Astagfirullah.
Mungkin karena terlalu senang?
Malu
berdegup kuat.
Bukan
hanya tawa biasa, sampai-sampai lima meter setelah berpamitan ke luar ruangan
tersebut masih terdengar suara ngakak. Memang betul tertulis X Index 1, tapi
karena kelas XII direnovasi, akhirnya pindah ke kelas X, sementara siswa baru
memakai auditorium. Menghembuskan nafas panjang sambil meleguh.
Kamu bodoh
banget Fit....
“Fitri......”
Tak
berbalik. Meski jelas ada suara pemuda lantang memanggil. Terus saja menutup
wajah dengan tangan dan mencari teman-temannya. Gadis itu akhirnya pun
menemukan apa yang dicari.
Sesaat
beberapa mata memandang aneh, satu-satunya siswi berhijab dengan sopan
menuturkan salam. Jawab salamkan wajib,
koq masih ada yang tidak menjawab? Pekik tapi tak ditampakkan. Dengan
lembut meminta maaf karena terlambat, perlahan menjelaskan kejadian sebelumnya
lantas ditertawakan. Seakan apa yang dilakukan memang konyol, tapi memang
justru Fitri sendiri mengakui. Suasana selanjutnya tidak bisa tertutupi dengan
kemeriahan, menggelagar begitu saja.
Lia
dan Ulfa ikut cengengesan. Sahabat baru mereka nampak lugu hanya saja
sepertinya baik dan cerdas.
***
Tidak boleh
dibiarkan?
Sakinah
yang duduk bersejajar menyipitkan mata.
Bukan
hanya di kelas ternyata cewek konyol itu memegang kendali pelajaran, yang
nampak sangat cepat mengerjakan soal. Kali ini, nafsu makannya di kantin
bersama Tina dan Ramla – teman genknya – tiba-tiba tertepis gara-gara dia.
“Koq,
bisa sih Ihsan dekat dengan Fitri?”
Tina
memanasi. Wajah bulat teman di sampingnya memerah terbakar. Cemburu.
Bisa-bisanya pemuda yang diharapkannya bisa bertingkah ramah kepada gadis lain.
Sementara selama ini, dia mengejar bahkan lelah pun tetap mencoba menggapainya.
Tanpa pernah dibalas atau ditengok sedikit pun.
Di
telinganya nyaring terdengar. Sikap peduli Ihsan kepada saingan barunya itu,
dengan sebuah pulpen yang diberikan. Kemudian pemuda beralis tebal itu terus tersenyum.
Lewat
ketajaman bisa dirasakan ada roman menghampiri mereka berdua, apalagi
ditanggapi dengan mengajak makan bersama. Dan, sangat meremukkan. Nyaris saja
ingin melabrak dan menarik tangannya, mempermalukan. Tapi dia bukan
siapa-siapa? Bukan pacar. Hanya mencintai secara sepihak.
“Makasih
ya.....”
Fitri
terdengar mengucapkan terima kasih.
Menyembur
bunga-bunga yang jelas berubah menjadi tapakan kerikil tajam bagi pecinta
bertepuk sebelah tangan.
Bersambung......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar