DICULIK
“Aku
tahu, pertolongan Allah akan selalu ada untuk hamba-Nya yang berserah pada-Nya”
Pagi itu, aku sudah
menyajikan nasi goreng kesukaan ayah dan ibu di meja makan. Setelah sebelumnya
memasak usai sholat subuh. Tak lupa memasak air untuk membuatkan teh manis dan
susu untuknya sendiri.
Aditia
dan Rika tersenyum. Putrinya memang gadis mandiri dan tidak mau merepotkan
orang tua, padahal dirinya baru saja keluar dari rumah sakit. Berapa kali
mencoba membujuk agar Rika saja yang melakukan semuanya, dia tetap tidak mau. Namun,
tidak sampai hati pula untuk memarahinya karena ajaran itu mereka juga yang
mengajarkan. Pun mereka tetap berpesan kalau dirinya capek harus segera
istirahat. Tidak baik kalau memaksakan diri.
Seperti
saat dirinya ingin berangkat lagi ke kampus. Irma menjelaskan dia harus segera
masuk karena sudah seminggu absen, apalagi sebentar lagi sudah final semester.
Dia ingin mendapatkan IPK tinggi di semester satunya. Ya, gadis itu memang
keras kepala. Tetapi demi kebaikan sehingga mau tak mau sebagai orang tua pun
mengiyakan. Sebelum berangkat, tidak sengaja gelas yang dipegang Rika jatuh.
Entah
kenapa ia mendapat prasangka buruk. Bahkan sampai menghalangi sekali lagi putrinya
saat ingin pergi. Ia memeluk dengan erat seolah tak ingin lepas. Ia harus
segera pulang kalau selesai kuliah. Jangan pergi kemana-mana lagi.
***\
Ferli berdiri kaku di
depan pintu asrama Irma. Beberapa sempat tertahan saat mengetuk. Ia mendengus nafas
panjang. Tidak lama kemudian setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya ia
mengetuk juga. Alhamdulillah, yang
keluar adalah ibu Irma yang tersenyum ringan padanya sementara Aidtia, katanys
sedang mandi. Dipersilahkan masuk, Ferli sempat kembali tertahan namun berpikir
kalau bicara di luar itu tidak baik, pun mau tak mau harus masuk. Ketika duduk,
langsung saja menanyakan keberadaan Irma. Hmm, namun sayang Irma sudah pergi.
Dan,
sebelum ayah Irma tahu keberadaannya dan membawa suasana marah di pagi hari,
lebih baik ia segera pergi dan mencari Irma
“Kalau
begitu aku pergi kampus dulu ya tante.”
Rika
mengiyakan dan membalas uluran tangan Ferli, bahkan sampai mengusap kepalanya. Sambil
mengatakan bahwa ia harus selalu memperjuangkan cintanya. Jangan pernah
mengenal kata menyerah apalagi putus asa. Setiap masalah mempunyai jalan
keluarnya masing-masing, termasuk masalah asmaranya sekarang. Allah pasti
memberikan yang terbaik.
Setelah
mengucapkan salam, Ferdi beranjak pergi dan mempercepat langkahnya dan sampai
tidak memperhatikan langkahnya, nyaris saja terjatuh. Tapi, entah kenapa bukan
dirinya yang ia permasalahkan melainkan Irma. Perasannya merasa tidak enak. Ada
firasat buruk menghinggapi. Ah. Allah…
Tolong hambamu! Jangan biarkan sesuatu terjadi padanya. Hamba tidak ingin dia
kembali celaka.
***
“Apa kamu lihat Irma?
Katanya dia sudah ke kampus duluan?” tanya Ferdi kepada Kirana yang entah
berpikir apa. Dia sedang mondar-mandir tidak karuan di depan kelasnya.
“Ha…
Aku juga lagi mencarinya. Aku khawatir kepadanya, soalnya dia tadi meneleponku,
eh tiba-tiba putus. Sudah tiga puluh menit aku menunggu dan tidak ada jawaban
sama sekali,” jawab Karin dengan mimik serius.
Astagfirullah. Benar
saja apa yang dipikirkan keduanya, karena tidak lama kemudian Rika menelepon
bahwa Irma sedang diculik dan penculiknya menelepon bahwa jika ia mau Irma
dibebaskan, ia harus mencabut tuntutannya kepada Intan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar