post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

YUDHA

Selasa, 27 Juni 2017

Nyawa Hidupku (Part 2)



Astagfirullah. Mungkin karena terlalu senang?
Malu berdegup kuat.
Bukan hanya tawa biasa, sampai-sampai lima meter setelah berpamitan ke luar ruangan tersebut masih terdengar suara ngakak. Memang betul tertulis X Index 1, tapi karena kelas XII direnovasi, akhirnya pindah ke kelas X, sementara siswa baru memakai auditorium. Menghembuskan nafas panjang sambil meleguh.

Kamu bodoh banget Fit....
“Fitri......”
Tak berbalik. Meski jelas ada suara pemuda lantang memanggil. Terus saja menutup wajah dengan tangan dan mencari teman-temannya. Gadis itu akhirnya pun menemukan apa yang dicari.
Sesaat beberapa mata memandang aneh, satu-satunya siswi berhijab dengan sopan menuturkan salam. Jawab salamkan wajib, koq masih ada yang tidak menjawab? Pekik tapi tak ditampakkan. Dengan lembut meminta maaf karena terlambat, perlahan menjelaskan kejadian sebelumnya lantas ditertawakan. Seakan apa yang dilakukan memang konyol, tapi memang justru Fitri sendiri mengakui. Suasana selanjutnya tidak bisa tertutupi dengan kemeriahan, menggelagar begitu saja.
Lia dan Ulfa ikut cengengesan. Sahabat baru mereka nampak lugu hanya saja sepertinya baik dan cerdas.
***
Tidak boleh dibiarkan?
Sakinah yang duduk bersejajar menyipitkan mata.
Bukan hanya di kelas ternyata cewek konyol itu memegang kendali pelajaran, yang nampak sangat cepat mengerjakan soal. Kali ini, nafsu makannya di kantin bersama Tina dan Ramla – teman genknya – tiba-tiba tertepis gara-gara dia.
“Koq, bisa sih Ihsan dekat dengan Fitri?”
Tina memanasi. Wajah bulat teman di sampingnya memerah terbakar. Cemburu. Bisa-bisanya pemuda yang diharapkannya bisa bertingkah ramah kepada gadis lain. Sementara selama ini, dia mengejar bahkan lelah pun tetap mencoba menggapainya. Tanpa pernah dibalas atau ditengok sedikit pun.
Di telinganya nyaring terdengar. Sikap peduli Ihsan kepada saingan barunya itu, dengan sebuah pulpen yang diberikan. Kemudian pemuda beralis tebal itu terus tersenyum.
Lewat ketajaman bisa dirasakan ada roman menghampiri mereka berdua, apalagi ditanggapi dengan mengajak makan bersama. Dan, sangat meremukkan. Nyaris saja ingin melabrak dan menarik tangannya, mempermalukan. Tapi dia bukan siapa-siapa? Bukan pacar. Hanya mencintai secara sepihak.
“Makasih ya.....”
Fitri terdengar mengucapkan terima kasih.
Menyembur bunga-bunga yang jelas berubah menjadi tapakan kerikil tajam bagi pecinta bertepuk sebelah tangan.
Bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar