post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 10 Juli 2018

Baiduri (46)


HARUKSAH MEMBERI TAHU?
“Bimbang, karena takut akan kehilangan”

“Allahumma salli ala Muhammad ya Rabbi Salli Alaihi wa Sallim,” dan bershalawat beberapa kali dalam alunan gitar yang dimainkan oleh Rini, drum oleh Ayu dan biola oleh Ida, sementara Suci sendiri yang menyanyi.
Ya, keempatnya akan mengikuti lomba sholawatan di sekolah. Sudah beberapa hari ini terus latihan supaya bisa tampil maksimal. Setidaknya tidak mengecewakan bagi teman-teman yang sudah berharap banyak. Mereka akui memang, permainan musik mereka belum terlalu bagus, tetapi kalau latihan terus menerus pasti akan baik juga. Untung juga Ferdi yang pintar memainkan semua alat music itu selalu mau membantu.

“Jadi, aku punya saran sebelum Suci menyanyi, baiknya ia menambahkan puisi dulu di hadapannya. Puisi yang menyatakan kerinduan kepada Rasulullah sesuai dengan tema lomba untuk memperingati Maulid. Bagiamana?” tawar Ferdi di sela-sela istirahat latihan.
“Hmm. Saya rasa itu menarik juga kak, supaya tidak terkesan hanya menanyi saja,” Ida langsung menanggapi setuju.
Suci dan yang lainnya ikut menanggukkan kepala.
Setelah menyapakati, Suci dibantu teman-temannya langsung membuat puisi. Hmmm. Tidak butuh waktu lama, karena gadis itu memang suka sekali menulis puisi bahkan sudah banyak puisi yang dibuatkan dalam beberapa buku diarynya, berharap suatu saat bisa dibukukan. Beberepa saat kemudian kembali latihan dan menambahkan pembacaan puisi. Ah, sungguh tersentuh. betapa teresapi pembacaan puisi akan kerinduan pada Rasulullah apalagi diiringi biola Ida yang seakan menyayat hati. Bukan hanya sekedar puisi, juga tentang rindu kepada Revelusioner kehidupan yang sudah berjuang mati-matian memperkenalkan Islam kepada semua Insan sampai bisa kita peluk. Nabi Muhammad, Nabi akhir zaman yang sangat menyayangi umatnya. Sudah sepantasnya senantiasa bershalawat padanya. Sudah sepantasnya selalu mengagungkan Kekasih Allah.
Ferdi ikut terlarut dalam tangisan. Betapa tidak, selama ini lebih banyak menyanyikan lagu dibandingkan shalawat kepada Nabi Muhammad, yang jelas-jelas sudah membawa cahaya dalam kegelapapan hidup.
“Allahumma salli ala Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.”
“Allahumma salli ala Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad,” dan semuanya berucap bersamaan.
Dari pintu Maryam Dina melihat kehangatan persahabatan Rini dan teman-temannya, yang sebenarnya salah satu dari mereka adalah anak kandungnya. Ha. Ia mendengus nafas berat. Sampai kapan harus menyembunyikan kebenaran? Haruskah memberi tahu semuanya? Hanya saja ketika nyaris mengungkapkan selalu saja terhalang dengan ketakutan-ketakutan. Bagaimana kalau sampai keduanya anak gadisnya akan pergi dari hidupnya? Pasti hidup menjadi kacau dan seakan-akan tidak ada artinya lagi.
Ferdi terjaga akan kehadirannya, Dina kemudian segera mengusap air matanya dan masuk ke ruang latihan. Ia memberikan senyuman untuk menyamarkan bekas tangisannya walaupun semuanya tahu bahwa dia sudah menangis.
“Saya yakin kalian akan juara karena kalian sudah latihan keras dan bahkan memberikan sentuhan puisi yang menyayat hati,” ucap Ibuda Rini.
“Amin, makasih tante. Semoga doa tante dan doa kami semua dikabulkan,” Ferdi menambahkan.
Dina kemudian mengajak semuanya pulang ke rumah. Sudah banyak makanan yang disiapkan dan dimasak sendiri olehnya. Hmmm. Tapi sayang, Ida dan Ayu tidak bisa ikut karena mereka harus segera pulang juga ke rumah mereka sendiri. Sudah beberapa hari ini sudah bermalam di rumah Rini, orang tuanya sudah menelepon terus. Suci juga menolak, tapi karena Dina sangat memintanya maka mau tak mau ia pun luluh dan Ferdi selalu ingin di sampingnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar