung Suci berdegup kencang.
“Aku berdoa, semoga Allah senantiasa menjagamu, selalu menemani setiap langkahmu dan suatu saat bisa menerima cintaku,” kata Ferdi sekali lagi membuat orang-orang disekitarnya juga mendengar.
“Terima aja mba, dia pemuda baik koq.”
“Iamba, tidak akan mba dapatkan di manapun loh, kalau tidak terima sekarang, kapan lagi?”
“Iamba, masini limited edition loh.”
Dua gadis dan bapak berkumis yang semenjak tadi memerhatikan, sekonyong-konyongnya member pendapat. Ah…. Kalau bukan karena hujan, pasti Suci sudah berlari mencari tempat perlindungan agar wajahnya tidak terlihat merahbahkan bisa tumbang. Ia mencoba tenang dengan mengambil nafas panjang dan tersenyum kepada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar