Ini adalah sebuah kisah, kisahku ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, kelas lima. Sebelum saya menceritakan kejadiannya, saya ingin memperkenalkan diri, saya adalah Muhdar, sekolah di Madrasah Ibtidayah DDI Lapeo. saya tergolong siswa yang pintar, aktif di eskul, salah satunya adalah eskul pramuka.
Kejadiaannya
bermula ketika aku selalu menemani sepupuku, Fatma untuk mengikuti pelatihan
upacara. Karena memang setiap hari senin yang datang, kelas enam diberikan
tugas sebagai pelaksana upacara, sedangkan kelas dibawahnya hanya sebagai
peserta upacara.
Aku hanya duduk
terdiam melihat sepupuku dan teman-temannya latihan, duduk di bawah pohon
sembari mengemil permen tusuk yang baru saja aku beli di jalan. Awalnya biasa
saja memperhatikan mereka latihan, pembawa acara menyampaikan kepada pemimpin
upacara untuk mengambil tempat, lalu menyiapkan barisan sampai pada sesi
berikutnya, menurutku itu hanya biasa dan membosankan bagiku.
Hingga sampai
pada moment, pembawa acara mengatakan untuk persiapan pengibaran bendera, salah
satu petugasnya adalah Fatma. Retina mataku terfokus untuk memperhatikannya,
entah mengapa aku ingin melihat bendera merah putih itu dikibarkan di tiang
tinggi yang di bawa oleh sepupuku dan teman-temannya. Aku terpanah dengan aksi
mereka, gerak jalan mereka sangat teratur dan bagus, hingga salah satu teman
Fatma dengan lantang berucap “Bendera Siap”, spontan pemimpin upacara menyuruh
untuk hormat kepada Bendera Pusaka dan para anggota paduan suara juga langsung
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Aku spontan
menaikkan tangan kananku, hormatkepada bendera negaraku, entah mengapa aku
seperti tersihir saat itu, apalagi ketika lirik-lirik lagu kebangsaan Indonesia
Raya terucap oleh kakak-kakak kelasku. Aku merasakan ada kekuatan dan semangat
yang tersimpan di dalam lagu kebangsaan itu, sampai pada bait terakhir pun aku
tak henti memandang ke arah tiang, hormat sambil menyanyikannya dalam hati.
Hiduplah Tanahku
...
Hiduplah
Negeriku ...
Bangsaku
Rakyatku Semuannya ...
Bangunlah
Jiwanya ...
Bangunlah
Badannya ...
Untuk Indonesia
Raya ...
Indonesia Raya
merdeka-merdeka
Tanahku ...
Negeriku ...
Yang Kucinta
....
Indonesia Raya
merdeka-merdeka ....
Hiduplah Indonesia
Raya ....
Aku terperangah
padanya, sampai selesai dan pemimpin upacara memberi perintah untuk menurunkan
tangan penghormatan, dengan sigap akupun juga melakukannya. Sepupu dan
teman-temannya yang sadar dengan apa yang aku lakukan tadi, tertawa kepadaku,
sepertinya mereka menertawaiku mengapa aku hormat tanpa diberikan tugas
sebelumnya sebagai peserta upacara. Namun, aku tidak perduli, karena aku merasa
di manapun kita berada dan bagaimanapun keadaanya, di saat ada perintah untuk
hormat kepada Sang Merah Putih, semua warga Indonesia wajib mengangkat tangan
kanannya, untuk hormat padanya. Ya, aku santai saja menikmati tertawaan mereka
saat itu.
Usai pengibaran,
pembawa acara kembali mengintruksikan untuk prosesi selaljutnya, hingga pada
pembacaan Undang-undang Dasar 1945, oleh Rahman, salah satu kakak kelasku.
Saat membaca dia
seperti main-main, tidak bagus melafalkan setiap kata yang tertuang di
dalamnya. Sampai aku pun kembali terhipnotis, saat sedang asyik menikmati
pelatihan mereka, namun diganggu oleh sikap main-main salah satu petugasnya.
Aku langsung berdiri dan dengan suara lantang berkata “Ka Rahman gak boleh
main-main baca UUD 45, itukan pedoman negara. Kalau kaka gak mau baca, biar aku
aja!,” ucapku sambil melangkah kepadanya.
Pemimpin
upacara, Fatma dan semua teman-temannya setuju dengan apa yang kukatakan,
mereka mendukungku untuk mengganti Rahman. Dengan berat hati dan dipenuhi rasa
menyesal, Rahman menyerahkan teks itu, sambil pembawa acara mengintrsuksikan
ulang, aku mulai membacanya dengan suara lantang dan bagus, membuat yang
melihat terpukau.
Meskipun aku
bukan kelas enam dan ditunjuk sebagai petugas upacara, aku ingin menunjukkan
bahwa aku bisa juga sebagai petugas upacara, sebagai salah satu bukti betapa
hormatnya aku kepada negara, pedoman negara dan bendera merah putih. Walau
awalnya merasa terhipnotis dengan alunan lagu Indonsia Raya, aku bangga bisa
membaca UUD 45 dengan sangat bagus dan mendapat tepukan tangan dari semuanya,
termasuk Rahman. Dia sepertinya sadar, kita tidak boleh mempermainkan bacaan
UUD 45.
Mungkin cerita
ini kurang menarik, namun, yang pasti aku ingin mengajak setiap pembaca dari
cerita singkat ini, bahwa kita wajib hormat kepada bendera merah putih, dengan
baik melaksankan tugas jika diperintahkan sebagai petugas upacara, karena itu
sebagai bukti bahwa kita sangat mencintai bangsa kita, Bangsa Indonesia,
kebanggaan kita bersama, apalagi yang masih duduk di SD, SMP dan SMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar