post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Jumat, 06 Maret 2015

TERHIPNOTIS DI MOMENT UPACARA


Ini adalah sebuah kisah, kisahku ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, kelas lima. Sebelum saya menceritakan kejadiannya, saya ingin memperkenalkan diri, saya adalah Muhdar, sekolah di Madrasah Ibtidayah DDI Lapeo. saya tergolong siswa yang pintar, aktif di eskul, salah satunya adalah eskul pramuka.
Kejadiaannya bermula ketika aku selalu menemani sepupuku, Fatma untuk mengikuti pelatihan upacara. Karena memang setiap hari senin yang datang, kelas enam diberikan tugas sebagai pelaksana upacara, sedangkan kelas dibawahnya hanya sebagai peserta upacara.

Aku hanya duduk terdiam melihat sepupuku dan teman-temannya latihan, duduk di bawah pohon sembari mengemil permen tusuk yang baru saja aku beli di jalan. Awalnya biasa saja memperhatikan mereka latihan, pembawa acara menyampaikan kepada pemimpin upacara untuk mengambil tempat, lalu menyiapkan barisan sampai pada sesi berikutnya, menurutku itu hanya biasa dan membosankan bagiku.
Hingga sampai pada moment, pembawa acara mengatakan untuk persiapan pengibaran bendera, salah satu petugasnya adalah Fatma. Retina mataku terfokus untuk memperhatikannya, entah mengapa aku ingin melihat bendera merah putih itu dikibarkan di tiang tinggi yang di bawa oleh sepupuku dan teman-temannya. Aku terpanah dengan aksi mereka, gerak jalan mereka sangat teratur dan bagus, hingga salah satu teman Fatma dengan lantang berucap “Bendera Siap”, spontan pemimpin upacara menyuruh untuk hormat kepada Bendera Pusaka dan para anggota paduan suara juga langsung menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Aku spontan menaikkan tangan kananku, hormatkepada bendera negaraku, entah mengapa aku seperti tersihir saat itu, apalagi ketika lirik-lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya terucap oleh kakak-kakak kelasku. Aku merasakan ada kekuatan dan semangat yang tersimpan di dalam lagu kebangsaan itu, sampai pada bait terakhir pun aku tak henti memandang ke arah tiang, hormat sambil menyanyikannya dalam hati.
Hiduplah Tanahku ...
Hiduplah Negeriku ...
Bangsaku Rakyatku Semuannya ...
Bangunlah Jiwanya ...
Bangunlah Badannya ...
Untuk Indonesia Raya ...

Indonesia Raya merdeka-merdeka
Tanahku ... Negeriku ...
Yang Kucinta ....
Indonesia Raya merdeka-merdeka ....
Hiduplah Indonesia Raya ....

Aku terperangah padanya, sampai selesai dan pemimpin upacara memberi perintah untuk menurunkan tangan penghormatan, dengan sigap akupun juga melakukannya. Sepupu dan teman-temannya yang sadar dengan apa yang aku lakukan tadi, tertawa kepadaku, sepertinya mereka menertawaiku mengapa aku hormat tanpa diberikan tugas sebelumnya sebagai peserta upacara. Namun, aku tidak perduli, karena aku merasa di manapun kita berada dan bagaimanapun keadaanya, di saat ada perintah untuk hormat kepada Sang Merah Putih, semua warga Indonesia wajib mengangkat tangan kanannya, untuk hormat padanya. Ya, aku santai saja menikmati tertawaan mereka saat itu.
Usai pengibaran, pembawa acara kembali mengintruksikan untuk prosesi selaljutnya, hingga pada pembacaan Undang-undang Dasar 1945, oleh Rahman, salah satu kakak kelasku.
Saat membaca dia seperti main-main, tidak bagus melafalkan setiap kata yang tertuang di dalamnya. Sampai aku pun kembali terhipnotis, saat sedang asyik menikmati pelatihan mereka, namun diganggu oleh sikap main-main salah satu petugasnya. Aku langsung berdiri dan dengan suara lantang berkata “Ka Rahman gak boleh main-main baca UUD 45, itukan pedoman negara. Kalau kaka gak mau baca, biar aku aja!,” ucapku sambil melangkah kepadanya.
Pemimpin upacara, Fatma dan semua teman-temannya setuju dengan apa yang kukatakan, mereka mendukungku untuk mengganti Rahman. Dengan berat hati dan dipenuhi rasa menyesal, Rahman menyerahkan teks itu, sambil pembawa acara mengintrsuksikan ulang, aku mulai membacanya dengan suara lantang dan bagus, membuat yang melihat terpukau.
Meskipun aku bukan kelas enam dan ditunjuk sebagai petugas upacara, aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa juga sebagai petugas upacara, sebagai salah satu bukti betapa hormatnya aku kepada negara, pedoman negara dan bendera merah putih. Walau awalnya merasa terhipnotis dengan alunan lagu Indonsia Raya, aku bangga bisa membaca UUD 45 dengan sangat bagus dan mendapat tepukan tangan dari semuanya, termasuk Rahman. Dia sepertinya sadar, kita tidak boleh mempermainkan bacaan UUD 45.
Mungkin cerita ini kurang menarik, namun, yang pasti aku ingin mengajak setiap pembaca dari cerita singkat ini, bahwa kita wajib hormat kepada bendera merah putih, dengan baik melaksankan tugas jika diperintahkan sebagai petugas upacara, karena itu sebagai bukti bahwa kita sangat mencintai bangsa kita, Bangsa Indonesia, kebanggaan kita bersama, apalagi yang masih duduk di SD, SMP dan SMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar