“Kurebahkan
hati pada ketulusan”
Digta dan Cantik
mengenakan cinta dalam setiap langkahnya. Ada keajaiban tersendiri yang
dirasakan. Selalu bersama, kalaupun
harus terpisah itu tidak akan lama. Mereka akan saling memberi kabar untuk
segera bertemu.
“Jadi
begini ya rasanya kalau jatuh cinta,” kata Digta, ketika menyeruput the di
kantin belakang gedung jurusannya bersama sang istri.
Dan,
suasana ganjil sekarang.
Mendadak
wajah ayu Cantik memerah. Tak ada kalimat yang bisa menguap di bibir manisnya.
Padahal biasanya sangat cerewet, bahkan sampai bertengkar jahil dengan
siapapun. Ya, memang ketika sudah tahu perasaan masing-masing, kebanyakan ia
memilih diam kaku. Entah apa sebabnya, pun ia tidak tahu.
Namun,
tidak bisa ia ungkapkan pula betapa bahagianya kala berada di samping sang
suami. Sangat memperhatikannya, tidak malu akan cintanya, apalagi sekarang ia
bahkan menyuapinya makan.
“Ini,”
ia menyuapkan nasi kuning ke dalam mulutnya.
Beberapa
mahasiswa yang melihat menyeringai tawa, memberikan siulan, mengatakan romantis
sekali. Cantik hendak berdiri, merasa malu padahal hatinya begitu riang. Ia
belum siap mengenalkan cintanya pada orang lain yang sesungguhnya.
“Jangan
pergi. Mengenalkan cinta bahagia kita kepada orang lain itu tidak salah.”
Gadis
berhijab kuning itu mengangguk. Dia tidak bisa mengikuti perasaan malunya
setelah terbius senyuman maut Digta. Ah, masih selalu sama selalu membuat
jantungan. Sebenarnya ia masih tidak habis pikir, cinta yang dimilikinya, yang
sudah lama di simpannya dalam hati nyatanya berkutat sama dengan pemiliknya.
Sungguh Maha Besar Tuhan, menciptakan manusia berpasang-pasangan. Seperti Adam
dipertemukan dengan Hawa, setelah sekian lama dipisahkan.
Apakah aku berjodoh dengannya?
Bukankah terlalu cepat mengambil
kesimpulan seperti itu?
Dari
yang pernah didengar, cinta itu datang tanpa ditebak. Cinta itu mengalir apa
adanya seperti di sungai. Biarkan ia terus mengalir dari permukaan tinggi ke
permukaan rendah. Biarkan harapan baik selalu menjadi sandaran hati. Apapun yang
terjadi ke depannya selalu still hoping
to God.
Irma
mengukir senyuman manisnya kepada Digta. Berjalan berpegangan tangan menuju
parkiran. Membuat siapa saja yang melihat kembali iri dengan romansa mereka.
Tak perlu ada kecanggungan. Keduanya sudah halal dan pastinya sudah memiliki
cinta tersemat. Cinta yang menyatukan dua
hati. Melerainya dalam nafas ikhlas. Akan lebih baik keika menjadikannya penyemangat.
***
Perubahan benar-benar
terjadi setelah cinta yang ikhlas dalam hidup mendera. Kalaupun cinta ikhlas
itu bertepuk sebelah tangan, dengan harapan baik semua jalan hidup yang
dilewati akan terasa ringan. Kini Luna sudah tidak lagi cemburu bahkan ingin
memisahkan Cantik dan Digta. Kebahagiaanya mereka sudah ditakdirkan oleh Tuhan.
Keirian hanya akan membuat malapetaka. Membuka hati adalah yang terbaik.
Hiro,
selalu menjadi pangeran kampus. Tetapi ia sudah mendapatkan pula pemilik hati
yang sebenarnya. Ia memilih gadis berhijab bermata biru. Ah. Romansa mereka
tidak kalah dengan Cantik dan Digta.
Dan,
pentas seni kampus mereka sudah terlaksana. Cantik begitu bahagia, tak sadar
langsung memeluk suaminya di depan semua teman-temannya dalam bermain drama.
“Ingat,
ini kampus keles. Romansanya di rumah aja,” ledek Dinda.
“Atau
kita tutup mata aja. Pura-pura tidak tahu,” tambah Hiro.
“Ia
nih,” Luna menempelkan kedua tangan ke wajahnya.
“Apaan
sih kalian ini? Berhenti menggodaku,” ucap Cantik.
Dan,
suara bahagia bergema. Tawa tipis dan berat. Tentang kehidupan yang akan selalu
pasang surut. Jadi, jangan takut kalau kesedihan bersamamu hari ini, semua akan
terganti cepat atau lambat dengan kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar