"Marah Besar"
Sudah
sebisa mungkin menunjukkan perasaan yang sebenarnya. Setiap detik bahkan
mungkin seluruh waktunya lebih banyak untuk gadis berhijab itu, lantas kenapa
menggetirkan, kenapa menyerahkanku kepada olok-olokkan. Ha.... bisa gila.
Pemuda beralis tebal itu ingin memperjelas, sementara banyak mata-mata dan
tertawaan berhamburan.
“Dasar anak haram, anak
haram........” “Koq bisa sekolah di tempat sebagus ini.” “Hu.... kasian banget
nasibnya.” Dan, hinaan-hinaan lain.
Tak
kuat lagi, memutarkan badan dan menonjok teman kelasnya, Anwar.
“Kamu
bilang apa barusan?”
PLAK,
satu tonjokkan melayang.
Dari
arah berlawan, gadis berpenutu kepala buru-buru mendekat. Ihsan tidak boleh
melakukan hal yang merugikannya sendiri.
“Ihsan...
stop!”
Mendadak
semakin garam, oh begitu tajam sampai-sampai menyeringai. Hampir saja tangannya
melayang di wajah gadis itu. Ihsan benar-benar marah.
“Ini
semua karenamu? Andai aku tak memberitahukan semua rahasiaku kepadamu, pasti
tidak akan terjadi seperti ini. aku sudah menganggapmu sebagai orang yang bisa
dipercaya. Ternyata kamu saja saja.”
“Maksud
kamu apa Ka Ihsan?” penasaran.
Suasana
ganjal. Apa yang sebenarnya telah terjadi.
“Ah,
kamu gak usah pura-pura lugu. Tampangmu itu tidak akan bisa membohongiku lagi.
Kamu gadis bermuka dua.”
Berbalik.
Pedih sekali rasanya. Perasaan sayang mulai tumbuh ternyata dikhianati.
“Ka....
apa yang sebenarnya terjadi? tolong jelaskan kepadaku.”
Mencoba
mengejar dengan sandaran air mata yang mulai menyeringai. Teracuhkan.
Sehari
sebelumnya Sakinah tak sengaja mendengar pembicaraan Ihsan dan Fitri, di taman
kota ketika keduanya jalan bersama. Meski sesak, retina mata menyentuh
kenyataan toh besok lain ceritanya. Ya, Sakinah yang memposting di facebook dan
majalah dinding sekolah tentang status Ihsan sebenarnya. Anak pungut yang belum
tahu siapa orang tuanya.
“Apa
kamu tidak keterlaluan Sakinah. Ingat, itu Ihsan loh.”
“Benar
kata Tina. Mending rencana ini dicancel aja, cari rencana baru. Ini sangat
keterluan.”
Tina
dan Ramlah mengingatkan.
Apa?
Keterlaluan, lantas bagaimana dengan Ihsan, telah mematahkan hatiku
berkali-kali. Sudah tahu bahwa sangat mencintainya sudah sejak lama sampai
sekarang, tak pernah sedikit pun dihargai. Tidakkah kalian tahu, hati
berdarah-darah, berpeluh dan tangis di malam-malam kala memikirkan Ihsan sudah
bahagia dengan yang lain. Dan, Fitri. Seenaknya mengambil pemuda yang sangat
aku cintai dan pembalasan kali ini sangat setimpal dengan perbuatan mereka, ini
bisa membuat jarak, jarak yang sangat jauh dan bahkan tidak akan bisa bersatu
lagi.
Sakinah memandang jauh ke atas awan,
sementara temannya turut serta di kedukaan hati sahabatnya yang selama ini
sudah jauh menderita.
“Ok,,, aku setuju sama kamu. Maafkan
kami sempat memprotes, harusnya sebagai sahabat baik tetap mendukung setiap apa
yang kamu lakukan.”
Kedua sahabat Sakinah tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar