post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Minggu, 01 Juli 2018

Still Hoping (38) Ending


STILL HOPING
“Kurebahkan hati pada ketulusan”

Digta dan Cantik mengenakan cinta dalam setiap langkahnya. Ada keajaiban tersendiri yang dirasakan. Selalu  bersama, kalaupun harus terpisah itu tidak akan lama. Mereka akan saling memberi kabar untuk segera bertemu.
“Jadi begini ya rasanya kalau jatuh cinta,” kata Digta, ketika menyeruput the di kantin belakang gedung jurusannya bersama sang istri.
Dan, suasana ganjil sekarang.

Mendadak wajah ayu Cantik memerah. Tak ada kalimat yang bisa menguap di bibir manisnya. Padahal biasanya sangat cerewet, bahkan sampai bertengkar jahil dengan siapapun. Ya, memang ketika sudah tahu perasaan masing-masing, kebanyakan ia memilih diam kaku. Entah apa sebabnya, pun ia tidak tahu.
Namun, tidak bisa ia ungkapkan pula betapa bahagianya kala berada di samping sang suami. Sangat memperhatikannya, tidak malu akan cintanya, apalagi sekarang ia bahkan menyuapinya makan.
“Ini,” ia menyuapkan nasi kuning ke dalam mulutnya.
Beberapa mahasiswa yang melihat menyeringai tawa, memberikan siulan, mengatakan romantis sekali. Cantik hendak berdiri, merasa malu padahal hatinya begitu riang. Ia belum siap mengenalkan cintanya pada orang lain yang sesungguhnya.
“Jangan pergi. Mengenalkan cinta bahagia kita kepada orang lain itu tidak salah.”
Gadis berhijab kuning itu mengangguk. Dia tidak bisa mengikuti perasaan malunya setelah terbius senyuman maut Digta. Ah, masih selalu sama selalu membuat jantungan. Sebenarnya ia masih tidak habis pikir, cinta yang dimilikinya, yang sudah lama di simpannya dalam hati nyatanya berkutat sama dengan pemiliknya. Sungguh Maha Besar Tuhan, menciptakan manusia berpasang-pasangan. Seperti Adam dipertemukan dengan Hawa, setelah sekian lama dipisahkan.
Apakah aku berjodoh dengannya?
Bukankah terlalu cepat mengambil kesimpulan seperti itu?
Dari yang pernah didengar, cinta itu datang tanpa ditebak. Cinta itu mengalir apa adanya seperti di sungai. Biarkan ia terus mengalir dari permukaan tinggi ke permukaan rendah. Biarkan harapan baik selalu menjadi sandaran hati. Apapun yang terjadi ke depannya selalu still hoping to God.
Irma mengukir senyuman manisnya kepada Digta. Berjalan berpegangan tangan menuju parkiran. Membuat siapa saja yang melihat kembali iri dengan romansa mereka. Tak perlu ada kecanggungan. Keduanya sudah halal dan pastinya sudah memiliki cinta tersemat. Cinta yang menyatukan dua hati. Melerainya dalam nafas ikhlas. Akan lebih baik keika menjadikannya penyemangat.
***
Perubahan benar-benar terjadi setelah cinta yang ikhlas dalam hidup mendera. Kalaupun cinta ikhlas itu bertepuk sebelah tangan, dengan harapan baik semua jalan hidup yang dilewati akan terasa ringan. Kini Luna sudah tidak lagi cemburu bahkan ingin memisahkan Cantik dan Digta. Kebahagiaanya mereka sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Keirian hanya akan membuat malapetaka. Membuka hati adalah yang terbaik.
Hiro, selalu menjadi pangeran kampus. Tetapi ia sudah mendapatkan pula pemilik hati yang sebenarnya. Ia memilih gadis berhijab bermata biru. Ah. Romansa mereka tidak kalah dengan Cantik dan Digta.
Dan, pentas seni kampus mereka sudah terlaksana. Cantik begitu bahagia, tak sadar langsung memeluk suaminya di depan semua teman-temannya dalam bermain drama.
“Ingat, ini kampus keles. Romansanya di rumah aja,” ledek Dinda.
“Atau kita tutup mata aja. Pura-pura tidak tahu,” tambah Hiro.
“Ia nih,” Luna menempelkan kedua tangan ke wajahnya.
“Apaan sih kalian ini? Berhenti menggodaku,” ucap Cantik.
Dan, suara bahagia bergema. Tawa tipis dan berat. Tentang kehidupan yang akan selalu pasang surut. Jadi, jangan takut kalau kesedihan bersamamu hari ini, semua akan terganti cepat atau lambat dengan kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar